Bab 13: Momen

1.1K 26 1
                                    

--Follow penulisnya, votement ceritanya

.

Setelah percintaan hebat kami, kapal kini sudah menepi di sebuah pulau kecil. Aku tidak tahu benar letaknya dimana karena penerangan yang minim. Yang aku tahu cuma ikut turun mengikuti langkah mas Pram. Dua kru kapal menunggu di dermaga. Aku tersenyum canggung berharap mereka tidak mendengar suara pergulatan-ku dengan mas Pram. Terlambat, mereka pasti sadar apa yang kami perbuat berkat kiss mark merona seperti lampu billboard di leherku.

Masih mengenakan pakaian yang sama tanpa dalaman, aku berjalan ringan menapaki batu yang disusun membentuk jalan ke sebuah vila bernuansa kayu. Mas Pram tampak sumringah melihat tempat yang katanya tempat favoritnya itu. Aku tak kalah sumringah karena berkesempatan melihat mas Pram dengan pakaian kasual dengan kemeja putih digulung se-siku serta celana pendek selutut berwarna khaki. Mas Pram membuatku gila. Terlebih saat dia telanjang.

Seperti tadi, mas Pram memberikan tur singkat di vila di pulau pribadi miliknya. Ya, pulau pribadi ini milik mas Pram. Bola mataku hampir lepas mendengar betapa kaya raya-nya mas Pram. Pantas saja, menyewa pelacur selama akhir pekan bukanlah hal besar baginya.

"Mas mau mandi dulu. Lisa mau ikut?" tawar mas Pram dengan seringai cabul sambil menggerayangi paha dalam-ku.

"Mas duluan saja." tolak-ku halus.

Terdengar geraman tak setuju mas Pram. Ia dengan sengaja menggigit daun telingaku. Lidahnya begitu basah dan nafasnya terdengar berderu. Lalu ia menjauhkan diri dan Mas Pram tak berdebat lagi. Setelah mendaratkan kecupan cepat di sudut bibir, ia menghilang di balik pintu kamar mandi.

Sebenarnya nafsu jalang-ku belum bisa diredam, dan bayangan bercinta di bawah pancuran sangat menggiurkan. Namun entah kenapa mata-ku enggan beralih dari pantai yang berair hitam di bawah sinar rembulan yang bulat penuh. Kaki-ku tanpa disadari melangkah ringan ke arah samping vila. Sapuan angin malam menerbangkan dress-ku. Aku makin tertarik untuk mendekat.

Ketika kaki menginjak, terasa pasir putih ini begitu halus dan lembut bagai berjalan di atas bedak. Aku melangkah ringan perlahan hingga mencapai bibir pantai dengan baju yang terus berkibar tertiup angin malam. Suasananya begitu syahdu. Aku membayangkan sedingin apa air laut di tengah malam. Namun itu salah besar.

Airnya cukup hangat di kaki-ku. Perasaan damai ini sungguh terasa asing. Belum pernah aku merasakan ketenangan yang langka seperti ini. Ini seperti healing. Membersihkan jiwa-ku yang gelap dan hati-ku yang kosong. Bagai mukjizat, momen ajaib ini mengisi kotak kecil kenangan baik yang bisa aku kenang hingga maut menjemput. Mata-ku tertutup berusaha meresapi setiap momen indah ini.

Tubuh-ku menghangat seketika tatkala pelukan mas Pram menghalau dinginnya malam. Ia bertelanjang dada dan ku rasakan degupan jantungnya yang kuat di punggung telanjangku.

"Mau berenang tengah malam."

Aku menggeleng pelan, "Nggak mas. Dingin pasti."

"Kita bisa saling menghangatkan." rayu mas Pram makin mengetatkan pelukan.

"Mas kan sudah mandi." Bau sabun yang maskulin menyerbu indera penciumanku.

"Bukan masalah."

Mas Pram membalik tubuh-ku secepat kilat. Tangannya merayap ke ujung rok dan perlahan mengangkatnya, tanganku pun ikut serta terangkat. Seketika serangan hawa dingin yang meraba tubuh polos-ku membuatku bergidik. Mas Pram pun ikut melepaskan satu-satunya kain yang menutupi kejantanannya.

Kami berciuman dengan penuh kelembutan dengan bulan purnama sebagai saksinya. Embusan angin malam tak lagi mengganggu karena kami saling merapatkan tubuh, berbagi kehangatan. Dan dalam sekejap aku berada di gendongan mas Pram, dengan lidah saling membelit. Kaki-ku melingkar kuat di pinggang-nya dan tangan kokoh mas Pram menangkup bokong-ku. Ia berjalan ringan masuk lebih dalam ke air laut.

Setitik Temu di Ujung Sendu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang