Dari sekian banyak sudut pandang, bisa dikatakan Heeseung termasuk kategori ayah yang baik.
Okay, untuk kali ini, kita kesampingkan dulu fakta bahwa ia bukanlah ayah yang jago dalam urusan di dapur. Opsi sajian yang bisa ia masak di rumah hanya berputar di situ-situ saja. Kalau tidak nasi goreng, omelet, ya sup ayam. Kalau sudah bosan, ia biasanya akan membeli makanan di restoran di pusat kota dan membawanya pulang untuk dimakan bersama. Atau bisa juga telefon layanan pesan-antar.
Lain dari itu, ia menguasai apa saja yang menjadi kewajibannya sebagai seorang ayah. Ia bekerja keras — sampai wajahnya pucat dan kakinya mati rasa, agar ia dan Sunoo tidak harus merasakan yang namanya hidup dalam kekurangan. Ia mengajarkan Sunoo konsep dari kebebasan berpendapat dan berekspresi sedari kecil, ia juga yang mengajarkannya konsep consent sedari dini, yang sebenarnya pun, masih banyak orang tua di luar sana yang belum sadar akan kurangnya penerapan konsep consent di kehidupan sehari-hari. Namun Heeseung tidak begitu.
"Sunoo udah selesai makan? Mau sikat gigi sekarang atau lima menit lagi?"
"Lima menit lagi."
"Okay."
Atau,
"Mau Ayah bantu pilihin sepatu?"
"Engga, hari ini Ddeonu mau pake sendal aja."
"Okay."
Jika Sunoo menolak, ia tidak akan memaksa. Sesimpel itu konsep consent yang ia coba contohkan pada Sunoo. Dan ia harap anaknya juga bisa paham dan menerapkannya, karena consent itu penting, dan memaksakan pendapat personal ke orang lain itu tidak baik.
Heeseung juga sudah mengajarkan Sunoo konsep dari body boundaries, tentang bagian tubuh mana saja yang boleh orang lain sentuh — tentu saja dengan consent, dan mana saja yang tidak boleh atau tidak pantas untuk orang lain sentuh. Selain itu berguna untuk keamanan Sunoo sendiri, sudah terlampau banyak juga wanita di dunia ini yang menjadi korban dari kekerasan atau tindak pelecehan yang dilakukan — kebanyakan dari lelaki, dan Heeseung tidak ingin Sunoo menjadi salah satunya ketika ia sudah besar kelak.
Dan kalau kalian pikir semua yang Heeseung coba ajarkan ke Sunoo selama ini berjalan baik-baik saja, kalian salah. Karena ada kalanya juga ketika Sunoo tidak menurut padanya. Dan jika itu terjadi, dibanding hukuman, Heeseung lebih memilih konsep dari pendisiplinan. Misal ia harus mengurangi waktu Sunoo untuk menonton TV pada hari itu, atau Sunoo harus tidur dua jam lebih awal. Hal-hal seperti itu pernah terjadi. Dan selepas itu, ia juga menjelaskan pada Sunoo apa konsekuensi yang terjadi dari pilihan yang sudah ia pilih namun tidak ia jalani, agar Sunoo tidak mengulanginya di lain hari.
And luckily, it works.
Namun dari sekian banyak hal yang harus ia lakukan sebagai seorang ayah, ini adalah kali pertamanya ia mendapatkan peran terbesarnya sebagai supporter anaknya.
Hari ini adalah hari-H di mana Sunoo mengikuti lomba matematika tingkat TK. Sebulan lebih sudah Sunoo lewati hari-hari Sabtunya dengan Jake sebagai tutor matematika. Segala tipe dan jenis soal seputar penjumlahan dan pengurangan telah Jake ajarkan kepada Sunoo. Sekarang, semuanya ada di tangan Sunoo.
Seharusnya di saat-saat seperti ini yang gugup adalah Sunoo. Tetapi yang ada malahan Heeseung di sini yang merasakan jemari dan kakinya dingin. Ia duduk di barisan kursi penonton kedua paling depan, bersama dengan banyak orang lainnya. Sunoo ada di depan sana, duduk di belakang meja panjang. Di hadapannya disediakan satu spidol hitam dan satu papan tulis berukuran kecil. Dan di antara peserta-peserta lainnya, Sunoo adalah salah satu yang paling mungil.
Lombanya akan dimulai dalam hitungan menit, dan kaki Heeseung sedari tadi tidak bisa berhenti bergerak, tanda ia sedang gelisah.
Ding!
Ponselnya berbunyi, dan saat ia merogoh isi kantungnya, ia menemukan notifikasi pesan baru.
From: Jake (Sunoo's English Teacher)
Good luck buat kalian berdua! Maaf ya ga bisa ada di sana, aku harus ngajar dan kebetulan ngga ada guru pengganti yang cukup senggang buat hari ini. Just know that I'm always rooting for Sunoo ️^^
Dengan singkat, Heeseung membalas pesan dari Jake sebelum kembali memusatkan atensinya pada Sunoo di depan sana.
"We will start the Kindergarten Math Competition now."
─────────────────────────
"Kenapa sih, Kak, dari tadi ngecekin hape mulu?" tanya Jungwon.
"Gapapa, Sunoo lagi lomba. Gue penasaran aja sama gimana hasilnya. Ayahnya belom ngehubungin gue lagi."
"...Kak Jake, maaf. Tapi lo kan bukan siapa-siapanya mereka."
"Jungwon! Gue nangis, nih," balas Jake sambil menunjukkan ekspresi sedih yang dibuat-buat.
"E-eh jangan nangis di sini. Malu atuh, Kak, sama anak-anak," kata Jungwon setengah bercanda. "Eh, tuh, hapenya Kak Jake nyala."
Jungwon bersumpah ia tidak pernah melihat tangan Jake bergerak secepat itu untuk menyambar ponselnya.
"He did it, Won! Dia menang juara dua!! Dia cuma beda 2 poin doang sama yang juara satu, but still! Gue bangga banget!" ia tersenyum sangat lebar sampai-sampai ia merasakan pipinya sakit.
"Oh, ya? Wah, keren! Kak, lo juga keren banget, soalnya Kak Jake yang udah ngajarin Sunoo," Jungwon merangkul pundak Jake.
"Ehehe makasih, Wonie."
Dan di tengah-tengah pembicaraan mereka, layar ponsel Jake menyala lagi, menunjukkan ada pesan baru.
From: Ayahnya Sunoo
Kamu Sabtu ini free, ngga? Mau saya traktir makan siang. Kita bertiga aja; kamu, saya, sama Sunoo. Kalau free, kabarin ya.
Salahkan Heeseung yang sudah mengirim pesan seperti itu. Gara-gara dia, saat ini Jungwon jadi satu-satunya yang harus menopang berat tubuh Jake karena si pemuda asal Australia itu tiba-tiba terkulai lemas di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
someone to take you home | HEEJAKE
RomanceKisah di mana hidup Jake menjadi simpang siur setelah ia bertemu dengan seorang single parent bernama Heeseung. Atau sebaliknya, di mana Heeseung selalu berusaha merasionalkan pikirannya sendiri tiap kali ia melihat interaksi antara anaknya dengan s...