Bab 8: Keluarga Yang Dikutuk

738 25 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Pagi yang suram menyambut ku tanpa gairah. Aku terbangun dengan suara dengkuran ayah yang seperti gergaji mesin. Aku mengintip dari celah pintu kamar dan melihat tubuh ayahku yang tidur serampangan dengan mulut terbuka lebar. Bau cerutu dan tuak yang menusuk tajam tak pernah menggangguku lagi.

Ku habiskan dua puluh menit dengan merenung di atas kasur dan ayah masih belum bangun juga. Malah dengkurannya semakin keras sampai menggetarkan isi rumah, mungkin kalau aku menyalakan jeep-nya yang menderu pun akan kalah bisingnya dengan dengkuran ayah. Hingga sebuah ketukan di pintu membuatku terlonjak. Ku abaikan. Aku terlalu malas untuk bergerak.

Orang diluar sana kali ini menggedor pintu dengan tak sabaran. Kalau begini, bisa-bisa ayah bangun dan mengamuk. Dengan lunglai, aku putuskan untuk segera membukanya. Aku berjalan sambil berjinjit berhati-hati untuk tidak menendang botol atau menginjak cangkang kacang yang berserakan. Kubuka slot pintu yang berderit berisik dan membuka pintu lebar-lebar.

"Lama banget bukainnya, minggir lo!"

Aku menghela nafas berat atas sikap kasar pamanku ini. Semoga punggungku yang membentur daun pintu tak meninggalkan memar.

Paman menghampiri ayahku tanpa menghiraukan pijakannya sementara itu aku memilih pergi ke dapur.

"Bawain minuman!"

Aku bukan pembantumu sialan! Ingin ku teriakan di depan telinganya. Namun sebaliknya aku malah patuh dan menuruti suruhannya bak robot.

Kulihat persediaan minuman kaleng ber-alkohol sudah menipis. Aku harus segera mengisi ulang. Aku membawa dua botol minuman yang tersisa dan melihat pamanku sedang berusaha membangunkan ayah.

"Bram... bangun bangsat!"

Ayah menggerutu dalam tidurnya. Setelah meletakan minuman itu aku berjalan menuju kamar mandi, malas kalau harus melihat ayah menyebarkan amukannya. Hanya pamanku seorang yang berani menantang ayah.

Entah berapa lama aku menghabiskan waktu di toilet dengan kembali merenung, setelah bosan menatap langit-langit kamar mandi yang dipenuhi sarang laba-laba, aku pun memutuskan kembali ke kamar dengan mengendap-endap. Sayup-sayup kudengar pembicaraan ayah dan paman. Mereka sepertinya tengah berdebat sengit. Setelah aku berpakaian rapih, kudengar suara televisi yang dinyalakan. Kupikir benda itu sudah menjadi rongsokan.

Aku memaksakan diri untuk keluar karena kelaparan. Dan pembawa berita menyampaikan berita yang membuat langkahku terhenti. Judul beritanya tertulis,

'Mucikari Diringkus Di Rumah Bordil'

Apalagi saat di layar menampakan seorang wanita bertubuh tambun dengan warna rambut merah menyala yang tengah digiring polisi menggenakan seragam oranye. Dan inisial S.I tercetak di bawah layar disertai pernyataan hukuman kurungan selama 15 tahun sukses membuat nafasku tersendat.

"Lo liat sendiri Bram? Bini lo itu gak pernah bisa main aman!"

Aku menilai reaksi ayah yang masih menatap tajam layar kaca. Duduknya tampak tegang, cengkraman tangannya begitu erat mencengkram lututnya sendiri. Sementara paman masih saja mengoceh dengan tangan bertato-nya yang bergerak liar tanpa mendapat perhatian ayah.

Dan ayah tiba-tiba meraung sambil menendang meja hingga terbalik dan membuat benda diatasnya terpelanting kemana-mana. Aku muak, aku ingin pergi dari semua kekacauan ini. Terburu-buru aku keluar dari rumah meninggalkan amukan ayahku.

Baru beberapa meter menjauh dari rumah aku tersentak dengan fakta kalau tidak ada tempat yang bisa aku tuju. Tanpa ponsel dan uang tidak mungkin aku bisa kemana-mana. Aku melenguh kesal dan menjambak rambut setengah basahku dengan geram.

Setitik Temu di Ujung Sendu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang