"Gara-gara kamu, semuanya jadi kacau!"
PLAK!
Tamparan cukup keras berhasil mendarat ke pipi kanan cewek itu. Tanpa disadari air matanya mengalir, dia hanya bisa menangis kala sang papa terus menyalahinya.
"Sekarang bagaimana papa harus mengembalikan semuanya?"
Devi tersadar dari lamunannya buruknya. Sambil berjalan menuju kantin, Devi berniat meminta sisa makanan dari Ibu kantin. Dia benar-benar lapar karena papanya tidak mengizinkannya makan sejak kemarin. Bahkan dia tidak di beri uang saku untuk jajan.
Devi terus berjalan sambil memegangi perutnya sang sakit, namun, tiba-tiba sesorang menabraknya di koridor hingga terjatuh. Saat melihat wajahnya, Devi langsung mengenali orang itu, kakak kelasnya yang akhir-akhir ini sering berurusan dengannya.
"Eh, Devi. Sori sori."
Kak Kinan.
"Ish! Lo kalo mau marathon jangan disini, dong!"
Sori.
Kinan membantu Devi berdiri dengan mengulurkan tangan. "Gak ada yang lecet, kan?" tanyanya.
Tak ada jawaban, Kinan berpikir Devi memang baik-baik saja. "Udah ya, gue lagi ada urusan mendadak, nih," lanjutnya.
"Eh, enak aja. Ganti rugi dulu."
Gue cuma mau...
"Hah?"
"Uang korban tabrak lari."
...pinjam uang.
"What? Gue dipalak ceritanya? Hufftt. Okelah, gue males ladenin lo. Nih, duit gue tinggal goceng."
"Ya udah, gak papa, sini," katanya mengambil uang itu.
Secara tidak langsung.
"Dih? Diambil beneran lagi."
"Makasih, kak Kinan."
Mata Kinan seketika melebar tak percaya saat tiba-tiba nada bicara Devi menjadi lembut, ditambah dia memanggilnya dengan sebutan kakak. Devi langsung pergi dari koridor itu dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantin.
***
Lagi-lagi Gilang terus mengikutinya hingga ke sekolah. Bahkan dia tidak bisa pulang dengan aman karena Gilang memantaunya tepat di depan gerbang sekolah. Sungguh, dia tidak akan pernah mau bertemu dengan cowok itu lagi.
Devi mengambil hoodie di dalam tas, kemudian memakainya agar bisa keluar tanpa terlihat cowok itu. Hoodie itu memang sengaja disiapkannya, karena Devi tahu Gilang akan terus mengganggunya, dengan ini tidak tak mudah dikenali.
Di perjalanan, perkataan sang papa terus menghantui pikirannya. Papa terancam dari pekerjaannya dan harus mengembalikan uang yang telah diberikan rekan bisnisnya itu. Dia bingung, apa yang harus ia lakukan agar masalah ini segera berakhir.
Gimana caranya supaya gue bisa dapet uang?
Saat itu juga, ide liar terpintas dalam pikirannya kala melihat seseorang tengah berdiri di depannya dengan dompet yang terlihat di belakang celananya. Pikirannya seperti dirasuki oleh iblis yang memintanya untuk segera mengambil dompet itu.
Kalo emang dengan mengembalikan semua uang itu bisa ngebebasin gue dari Gilang. Cuma ini satu-satunya cara.
Tanpa berpikir panjang lagi, Devi mengaitkan masker untuk menutupi sebagian wajahnya agar tidak dikenali. Lalu menutupi kepalanya dengan tudung hoodie hitamnya. Kemudian, berjalan hati-hati menuju orang itu dan dengan sengaja menyenggol bahunya supaya dia dengan mudah mengambil dompet itu.
