the proposal

6.8K 1.1K 156
                                    

Author's note:

Sebelum mulai chapter ini, kalian bisa baca secuil update di twitter aku yaa. Username twitterku tanukiwrite.

Enjoy!

────────────────────────

Sudah berapa lama kira-kira semenjak Heeseung tidak lagi duduk di bangku sekolah? Sepuluh — tidak, lima belas tahun? Ya, kira-kira begitu. Sudah sangat lama sekali semenjak ia tidak lagi memiliki titel sebagai seorang pelajar. Dan rasanya wajar jika Heeseung sudah lupa dengan hari-hari peringatan nasional yang biasanya membuat kegiatan belajar-mengajar di sekolah hanya tersisa setengah hari saja.

Seperti sekarang.

Heeseung baru saja keluar dari ruangan meeting ketika ia menyadari ada pesan serta panggilan tidak terjawab dari Jake yang sudah menumpuk di ponselnya. Ia tak perlu mengecek satu persatu isi dari pesannya. Sudah pasti ini tentang Sunoo.

Rasa panik mulai naik hingga ke tenggorokannya dan ia tidak bisa hanya duduk diam di kursinya saja. Dengan cepat, ia pun menelepon nomor Jake.

"Ya, Mas Heeseung?"

Heeseung menahan nafasnya ketika Jake mengangkat telepon. Ia terkadang masih suka lupa kalau Jake kini memanggilnya dengan sebutan'mas' — tentu saja Heeseung tidak keberatan, ia sangat suka malah. Tapi itu bukanlah poin permasalahan saat ini, jadi ia mengabaikan dahulu sensasi kupu-kupu yang menjalar di perutnya dan mencoba untuk fokus ke niat awal ia menelepon Jake.

"Maaf tadi saya lagi meeting. Tadi kamu telfon saya, ya? Ada apa? Sunoo ngga kenapa-napa, kan?"

Jake menggumam pelan mendengar serentetan pertanyaan yang dilontarkan Heeseung. Latar belakang suara di tempat Jake berada saat ini terdengar sedikit ramai, seperti ia sedang berada di dekat jalan raya, dan itu tidak membuat rasa panik yang dimiliki Heeseung berkurang sedikit pun.

"Gapapa kok, Mas. Aku tadi nungguin Mas Heeseung atau adeknya Mas buat jemput Sunoo, soalnya hari ini sekolahnya cuma sampe jam 12 aja. Tapi aku tungguin sampe jam 2 siang Sunoo belom dijemput-jemput juga. Terus karena pihak security sekolah mau ngunci pager, aku akhirnya bawa Sunoo ke tempatku. I hope you don't mind..."

Heeseung menghela nafasnya lega, paling tidak anaknya baik-baik saja dan berada di tangan seseorang yang tepat. Meskipun begitu, masih ada sedikit rasa khawatir di hatinya. Dan seakan bisa menghilangkan kegelisahan yang ia rasakan, Heeseung berjalan mondar-mandir di koridor kantor sambil menempelkan handphone di daun telinganya, membuat Riki sedikit kebingungan melihat Heeseung yang jarang menunjukkan sisi gusarnya di kantor.

"Maaf ya, Jake, saya jadi ngerepotin kamu lagi."

"Gapapa kok, Mas. Umm..." Jake tiba-tiba berhenti di tengah kalimat, sepertinya ia sedang melakukan aktivitas lain di tengah menelepon Heeseung. "Mas mau ngomong ke Sunoo, kah? Ini kita lagi di bus perjalanan menuju tempatku."

Heeseung melipat tangannya di depan dada dan ia tidak sengaja bertukar pandang dengan Riki — yang kemudian rekannya itu buru-buru menunduk dan melanjutkan lagi pekerjaannya.

"Boleh. Mana Sunoo?"

Dari ujung sambungan telepon, Heeseung dapat mendengar dengan samar suara bel dan pemberitahuan dari speaker bus. Kemudian ia juga dapat mendengar Jake yang mengatakan kalimat seperti 'Sunoo-ya, ini Ayah'. Dan Heeseung harus mencubit dirinya sendiri agar tidak sumringah saat mendengar suara guru muda itu yang memanggilnya dengan sebutan ayah.

"Ayaaaah!"

"Hey, buddy. Sunoo lagi di bus ya? Ke rumahnya Jake-ssaem?"

Ia yakin tadi Sunoo mengangguk sambil memegang handphone milik Jake karena Heeseung mendengar suara gemerasak yang lumayan kencang. "Iya. Ayah, maafin Ddeonu ya, Ddeonu lupa kasih surat pengumuman dari sekolah ke Ayah."

someone to take you home | HEEJAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang