Tinggal hitungan hari, Aisyah akan resmi menjadi tunangan seorang Mirza Asyraf humam. Jika Aisyah tak sabar menantikan hari bahagianya, berbeda dengan Mirza yang semakin hari semakin ragu akan keputusannya. Apakah keputusannya ini sudah benar? Bahkan keputusan sebesar ini, masih menjadi rahasia dari sahabat-sahabatnya.
Pikiran serta hatinya seakan sedang bertempur, dia tidak bisa berbohong, bahwa semenjak mengenal Zahra, dirinya kembali merasakan bahagia, kebahagiaan yang selama ini telah hilang dari kehidupanya. Tapi, dia tidak bisa menampik pikirannya, jika sampai dia membatalkan lamaran ini, bagaimana dengan Aisyah? Apakah dirinya tega menyakiti Aisyah, yang selama ini telah baik kepadanya?
Terlalu banyak berpikir, telah membuat pening di kepalanya. Sungguh, Mirza bingung harus melakukan apa. Mungkin, dengan memberitahu Vino dan Narendra, itu bisa membuat ringan beban pikirannya.
Mirza pun memutuskan berjalan menuju kamar yang di tempati oleh Vino dan Narendra. Sampai di sana Mirza pun sedikit ragu untuk memasukinya, saat hendak berbalik seorang yang ingin ditemuinya berada tepat di belakangnya."Tumben-tumbenan kamu ke sini Mir?" tanya Narendra yang melihat Mirza di depan pintu kamarnya. Mereka pun memilih masuk ke dalam kamar terlebih dahulu.
"Ada yang mau aku omongin sama kalian," ucap Mirza dengan hembusan napas beratnya. Merebahkan diri di kasur sembari menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
"Mukamu kok serius banget sih? Kenapa kamu lagi ada masalah? Atau kamu udah nyadarin perasaanmu kepada Zahra?" cecar Vino sembari menaikan sebelah alisnya.
"Atau kamu malu ya buat ngungkapin? Mau aku bantu nggak? Tenang, gini-gini aku itu jagonya naklukkin wanita," sahut Narendra dengan membusungkan dada dan menepuk bagian kirinya.
"Aku setuju, Zahra juga wanita yang baik, cocok lah sama kamu," timpal Vino dengan kerlingan jailnya.
Astagfirullah! Rasanya Mirza ingin sekali mengumpat di depan mereka berdua. Kenapa mereka malah berniat menjodohkannya dengan Zahra. Mendudukan diri di tepi kasur sembari menatap tajam ke arah Vino dan Narendra, bukan merasa lega, justru ocehan kedua sahabatnya, semakin membuat pening kepalanya.
"Kalian bisa diem gak!" bentak Mirza membuat Vino dan Narendra yang tadinya tersenyum lebar kini memudarkan senyumnya. Dia tahu kini Mirza dalam mode serius, yang artinya senggol bacok. Narendra pun menutup rapat mulutnya, dia baru sadar bahwa kini Mirza si ketua gang ganja bati telah menunjukan diri yang sesungguhnya.
Melihat keterdiaman kedua temannya, Mirza pun menghela napas panjang sembari mengacak rambut frustasi. Vino dan Narendra hanya bisa diam, saling pandang, seolah mengirimkan isyarat lewat tatapan mata.
"Aku ingin bicara serius kali ini dan berhenti buat jodoh-jodohin aku sama Zahra!" tegas Mirza.
"Aku bakal mengkhitbah seseorang," sambungnya membuat Vino dan Narendra sontak melebarkan matanya tak percaya.
"Waoah ... Kita bakal didahuluin sama nih anak!" seru Narendra heboh, menghampiri Mirza dan memeluknya dengan erat.
"Tenang aja kita akan doain yang terbaik buat kamu," ujar Vino dengan senyum merekah.
"Jadi kalian setuju?" tanya Mirza memastikan.
"Ya jelas lah kita bakal setuju, kita bakal jadi garda terdepan buat kawal sampai halal," ujar Narendra yang diangguki oleh Vino. Mirza yang sempat ragu, akhirnya sedikit bernapas lega, setidaknya dia bisa melihat wajah bahagia dari sahabatnya. Mungkin keputusannya sudah tepat.
"Jadi kapan kamu bakal mengkhitbah Zahra?" tanya Narendra dengan antusias membuat Mirza terdiam beberapa saat. Ternyata sahabatnya sudah salah paham terhadap dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISLAM IS PERFECT, I'M NOT (Complited)
EspiritualKesalahan masa lalu yang telah mengubah kehidupan si ketua geng motor, membawanya bertemu dengan perempuan yang mengenalkan tentang Islam. Sosok yang membuat dia menemukan cahaya setelah menempuh kegelapan. Di saat yang bersamaan kehadiran sosok bar...