"Wah! Ayah udah pulang!" seru Sunoo. Ia berlari menuju pintu, di mana Heeseung sedang melepas sepatu dan menaruhnya di rak.
"Hei, anak Ayah belom tidur?"
Heeseung tersenyum lebar. Ia membungkuk, meraih Sunoo ke dalam rengkuhannya dan menggendongnya. Beberapa kali pria itu mencium puncak kepala Sunoo yang aromanya seperti buah persik. Dan ketika Heeseung beralih dari kepalanya ke pipi bulatnya, si kecil hanya bisa tertawa saat ia merasakan hidung mancung Heeseung seperti menggelitik wajahnya.
"Tadi ngapain aja di sekolah?" tanya Heeseung. Ia melangkah ke kamar dengan Sunoo yang masih ada di dalam dekapannya.
"Tadi Ddeonu ke museum! Ada banyak kereta api."
Heeseung mengangkat alisnya. Ia benar-benar lupa kalau hari ini anaknya memiliki jadwal karyawisata. "Sunoo suka, ngga?"
"Eung! Ddeonu suka." Si kecil mengangguk. Kemudian Lee kecil terdiam, ia menunduk dan memainkan kedua telunjuknya-kebiasaan yang anaknya miliki jika ia ingin mengatakan sesuatu tetapi masih ragu-ragu.
Heeseung mendudukkannya di tepi kasur dan kemudian ia berjongkok di depannya. "Ada apa?" tanyanya atentif. Tangannya mengelus lembut lengan Sunoo.
Setelah beberapa saat, akhirnya Sunoo buka suara. "Ayah punya jaket atau selimut yang udah jarang dipake lagi, ngga?"
Heeseung berpikir sebentar. "Ada. Kenapa?"
"Tadi waktu kita jalan ke museum, Ddeonu liat ada bapak-bapak tunawisma," Heeseung mengerjap. Ia belum pernah mengenalkan kata tunawisma pada anaknya. Jadi sudah pasti Sunoo mempelajari kata itu selagi ia tak ada. "Terus katanya Jake-seonsaengnim, kalo misal kita ada jaket atau selimut yang udah jarang dipake, bisa dikasih ke mereka."
"Sure, buddy. Ntar Ayah pilihin satu-satu ya, mana aja yang masih layak untuk disumbangin." Ia tersenyum. "Makasih ya, Sunoo, udah ingetin Ayah."
"Hehe, iya. Ddeonu juga tau itu diajarin sama Jake-seonsaengnim."
"Iya," jawab Heeseung singkat. "Ayah mau mandi dulu sebentar. Nanti Sunoo mau dibacain buku cerita yang mana?"
Raut wajah Sunoo berubah seketika, dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya. Ia perlahan turun dari kasur dan langkahnya membawanya mendekat ke meja komputer milik Heeseung. Dengan susah payah, Sunoo berjinjit, meraih buku berwarna toska dengan ilustrasi simpel namun lucu. Kemudian ia berbalik ke Heeseung dan memberikan buku itu padanya.
"Mau baca ini," ia tersenyum lebar, menunjukkan sederetan gigi-gigi kecilnya.
"Tiny T. Rex and the Impossible Hug," Heeseung membaca judul dari buku itu. "Ini baru?" tanyanya pada si kecil, karena Heeseung ingat ia tidak pernah membelikan buku berjudul ini untuk anaknya.
"Eung!" Si kecil mengangguk. "Tadi Om Jeyi yang kasih buku itu ke Ddeonu waktu jemput Ddeonu pulang sekolah."
Mulut Heeseung membentuk huruf O, kemudian menaruh buku itu kembali di meja. "Ya udah. Tungguin Ayah selesai mandi ya, baru habis itu kita baca bukunya."
─────────────────────────
"...Then Tiny said," sedetik kemudian Heeseung sengaja membuat ton suaranya menjadi seperti anak kecil. "I'm here to make you feel better! I've practiced really hard and hugged many things. My arms are still tiny, and my hugs are still tiny. But I will do my very best. Because you're my very best friend."
Pria itu memberi jeda sejenak. Kemudian ia melanjutkan, namun kali ini Heeseung merubah suaranya menjadi sedikit lebih berat dari sebelumnya, karena karakter ini digambarkan di buku seperti dinosaurus yang jauh lebih besar daripada si T. Rex-si karakter utamanya. "Aw, thank you, Tiny. That was the biggest hug ever. The end."
KAMU SEDANG MEMBACA
someone to take you home | HEEJAKE
RomanceKisah di mana hidup Jake menjadi simpang siur setelah ia bertemu dengan seorang single parent bernama Heeseung. Atau sebaliknya, di mana Heeseung selalu berusaha merasionalkan pikirannya sendiri tiap kali ia melihat interaksi antara anaknya dengan s...