introduction: part one

14.4K 1.5K 115
                                    

"Hey, buddy, now it's your turn. Choose one."

Ia berdiri di hadapan anak-anak yang sedang berbaris rapi. Beberapa dari mereka terlihat begitu bersemangat, meskipun ada juga yang dari raut wajahnya masih terlihat mengantuk.

Di tangan pria berumur 26 tahun itu terdapat papan kecil yang bertuliskan "High five, Hug, Fist bump, Handshake" dalam format checklist. Ini seperti sudah menjadi bagian dari rutinitasnya di pagi hari, tepat sebelum ia memulai mengajar.

Si anak kecil di depannya bersorak, "High five!" yang mana kemudian ia balas dengan senyum lebar dan tos singkat di tangan anak itu.

Terhitung sudah empat tahun lamanya sejak ia pindah dari Australia kemari. Awalnya, ia hanya berniat untuk menyelesaikan program pertukaran pelajar yang ia ikuti saja di Korea. Namun ternyata seiring berjalannya waktu, ia merasa nyaman di sini dan lebih memilih untuk menetap.

Tetapi nyaman bukan berarti apa yang ia alami di sini selalu menyenangkan.

Alih-alih langsung mendapat pekerjaan sesaat setelah ia lulus kuliah, ia harus menunggu hampir enam bulan lamanya sampai ia diterima di sebuah perusahaan. Sempat beberapa kali juga ia resign dan mengganti pekerjaannya karena ia rasa tidak cocok—entah dengan rekan kerjanya atau suasananya.

Sampai suatu saat ia ditawari lowongan pekerjaan oleh salah satu temannya semasa kuliah, Sunghoon namanya, untuk menjadi guru Bahasa Inggris di salah satu taman kanak-kanak swasta di Seoul. Sunghoon bilang, pamannya adalah pendiri sekaligus kepala sekolah di situ, dan mereka sedang membutuhkan guru baru. Dan melihat Jake yang seorang native english speaker membuatnya berpikir, kenapa tidak ditawari saja?

Si pemuda Australia—yang kebetulan saat itu masih dalam proses mencari pekerjaan, pun menerima tawarannya.

Lucu, pikir Jake. Ia bahkan bukan lulusan prodi pendidikan usia dini—atau sarjana pendidikan secara general. Tetapi kinerjanya dianggap sangat bagus oleh si kepala sekolah dan juga guru-guru lainnya. Mereka bilang, tidak pernah ada guru laki-laki yang tahan mengajar di sini selepas dua bulan.

Mungkin karena sifat naturalnya yang lembut dan gampang membaur dengan anak-anak membuat Jake cepat beradaptasi di tempat ini. Dan hari ini adalah tepat Jake menghabiskan tujuh bulannya mengajar di situ.

Kalau dibilang pekerjaannya gampang, Jake rasa itu tidak sepenuhnya benar. Karena setiap harinya pasti ada saja kejadian-kejadian aneh di tempat kerja. Entah itu murid yang bertanya padanya bagaimana bayi bisa dibuat, atau ada yang diam-diam menyeruput vanilla latte yang ia bawa, lalu merengek minta diantar ke toilet karena perutnya sakit setelah itu. Pernah juga seisi kelas meneriakinya ketika mereka tahu kalau Jake selalu sarapan donat atau croffle.

"Jake-seonsaengnim jangan makan yang manis-manis terus nanti giginya sakit!" atau begitu kurang lebih yang dikatakan anak-anak kelasnya.

Namun selebihnya, Jake cukup senang mengajar di sini. Melihat kepolosan dan antusiasme dari anak-anak ini membuatnya berpikir kalau di dunia ini masih ada yang namanya harapan. Dan tidak ada yang bisa mengalahkan euforia yang ia rasakan ketika salah satu murid memberinya permen di akhir jam pelajaran sebagai tanda terima kasih, atau pada saat ia melihat wajah takjub mereka ketika Jake bertugas menjadi guru pemandu saat tamasya ke kebun binatang. Banyak hal-hal kecil yang terjadi selama ia bekerja di sini dan membuatnya senang.

Seperti saat ini, ia tersenyum menatap Jungwon, rekan kerjanya sesama guru. Bedanya, Jungwon mengajar di kelas Chrysalis, sedangkan Jake di kelas Butterfly. Jungwon berjalan mendekat dengan seorang anak kecil yang wajahnya terlihat asing. Pipinya gembil kemerahan, dan botol minum kecil bermotif dinosaurus hijau menggantung di lehernya, sedangkan jemari mungilnya menggenggam erat tangan Jungwon.

"Murid baru? Masuk kelas lo atau kelas gue?" tanya Jake.

"Kelasnya Kak Jake, sih. Dia udah umur lima tahun. Tadi gue abis dipanggil ke ruang kepsek buat nganterin dia ke kelas Butterfly," jelas Jungwon.

"Telat banget, padahal ini udah tiga minggu lebih masuk tahun ajaran baru."

"Iya, kepsek tadi bilang orang tuanya sibuk banget. Jadi baru punya waktu buat daftarin anaknya di sini kemarin."

Jake mengangguk mengerti. Ia kemudian berjongkok, menyamakan tinggi badannya dengan anak kecil di hadapannya. "Hai, siapa namanya?"

"Ddeonu," jawab si kecil singkat. Jungwon tersenyum mendengar pelafalannya yang lucu. Ia mengoreksi, "Lee Sunoo, maksudnya. Kayanya masih belom bisa ngomong S."

'Lucu banget.'

Jake gemas sendiri melihatnya. "Kalo namanya seonsaengnim Jake. Oh iya, Sunoo mau pilih yang mana?" tanyanya ramah. Ia menunjukkan papan yang sedari tadi ia genggam pada Sunoo.

Sunoo terdiam sesaat. Kemudian tangannya terulur, menunjuk pada opsi hug. Jake tersenyum, ia merentangkan tangannya lebar, menunggu si kecil untuk datang ke pelukannya. "Alright. Come here."

Sedangkan yang kecil terdiam, mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian Sunoo mendongak, melihat Jungwon, seakan meminta bantuan. Yang ditatap hanya tersenyum simpul lalu berkata, "It's okay. You can hug him."

Setelah mendengar hal itu, Sunoo pun melepas genggamannya pada tangan Jungwon lalu menghampiri Jake. Dan meski Jake sudah berjongkok, Sunoo tetap harus berjinjit agar ia bisa melingkarkan lengannya di leher yang lebih tua. Mereka berpelukan singkat sebelum kemudian Jake melepas pelukannya dan menggenggam tangan kecil itu.

Ia berkata, "Ayo, seonsaengnim kenalin ke temen-temen yang lain di kelas."

someone to take you home | HEEJAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang