Sepulang sekolah, Kinan masih kepikiran dengan kondisi Fajri, bagaimana kalo reaksi alerginya itu semakin parah? Tidak, Kinan tidak mau membayangkan hal buruk terjadi padanya. Kinan berharap cowok itu baik-baik saja.
Pukul 12.45, di koridor lantai 2, Kinan memperhatikan satu-persatu anak yang baru keluar dari kelas cowok itu. Tentu saja untuk mencarinya. Namun, sudah hampir semua keluar, Fajri masi belum terlihat hilalnya.
"Zweitson!"
Kinan menghampiri cowok berkacamata itu, yang tak lain merupakan sahabat Fajri. Cowok itu menghentikan langkahnya. Disampingnya sudah ada Fiki yang langsung memasang wajah masamnya.
"I-iya?"
"Fajri mana?"
"Ngapain nanya-nanya!"
Benar saja, belum apa-apa cowok bernama Fiki itu sudah marah-marah duluan.
"Ya Allah, Fiki, gue nanya ke Zweitson ya, bukan ke elo!"
"Nanya ke dia sama dengan nanya ke gue."
Kinan menghela nafas berat. Ini bukan saatnya meladeni cowok itu.
"Fajri mana, Zwei?" tanyanya lagi, dan mengabaikan Fiki.
"Udah pulang tadi, abis istiharat."
"Hah? Dia sakit beneran jadinya?"
Zweitson berdeham. "Aji disuruh balik ama walas, kebetulan tadi pelajaran walas, beliau ngeliat Aji begitu, jadi ngizinin buat balik duluan."
***
Berpakaian rapih serba denim, ketiga cowok itu sudah bersiap pergi menuju suatu tempat. Bermodal duit receh, mereka sebetulnya masih bingung ingin pergi kemana. Niat hati senang-senang, tapi malah jadi galau, karena mereka pun harus berhemat.
"Jadi, kita mau kemana?" tanya Farhan saat Fathur dan Shandy sedang memakai gel rambut di depan cermin besar.
"Udah ganteng gini, harusnya sih ke dufan," kata Shandy enteng.
"Mahal anjr, jual ginjal dulu baru bisa kesono," jawab Farhan yang sudah berpengalaman pergi ke dufan.
"Ginjal semurah itu?"
"Canda. Jangan kesana deh, bokek."
"Lo ada duit berapa?" tanya Fathur.
"Ya pokoknya gue cuma rinciin buat biaya hidup seminggu disini," ujar Shandy.
"2 in."
"Kutil. Ya udah keliling-keliling Jakarta aja, soal kemananya gampang itu mah."
Mereka pun turun, lalu mengambil sepatu dan memakai di depan teras.
Tiba-tiba, Kucing putih menghampiri Shandy, cowok itu langsung mengelus sambil memangkunya."Eh, ini kucing lo, Thur?"
"Iya, punya adek gue sih lebih tepatnya."
"Nama?"
"Monti."
"Oohh, halo Momon. Uhh, gemes banget!!" Shandy menggoyangkan kepala Monti gemas. Namun, tampaknya kucingnya tidak suka, Monti langsung mencakar lengan Shandy dan memberontak ingin kabur.
Shandy yang terkejut spontan melepaskan kucing itu dari pangkuannya. Kucing itu langsung berlari ke luar pagar rumah melewati celahnya.
"Eh, itu kabur keluar, Thur!" Farhan berteriak panik.
"Wah, kacau lo, Sen!" seru Fathur ikut panik.
"Eh, gak sengaja. Tangan gue kecakar tadi, trus gimana, dong?"
