Tontonan Gratis | 8

249 26 3
                                    

Kavin, Liam, Edwin, dan Vano sedang berada di dalam kelas. Hari ini Kavin akan menceritakan kejadian kemarin saat dirinya tidak sengaja menabrak mobil Dhifa.

Kavin menceritakan semuanya kecuali soal Dhifa yang meminjam uang tadi malam. “Tapi dia gak ganti rugi motor lo?” tanya Edwin. 

Kavin menggeleng sebagai jawaban. “Gak heran, sih. Namanya juga Dhifa, gak pernah mau kalah,” ujar Edwin yang dibalas anggukan oleh Vano dan juga Liam.

“Betul tuh,” timpal Vano.

Tak lama terdengar suara Anton berteriak di ambang pintu. “KAVIN, ADA YANG NYARIIN LO NIH!” mendapat tatapan heran dari Kavin, Anton langsung melanjutkan ucapannya, “ARA! SOHIBNYA DHIFA.”  

*****

Dhifa sibuk dengan ponsel di tangannya, memandangi akun media sosial yang ia punya dan melihat beberapa postingan followersnya.

Dhifa orang yang cukup aktif di media sosial, followersnya pun banyak. Jangan salah. Seorang anak pengusaha sukses sudah pasti terkenal. Belum lagi Dhifa juga cukup terkenal di sekolahnya dan rata-rata pengikutnya hampir semua anak SMA Cempaka, baik yang seangkatan maupun adik kelas. 

Dhifa dikenal bukan karena prestasinya, melainkan karena kecantikan dan pastinya karena dia anak dari David Prakasa, pengusaha sukses sekaligus donatur tetap di sekolahnya saat ini. 

Tapi jangan heran, walaupun Dhifa anak dari donatur tetap di sini, ia tidak pernah mendapat perlakuan berbeda dari murid lainnya. Ia tetap dihukum jika melanggar peraturan. Di SMA Cempaka, semua murid diperlakukan sama, tidak ada yang dispesialkan. Termasuk Dhifa. 

“Ara, kok lama, ya? Jangan-jangan ngobrol dulu nih dia sama Kavin,” baru saja Sandra menyelesaikan ucapannya, yang dibicarakan datang dari arah pintu kelas. 

Tapi tunggu! Ada yang aneh dengan Ara. Mukanya terlihat kesal. Dhifa baru saja ingin bertanya tapi Ara sudah lebih dulu menaruh selembar uang seratus ribu di atas meja.

Dhifa memandangi uang itu lalu berganti memandang Ara dengan mengangkat sebelah alisnya. Seakan bertanya, “Kenapa?

Seakan tahu apa yang ada dipikiran Dhifa, Ara langsung menjawabnya, “Kavin gak mau menerima uangnya.” 

“Dia gak mau duitnya diganti?” tanya Sandra.

“Mungkin mau kalo Dhifa yang balikin,” jawab Ara.

“Maksudnya?” kali ini suara Dhifa yang bertanya.

Ara menghela napas lalu menceritakan kejadian saat dia mengembalikan uang pinjaman itu.

Ara berkali-kali menarik napas saat dirinya sedikit lagi sampai di kelas Kavin, berusaha menormalkan detak jantungnya yang berdegup kencang entah karena apa. 

Ara dapat melihat Anton, ketua kelas XII IPA 1 sedang berdiri di depan kelas dan sibuk dengan ponsel di tangannya. Ara meminta tolong Anton untuk memanggilkan Kavin, karena ada sedikit urusan yang harus dibahas dengannya.

Ara meringis saat mendengar Anton teriak di depan pintu. Ia merasa keadaan kelas IPA 1 yang tadinya bising tiba-tiba hening ketika mendengar teriakan Anton. 

Emang harus banget teriak-teriak gitu, ya. Kan bisa disamperin–batin Ara.

Sedangkan di dalam kelas IPA 1 mereka semua menatap penasaran kenapa Ara bisa mencari Kavin. Vano yang baru saja mengeluarkan ponsel dari dalam tas, langsung mendongak menatap Kavin. “Lo ada urusan apa sama Ara?” tanyanya kepo. 

Kavin mengedikkan bahu pertanda tidak tahu.  “Mending lo samperin aja dulu,” ucap Edwin. 

Kavin mengiyakan dan langsung berjalan ke arah pintu kelas. Di sana terdapat satu perempuan yang Kavin kenal. 

NADHIFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang