cw // mentions of alcohol
─────────────────────────
Jam bergaya minimalis yang menggantung di dinding telah menunjukkan lebih dari pukul sepuluh malam, namun yang masih terduduk di sofa belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengakhiri hari. Dengan dua gelas wine yang hampir habis, keduanya tenggelam dalam pembicaraan mereka. Beberapa kali keduanya tertawa. Lumayan mengisi kesunyian, tetapi tidak cukup untuk memecah kegaduhan.
"Kapan hari pas gue jemput Sunoo, dia bilang kalian sempet ngundang guru TK-nya buat makan bareng di sini. Bener?"
"Iya, guru bahasa Inggrisnya Sunoo di sekolah," jawab Heeseung. "Lo tau kan anak gue abis menang lomba matematika?"
"Iya," Jay mengangguk.
"Ya dia yang ngajarin Sunoo. Makanya Sunoo bisa menang."
Jay mengangkat kedua alisnya, namun ekspresinya tetap tenang. "Hmm... I see."
Heeseung menghela nafas panjang. Dan ketika Jay tahu kalau helaan nafas itu adalah indikasi dari sesuatu sedang dipendam oleh yang lebih tua, Jay bertanya,
"Ada apa, Bang?"
"Engga," ia menggeleng pelan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan bertemu pandang dengan adik sepupunya itu. "Lo pernah, ngga, ketemu orang yang nyaris sempurna?"
"Sejauh ini belom pernah, sih," balasnya. "Wait, ini kita masih ngomongin gurunya Sunoo, kah?"
"Iya...?" jawabnya ragu.
"What's with the tone? Jadi ini iya atau engga?" tanya Jay sedikit tidak sabaran.
"Iya, ini tentang dia." Heeseung menopang salah satu sisi wajah dengan tangannya. Dan Jay, seakan mengerti situasinya, menuangkan lagi wine di kedua gelas sampai terisi setengah penuh. Ia kemudian menyodorkan salah satu pada yang lebih tua, dan Heeseung menerimanya. Heeseung melanjutkan, "Look, here's the thing, I know he likes me, for sure. But–"
"How do you know he likes you? Did he tell you?" potong Jay.
"Engga, sih. But I'm not that oblivious. Keliatan dari gerak-geriknya," ia menyesap minumannya sedikit. "Telinganya selalu merah kalo gue ngeliat dia. He didn't flinch away if our hands brushed. Dan dia keliatan nervous kalo kita cuma berduaan aja tanpa Sunoo."
"Okay, that makes sense. Lalu kenapa lo bilang dia nyaris sempurna?"
"Dia suka anak kecil — dia bahkan hampir aja ngasih Sunoo free math lessons kalo gue ngga kekeuh buat bayar dia. Dan tiap kita ke rumahnya, dia selalu masakin sesuatu buat kita berdua. Dia juga yang udah ngajarin gue caranya masak. He's smart too. Dia paham situasi gue yang ga bisa selalu ada buat Sunoo, tapi dia ngga nyalahin gue," jelas Heeseung. Ia menaruh gelasnya di meja. "But there has to be a catch, right? Orang kaya gitu ngga ada di dunia ini."
"Bang Hee," Jay kembali menaruh gelas wine-nya di atas meja, padahal ia belum meminumnya sama sekali. "It's been, like, what? Two years?"
"Almost three,"
"Exactly. Ini udah hampir tiga tahun sejak lo cerai. And if he likes you, dan lo juga mikir dia sempurna, then why don't you try it? You're attracted to men too, right?"
"Jay, stop." Heeseung sepenuhnya mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang Jay lontarkan.
"Tapi, Bang, kalo lo begini terus–"
"No, Jay. You don't understand!" Heeseung menaikkan oktaf suaranya. Wajahnya memerah, entah karena efek alkohol atau karena emosinya sedang meluap-luap. "Lo ga tau rasanya ada di posisi gue. Cinta tuh selalu begitu — selalu ada pihak yang menyakiti dan disakiti. Dan gue udah muak."
"Bang, dia bukan mantan istri lo. He's a completely different person."
"Yeah, but what if that's his catch? Gimana kalo dia sebenernya sama aja sifatnya kaya mantan istri gue?"
Jay menghela nafas berat. Ia merasa pembicaraan mereka berputar-putar terus dan tidak ada habisnya jika ia tanggapi. Memutuskan untuk mengakhiri pertemuan mereka malam ini, ia menegak wine-nya sekali tandas lalu berdiri.
Mungkin ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hal ini dengan Heeseung. Lain kali, jika ia bertemu dengan Heeseung — dan jika mereka dalam keadaan sepenuhnya sadar dan tidak mabuk, mungkin ia akan mencoba membahasnya lagi demi kebahagiaan kakak sepupunya itu.
"Alright, if that's what you believe. Tapi gue tetep percaya kalo tiap orang tuh beda — begitu juga dengan si guru TK-nya Sunoo." Jay menepuk pundak Heeseung pelan, berusaha sedikit menenangkannya. "Gue balik dulu, udah malem."
"You're going? But you're tipsy, jangan nyetir. Kenapa ngga nginep di sini aja? Ada kamar kosong," tawar Heeseung.
"Gue udah pesen Uber, kok. Ntar lagi nyampe. Lagian besok pagi juga gue kudu ke kantor bokap. Kantornya kan lebih deket dari tempat gue ketimbang dari sini. Males macetnya kalo kejauhan."
Heeseung menarik nafas singkat, mengangguk. "Hati-hati, ya. And, uh... Sorry buat yang tadi."
"Gue paham. Lo butuh waktu," suara notifikasi dari ponsel Jay mengalihkan perhatiannya. "Jemputan gue dah di sini. Duluan ya, Bang Hee."
KAMU SEDANG MEMBACA
someone to take you home | HEEJAKE
RomanceKisah di mana hidup Jake menjadi simpang siur setelah ia bertemu dengan seorang single parent bernama Heeseung. Atau sebaliknya, di mana Heeseung selalu berusaha merasionalkan pikirannya sendiri tiap kali ia melihat interaksi antara anaknya dengan s...