Wali Kelas | 10

197 21 0
                                    

Pelajaran pertama di kelas XII IPA 4 adalah matematika. Kini di dalam kelas sudah ada Pak Harris, guru mata pelajaran matematika yang gantengnya hampir sebelas dua belas dengan Vino G. Bastian. Mungkin terkesan lebay, tapi banyak yang berpendapat seperti itu. 

Salah satunya Sandra.

Sandra itu pecinta cogan, dan Pak Harris masuk ke dalam kriteria cogan versi Sandra. 

Maka lihat. Apa yang Sandra lakukan sekarang setelah melihat Pak Harris sudah berada di dalam kelas.

Dia langsung memasang senyum semanis mungkin dan membenarkan tatanan rambutnya agar terlihat lebih rapi. Tidak peduli dengan tatapan aneh dari Dhifa, yang duduk di sampingnya. Sedangkan Ara duduk dengan Tasya, teman sekelas mereka di kelas X. 

Pak Harris mulai menulis materi matriks di papan tulis. memberi rumus dan beberapa contoh soal untuk dipelajari. Sebenernya matriks sudah di pelajari dari mereka kelas X, hanya saja di kelas XII diulangi lagi tapi dengan materi dan contoh soal yang lebih lengkap dan rumit.

Dhifa melirik sandra yang begitu terlihat fokus melihat ke depan, bukan fokus mendengarkan apa yang Pak Harris sampaikan. Tapi fokus melihat siapa yang menyampaikan. Sudah bukan hal asing lagi, jika sebagian murid perempuan di sini begitu mengagumi Pak Harris. Dia masih muda dan paling ganteng diantara semua guru cowok yang ada di SMA Cempaka.

Kriiing. Kriiing. Kriiing

“Jangan lupa tugasnya dikerjakan,” kata Pak Harris, menyelesaikan tugas mengajarnya karena bel istirahat sudah berbunyi. 

“Baik, Pak,” jawab serempak kelas XII IPA 4.

Belum lama Pak Harris keluar kelas, pekikan Sandra sudah lebih dulu keluar. “GILAAA! Gua si betah lama-lama belajar MTK kalo gurunya kaya Pak Harris gitu.”

“Kenapa emang?” tanya Ara.

“KENAPA?! LO NANYA KENAPA?! Lo gak bisa liat kalo Pak Harris tuh ganteng banget. Biarpun MTK pelajaran yang susah, tapi kalo Pak Harris yang ngajar semua jadi terlihat lebih mudah,” kata Sandra terdengar lebay.

“Mulai deh lebaynya,” balas Ara. 

“Jangan bilang lo suka sama pak Harris,” kata Dhifa penuh selidik. 

Sandra melotot mendengar pernyataan Dhifa, “Gue masih waras buat gak suka sama guru sendiri. Lagian orang cuma kagum doang,” elak Sandra.

“Gue cuma mau mastiin aja. Kiraiin lo suka beneran.”

“Tapi emang pak Harris tuh ganteng, sih,” ujar Ara.

Sandra baru saja ingin membalas jika dia tidak lebih dulu melihat Dhifa berjalan keluar kelas. “Dhifa! Lo mau kemana?!” teriak Sandra.

“Toilet.”

“Gue sama Ara ke kantin duluan, ya. Nanti lo nyusul,” kata Sandra yang langsung menyusul langkah Dhifa bersama Ara.

“Iya.” lalu mereka berpisah saat sampai di lantai satu. Ara dan Sandra berjalan lurus menuju kantin, sedangkan Dhifa berbelok menuju toilet yang berada di lantai satu. 

Langkahnya mendadak terhenti saat melihat Kavin yang berjalan di depannya dengan seragam olahraga berwarna biru. “Kavin!” Dhifa memukul mulutnya sendiri, saat dirinya justru refleks memanggil Kavin.

Dasar bego–batin Dhifa. 

Merasa namanya terpanggil, Kavin memberhentikan langkahnya dan membalikkan badannya untuk melihat ke sumber suara. 

Melihat siapa yang memanggil namanya, Kavin berniat balik badan sebelum tangan Dhifa menahan pergelangan tangannya. 

Mengangkat alisnya sambil menatap Dhifa, seakan berkata, ‘Kenapa?’

NADHIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang