Kalah Saing | 33

66 8 0
                                    

Nadhifa Aurelia Prakasa, itu nama lengkapnya. Nama yang Dhifa pakai dari ia duduk di bangku sekolah dasar sampai menengah pertama, sebelum akhirnya memasuki masa putih abu-abu orang lebih mengenalnya sebagai Nadhifa Aurelia saja, tanpa embel-embel Prakasa.

Bukan berarti ia melepas nama itu, hanya tidak terlalu memakainya saja untuk keperluan sekolah, walaupun di kartu keluarga dan akte kelahiran nama Prakasa akan tetap melekat di nama belakangnya.

Kecuali kalo nanti ia menikah, tentu saja nama belakangnya akan berganti menjadi nama belakangnya suaminya. Adhiyastha, mungkin.

Berbicara tentang Kavin, Dhifa sudah memikirkan ini baik-baik, ia akan tetap melanjutkan rencananya untuk membuat Kavin jatuh cinta dan membuat Citra patah hati, ia juga akan mengawasi Sandra untuk berjaga-jaga kalau diam-diam Citra membocorkan rencananya pada Kavin.

Intinya Sandra yang harus bertanggung jawab untuk kekacauan yang nanti bisa terjadi. Sebab mengeluarkan sejumlah uang puluhan juta bukan perkara mudah.

Oke ralat, mungkin mudah karena uang segitu jelas tidak ada apa-apanya untuk David, tapi kalau Dhifa bilang soal taruhan itu pasti akan tetap kena marah. "Lunas, ya taruhan kita. Dan soal Citra, gue pegang janji lo untuk tanggung jawab," ucapnya.

"Tenang aja," jawab Sandra. "Udah ayo ke kantin."

*****

Dhifa benar-benar harus bersyukur sekarang, berkat Kavin semua nilainya meningkat walau tidak sempurna tapi jelas jauh lebih baik.

Jadi dengan kesadaran penuh, Dhifa akan langsung menemui Kavin untuk membahas perkembangan nilainya.
Sekalian modus, tentunya.

"Kapan kita mulai kerja kelompok, Fa?" itu suara milik Tasya, teman sebangku Ara.

"Nanti aja kalau udah deadline," jawab Dhifa asal. "Sans aja nggak usah buru-buru." tangannya sibuk memasukkan buku beserta alat tulis lainnya ke dalam tas.

"Tugasnya sih emang lumayan gampang, tapi tetep aja kita butuh banyak materi sama contoh soal, takut ga keburu kalo ngerjainnya mepet," Citra ikut menimpali, karena memang mereka berada di kelompok yang sama.

Aneh, kenapa juga pak Harris harus menentukan kelompok secara acak seperti ini, mungkin kalau dari barisan atau tempat duduk, Dhifa bisa sekelompok bersama kedua sahabatnya.

"Tapi kalo sekarang gue nggak bisa. Banyak urusan," balas Dhifa.

"Ketemu Kavin?"

Dhifa menatap malas ke arah Citra, "Itu salah satunya." lalu beranjak sambil menenteng tas ranselnya, "Oh iya, Sya. Lo kabarin gue aja nanti."

Lalu pergi setelah pamit pada Ara dan Sandra yang duduk dibangku belakang bersama kelompok mereka.

"Gue nggak tau kalo interaksi lo sama Kavin makin akrab sekarang," ucap Citra ketika dirinya berhasil berjalan menyusul Dhifa.

"Kenapa? Takut kalah saing?"

"Kita nggak lagi saingan, Fa. Kavin bukan barang yang bisa direbutin."

Dhifa menghentikan langkahnya, lalu beralih menghadap Citra. "Oh bagus kalo gitu. Lo yang harus jauh-jauh dari dia."

"Kenapa harus?" Tanya balik Citra. "Lo yang baru sama kenal sama dia, gue bahkan jauh di atas lo."

NADHIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang