- 9 - 🍬

454 109 7
                                    

"Udah, sih! Ngapain nontonin video itu mulu." Fiki merebut ponsel Fajri.

Fajri tak terima, ia merebut kembali ponselnya, "Orang lagi galau juga."

"Udah Pik, biarin. Kasian lagi sedih." Zweitson memaklumi.

"Lebay itu mah, Son. Cuma gegara kucingnya dibalikin jadi gitu."

"Biarin, sih." Fajri sewot dengan penuturan Fiki.

"Noh, di jalan banyak kucing. Pungut aja," saran Fiki.

"Nah, bener tuh. Di sekolah ini juga banyak," sahut Zweitson.

"Udah si Ji, sok-sokan banget. udah tau alergi, tapi malah mau melihara."

"Gak tau nih, rumah jadi sepi gak ada mereka." Fajri menghentikan video di ponselnya. Video kucing-kucing Tantenya sedang makan yang ia rekam sendiri kemarin.

"Yah, jangan nangis, Ji." Zweitson mengelus pundak Fajri.

"Ternyata bener ya, kata Pak Haji Rhoma Irama—" Fiki menghentikan perkataannya sejenak, kemudian ia berdiri. "—kalau sudah tiada~ baru terasa~~~" Fiki menyanyikan sebait lagu dangdut yang di populerkan oleh Rhoma Irama itu sambil memperagakan ekspresi sedih dengan kedua tangan mengepal di dada.

"Bahwa kehadirannya~ sungguh berharga~~~" Zweitson meneruskan bait berikutnya dengan cengkok yang makin menghidupkan suasana haru.

"Sungguh berat aku rasa~ kehilangan dia~~~ Sungguh berat aku rasa~ hidup tanpa dirinya~~~"

"Lah? Bocah apal liriknya, HAHA." Fiki tertawa. Kemudian duduk kembali.

"A en je a ye."

"Gue juga suka dangdutan kali," ucap Fajri.

Zweitson merespon dengan tawa.

"Cocok ni bikin trio," ucap Fiki sumringah.

"Gak, ogah bat ama lo, mending berdua Soni."

"Eh? Lo gak inget kemaren kita abis duet di Youtube."

"Oh! Yang bikin cewek-cewek pada ambyar itu, ya?"

"Hahaha. Betul banget!"

"Au ah, gak ngajak-ngajak. Males banget." Zweitson mempoutkan bibirnya.

"Heh! Kalian bertiga mulu dah, kek gak punya temen laen." Tiba-tiba seorang cewek menghampiri mereka, mencibir.

Wajar saja Fiki, Fajri, dan Zweitson selalu bertiga karena mereka sudah berteman sejak lama. Seperti tak terpisahkan.

"Ngapasi cewek ikut-ikut aja. Ribet dah! Urusin aja noh geng cabe lo."

"Njir! Apan si lo terong!"

"Eh mulutnyaa— maklum sih La, kita temenan dari jaman SD. Jadi udah kebiasaan," kata Zweitson menjawab cewek itu.

"Lagian ngapain lo ke sini? Jangan bilang—" Fajri sudah berpikiran sesuatu yang horor.

"BAYAR KAS!" cewek itu menggebrak meja.

"Nah, kan. Sudah ku dugong," tebakan Fajri benar.

"Hedeuh, kas lagi, kas lagi!" eluh Fiki.

"Khusus Pikih, pokoknya harus bayar lunas! gue gak mau tau, gak boleh nyicil-nyicil. Karena lo udah ngatain gue cabe!"

"Njir, mana ada begitu. Maap elah, La."

"Gak."

"Gue bercanda doang La, suer dah! Lala kan cantik, baik, deh."

"Basi."

"Eh, bantuin. Bisa abis nih duit gue, gak jajan dah," Fiki merengek minta tolong pada Fajri dan Zweitson.

Kucing | UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang