let's talk about love

6.8K 1K 117
                                    

cw // subtle implications of verbal bullying

─────────────────────────

"Gue akhirnya bilang ke dia."

Jay mengangkat kepalanya dari hidangan di hadapannya, menatap lelaki yang lebih tua darinya satu tahun.

Mereka kini sedang berada di salah satu restoran steak ternama. Jay, yang kebetulan sedang memiliki urusan bisnis di pusat kota — sangat dekat dengan lokasi HYBE Book Group, memutuskan untuk mampir dan mengajak Heeseung makan siang bersama. Dan Heeseung, yang bosan dengan menu kafetaria kantor pun menyetujui ajakan Jay. Sudah lumayan lama juga mereka tidak duduk di meja yang sama dan menikmati makanan. Terakhir kali mereka bertemu juga sudah sebulan yang lalu, ketika Sunoo berulang tahun.

"Siapa?"

"Jake."

Jay mengangguk singkat, sekilas masih mengingat pertemuan pertamanya dengan pria yang sedang dibicarakan. "Bilang apa?"

Yang lebih tua menaruh pisau dan garpunya sejenak. "Kalo gue udah cerai," ia memberikan jeda beberapa detik, seolah ragu dengan potongan kalimat yang akan ia lontarkan selanjutnya. "Dan... tentang kenapa gue cerai."

Heeseung bisa melihat dengan jelas bagaimana terkejutnya Jay dengan ucapannya barusan.

"You told him that too? Dia yang tanya?"

Ia cepat-cepat menggeleng. "Dia ngga tanya apa-apa. The moment just felt right, and somehow, he looks like someone I can trust."Jay yang mendengar itu sedikit mencondongkan badannya ke depan dan menaruh dagunya di punggung tangan. "Dan sebelum gue sadar, gue udah ungkapin semua yang ngganjel di pikiran gue selama beberapa tahun belakangan ini. And he was just...so thoughtful. Bahkan ketika gue selesai cerita pun dia ngga komentar apa-apa."

Matanya sekilas bertemu dengan milik Jay yang masih menaruh atensi penuh padanya.

"Dia cuma bilang makasih udah mau terbuka ke dia."

"I see..." Jay mengubah posisinya menjadi lebih rileks. Punggungnya bersandar pada kursi dan jemarinya memainkan leher gelas yang berisi jus. Sementara Heeseung kembali melanjutkan makannya. "Terus? Kalian sekarang udah pacaran?"

Tidak mengekspektasikan pertanyaan itu keluar dari mulut Jay, Heeseung tersedak potongan daging yang sedang ia kunyah.

"Hah?"

Pria yang lebih muda mengerjap. "Sorry, terlalu cepet?"

"Iyalah," dengan kedua ujung telinga yang sedikit memerah, ia mengambil minumannya dan menegaknya hingga tersisa setengah gelas saja. "Lagipula," Heeseung mengelap tetesan jus di ujung mulutnya dengan sapu tangan. "Ini bukan tentang gue aja. Ini tentang Sunoo juga."

Right.

Heeseung sedari dulu memang sering dikatakan kalau ia adalah orang yang tidak mementingkan dirinya sendiri, sampai ke titik dimana ia secara tidak sadar selalu meletakkan kebahagiaan dirinya sendiri di urutan nomor sekian dan mengutamakan orang lain terlebih dahulu. Ditambah lagi semenjak ia memiliki Sunoo, yang mana membuat alasan dan tujuan hidup Heeseung kini benar-benar hanya berputar untuk anaknya saja.

Bukannya Heeseung tidak memiliki pilihan lain, namun itu memang inginnya dia. Bagaimana pun juga ia adalah ayahnya Sunoo, satu-satunya yang Sunoo miliki saat ini. Jadi memang sudah seharusnya ia mementingkan Sunoo daripada dirinya sendiri.

Sebagian dari dirinya berpikir kalau ini adalah sifat natural yang dimiliki setiap orang tua dan khusus ditujukan kepada anaknya, karena, jika ia ingat kembali, orang tua Heeseung juga sama sepertinya — ibu bapaknya selalu menempatkan kebutuhan dan kebahagiaan Heeseung di atas segalanya — bahkan hingga saat ini, ketika umur Heeseung sudah memasuki kepala tiga.

someone to take you home | HEEJAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang