Bab 16: Pelabuhan Ternyaman

1.3K 21 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Aku terbangun dengan keadaan kacau --dibiarkan tergeletak begitu saja tak ubahnya barang-barang di sekitar yang berceceran lepas pakai dibuang saja. Jam menunjukan pukul 10 pagi, dan meski aku menghabiskan waktu yang lama berbenah, orang gila itu tak kunjung datang.

Tak mau berlama-lama lagi di neraka ini, lekas saja aku pergi. Aku berjalan tergesa-gesa meski tidak ada siapapun selama perjalanan masuk ke lift. Barulah ketika lift menurun, aku merasa aman karenanya hingga akhirnya air mata yang sedari tadi kutahan pecah juga.

Dari pantulan kaca yang mengelilingi kubus kecil tersebut, aku melihat betapa berantakannya diriku. Lebam-lebam dengan mata merah sembab membuat aku tampak mengerikan. Pakaianku juga sangat tidak membantu. Untuk menutupi wajahku yang kacau, aku mengurai rambut hingga menutupi wajah.

Kegiatanku itu membuatku tak sadar lift sedang berhenti di satu lantai, aku menoleh singkat apa yang dilakukan orang di luar lift hingga menahan lift dan tidak langsung masuk.

Netra-ku membulat sempurna meski terhalang helaian rambut. Aku pikir tulangku rontok seketika pada momen tersebut. Orang itu pun tak mampu menutupi keterkejutannya. Suasana begitu canggung dan aku berharap lantai lift ini rubuh saja, biar aku bisa menghindari dia.

"Pak Pram?"

"O-oh, iya."

"Kita tidak masuk, pak?"

Oh ayolah, kenapa di momen memalukan begini ia harus bertemu dengan mas Pram.

"Um-- iya."

Mas Pram melangkah meski tampak ragu-ragu dan dari sudut mataku, ia terus membidikku yang berdiri menciut di sudut lift.

Mas Pram mengambil posisi di sampingku, efeknya terasa pada tubuhku yang seketika panas dingin. Aku tak berani lagi menoleh karena mas Pram larut dalam obrolan bisnis bersama ke-empat orang lain yang tak ku pahami satupun bahasan mereka seolah-olah mereka sedang berbicara dalam bahasa alien.

Lift kembali berhenti. Dan aku mengutuk pada siapapun yang menghambat lift terjun bebas ke lantai satu. Satu rombongan mengantri saat pintu terbuka. Otomatis yang di dalam menata diri agar yang diluar bisa masuk. Aku makin tersudut, begitu pun mas Pram yang ikut menghimpitku. Aku kehilangan nafas seketika.

Tangan mas Pram di belakang punggungku, sisi tubuh kami menempel tanpa jarak. Aku kehabisan nafas karena bau nikmat mas Pram menguar begitu kuat.

Diantara desakan dan riuh rendah obrolan sekitar, mas Pram tiba-tiba membelai tanganku yang terbuka. Sentuhan magis itu membuat aku bergidik nikmat. Aku mencengkram tasku menahan diri untuk tidak mengerang dan memaksa mas Pram bercinta di sini, di dalam lift sempit ini.

Nafas panas mas Pram berderu di telinga, membuat aku tak sadar sudah merebahakan diri di tubuh tegap dan berbau nikmat itu. Di titik ini, aku berharap lift berhenti saja.

Lift berhenti, seperti yang aku harap. Namun tujuanku sudah tiba. Aku harus segera keluar meski tak terima.

Aku beranikan diri mengukur reaksi mas Pram sementara orang-orang berhamburan keluar. Bagai terkoneksi batin, mas Pram pun menoleh ke arahku. Dia diam, dalam tatapan intens memenjarakan netraku dengan tatapan tak terbaca.

Saat lift tinggal menyisakan kami berdua, mas Pram angkat suara. "Kalian duluan saja."

Aku menoleh kebingungan dalam situasi cepat seperti ini. Tanpa menunggu balasan koleganya, mas Pram menutup pintu lift tak sabaran dan aku makin menciut di tatap heran para koleganya.

Setitik Temu di Ujung Sendu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang