Bab 2: Kalisa Sang Penggoda

3.7K 36 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Tiba di rumah tak ku temukan keberadaan ayah. Keadaan rumah sama kacaunya dengan terakhir kali kulihat. Bau cerutu dan minuman keras menguar kuat, bau apek dan debu mengelilingi sepenjuru rumah dengan puluhan cangkang kacang dan kuaci yang bertebaran dimana-mana. Bahkan di sudut sofa usang nampak bungkusan kondom yang menjijikan. Aku bergerak cepat untuk bersiap-siap. Aku memulas wajah babak belur ini dengan make-up yang cukup tebal. Aku tidak mau ayah mengamuk kalau pundi-pundi rupiahnya melayang karena wajah bonyok-ku membuat client kabur. Sentuhan terakhir adalah lipstick semerah darah yang membuat bibir tebal-ku begitu menggiurkan.

Ku jelajahi isi lemari mencari sesuatu untuk menyempurnakan penampilanku dan memutuskan memakai pakaian terbaik yang kupunya. 15 menit kemudian dengan taksi yang sudah dipesan, aku meluncur membelah malam Jakarta yang gemerlap menuju tempat yang dikatakan mbak Yun.

Kemudian pak supir tua itu menghentikan taksinya di tempat tujuan-ku. Aku berikan ongkos lebih karena keramahan pak tua itu. Memasuki lobi segera saja kucari dimana keberadaan lift. Mbak Yun menyuruh untuk menuggu di lantai enam.

Sepanjang langkah menuju lift, beberapa pasang mata menatapku secara terang-terangan. Apa aku terlalu mencolok? Mungkin mereka tertarik dengan wanita tinggi semampai dengan tubuh yang proposional serta bibir merah merona yang mengenakan kardigan mahal. Apalagi ditunjang dengan hak tinggi tujuh senti yang sama meronanya dengan bibirku membuat orang-orang semakin tidak bisa melepaskan pandangannya dariku.

Syukurlah lift datang dengan cepat sehingga aku bisa segera tersembunyi dari tatapan liar di luar sana. Dalam pantulan pintu lift kulihat kesempurnaan yang aku miliki. Orang-orang akan percaya jika ku katakan kalau aku ini salah satu model Victoria Secret. Tubuh sempurna, bahkan terlampau sempurna membuat jam terbangku begitu padat.

Lantai enam ternyata sebuah bar yang tenang dengan musik yang mengalun merdu namun sedikit erotis. Hmm... benar-benar style untuk kalangan para jetset

“Selamat malam Lady. Sudah buat reservasi?” Seorang pemuda akhir 20-an menghampiriku dengan senyuman bintang pasta gigi.

“Reservasi atas nama Pramudya.”

“Sebentar,” Dia mengecek PC-nya dan segera mengangguk manis. “Mari saya antar. Biar saya menyimpan kardigan indah anda.” Pemuda itu mengulurkan tangannya.

Ketika ku buka tali pengikat kardigan-ku, nampak ia tersentak dan terkesima dengan apa yang kusembunyikan di baliknya. Dengan tak senonohnya ku rasakan ia dengan sengaja mengusap bahuku yang telanjang.

Sambil mengantarku, ia tak hentinya melirik tubuh --terutama belahan dadaku yang fenomenal dengan tatapan cabul. Dan saat aku duduk sambil menyilangkan kaki hingga bagian bawah terangkat, ia nampak kehabisan nafas.

Segelas wine segera tersaji sebagai teman untuk menunggu pria bernama Pramudya itu. Diiringi dengan musik yang mengalun lembut, seteguk demi seteguk wine meluncur memenuhi kerongkonganku, meninggalkan jejak panas yang manis. Di belakang kursi-ku, terdengar tawa sekumpulan pria yang mabuk berat. Samar-samar terdengar percakapan mereka.

“Kenapa sih lu itu suka banget gangguin si Alesa?”

Mendadak telinga-ku semakin tajam. Alesa mana? Siapa Alesa yang mereka maksud? Suaranya terdengar tak asing...

“... Gib padahal kalo lo mau ngasih dia pelajaran kenapa gak lo 'makan' aja.”

Itu suara Aron. Pantas aku merasa akrab dengan suaranya. Untung saja sofa di bar ini sandarannya tinggi hingga mampu menyembunyikan tubuhku jadi aku bisa mendengarkan ocehan mereka dengan leluasa.

Setitik Temu di Ujung Sendu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang