Hukuman untukmu, Tangan!

8.8K 425 39
                                    

"Bu dimana penggaris rotan yang pernah ibu beli?" Tanyaku sambil melangkah mendekati ibu di dapur, dia tengah memasak makan malam dibantu oleh Kak Karina yang duduk di meja, aktifitasnya terhenti seketika disaat mendengar ucapanku.

"Di gudang, kenapa memangnya?" Jawab serta tanya diberikan tanpa menoleh kepadaku, aku menggeleng dan melirik Kak Karina, dilirik olehku dia langsung menunduk dan memotong wortel dengan kedua tangan gemetarannya.

Hmmm.. masih malu sepertinya dia setelah sadar melakukan itu.

"Kalau gitu Shella ke gudang bentar ya bu."

"Nanti sa-" ucapan ibu terhenti karena aku sudah melangkah menuju gudang dibelakang rumah, melewati ibu tentunya dan Kak Karina yang sempat kulirik tengah mendongak.

Setibanya digudang aku langsung membuka pintu besi tersebut, lumayan berat karena berkarat namun aku masih bisa membukanya.

Setelah terbuka aku langsung masuk, tangan kananku sontak terangkat menutupi hidung dan mulut.

Debunya sangat banyak dan terdapat beberapa jaring laba-laba disudut dinding, kugerakkan tangan kiri seolah menepis sesuatu dan bergerak mencari penggaris rotan tersebut.

Kepalaku celingak celinguk dan tatapanku sangat serius sekarang.

Sangat memakan waktu namun akhirnya aku menemui penggaris tersebut, dia ada di sudut dinding, diletakkan dalam posisi berdiri dan tangan kiriku langsung meraih.

Lumayan berat dan keras, kini giliran meja yang aku cari, aku mendongak dan melihat sekeliling dan yap.. aku mendapatkan meja yang lumayan besar serta berdebu.

Perlahan aku mendekat kesana sambil menggenggam erat penggaris rotan ditangan kiri.

Setibanya di meja tangan kananku langsung diletakkan dengan posisi punggung diatas.

Aku menarik nafas lalu dihembuskan kasar, kukulum bibir bawah dan mengangkat tangan kiri dengan tinggi-tinggi.

"Dek ibu mang-"

Splash!

"Aaaaaaaaa." Bukan, bukan aku yang berteriak histeris, melainkan Kak Karina yang menutup mulut dengan kedua tangan dan kedua netra indahnya berkaca-kaca serta bergetar.

Aku hanya diam sambil menahan sakit, sekali lagi kuangkat tangan kiri dengan tinggi-tinggi.

Splash!

"SHELLA HIKS." Dia berlari mendekatiku dan menahan tangan kiriku yang kembali terangkat, aku tetap diam sambil mengatur nafas yang tersenggal, baru kurasakan sakitnya disaat pukulan kedua.

"Apa yang kamu lakukan hiks." Ah sial.. kenapa Kak Karina cengeng sekali, dia melepaskan tangan kiriku dan menoleh ke tangan kanan yang sudah memerah serta membengkak sedikit.

Dia memegangnya dan aku mendesis kecil, perih namun dia mengusapnya lembut sehingga rasa perih itu berkurang.

"Hiks jangan melakukannya lagi eoh? Hiks." Menunduk menatapku dengan deraian air mata, aku menghela nafas panjang dan mengangguk, kutarik tangan kanan dari pegangannya dan menyembunyikannya didalam saku celana.

Bergetar, tanganku bergetar kesakitan.

"Buang." Ucapnya menunjuk penggaris rotan ditangan kiri, mungkin dia sadar kalau aku mau melakukannya lagi, rencananya memang begitu namun sang kakak sudah meminta jadi harus dituruti.

Kubuang penggaris rotan itu sembarangan sehingga terdengar bunyi dentuman antar dinding dan penggaris rotan.

"Sudah."

"Hiks." Aku tersenyum tipis mendengar tangisan, ada rasa senang tersendiri kalau dia menangis untukku, kubawa tangan kiri ini menuju wajahnya, menempelkan di pipi kanan lalu menghapus air mata serta mengusap pipi dengan jempol.

"Sudah, jangan menangis kak." Kubilang begitu dia malah makin menangis, menundukkan kepala lagi namun aku tahan dagunya dan membawanya keatas sejajar dengan wajahku.

"Kakak jelek kalau nangis tau, nanti Santoso gak sayang lagi."

"Huweeeee Shella hiks." Eh buset, malah makin kencang, aku salah mengatakan itu, padahal niatnya supaya dia berhenti nangis.

"Eh eh, Shella cuman bercanda, kakak cantik, tetap cantik disaat nangis." Dia mengembungkan pipi dan sesenggukan, aku terkekeh kecil dan membawanya kedalam pelukan.

Wajahnya langsung terbenam dileherku, aku sedikit tertawa karena rasa geli dan basah dari air matanya, kuusap punggung dengan tangan kiri karena dia masih nangis.

Sehingga jelang beberapa menit akhirnya tangisan itu berhenti, aku lepas pelukan dan dia menatapku dengan mata yang masih basah, pada akhirnya ku keluarkan tangan kanan untuk dibawa menuju wajahnya.

Kutangkup kedua pipi yang sedikit tembem itu dan mengusapnya dengan kedua jempol.

Dia diam namun disaat kutarik tangan kanan dia langsung menahannya, aku sekarang diam membiarkan dia menyentuh takut-takut atau mengusapnya dengan hati-hati.

"Sakit?"

"Enggak ah kak biasa aja, palingan nanti dilanjuti."

"Shella!" Teriaknya, astaga kedua telingaku berdengung seketika.

"Canda astaga, jangan berteriak juga."

"Bodoh ih, lagian kenapa sih?"

"Hukuman." Ucapku dan dia mengernyit bingung.

"Hukuman, untuk apa?"

"Karena sudah menyentuh bagian bawah kakak." Ucapku dan..

DIA BLUSHING!?

Aku tidak salah lihat kan? Kedua pipi itu memunculkan semburat merah, ah mungkin malu.

"Ja-jangan membahasnya, ka-kakak malu." Ucapnya gugup tanpa menatapku, aku hanya mengangguk dan dia tiba-tiba mengangkat tangan kanan ini menuju mulutnya.

Aku masih diam membiarkan sehingga...

Chup!

Melotot kecil disaat bibir hangat Kak Karina mengecup punggung tangan, ah bukan mengecup saja bahkan dia mencium seluruh bagian punggung tangan dan..

Dan menjilatnya! Menjilat jariku layaknya seekor kucing.

Sial.. imut sekali!

Pada akhirnya dia menyelesaikan kegiatannya dengan hisapan terakhir di jempol, dia mendongak dan mengatur nafas, aku menelan ludah melihat sudut bibirnya karena ada saliva mengalir disana.

"Ini hukuman dari kakak."

Hukuman jenis apa ini! Bukannya takut aku.. aku malah menginginkannya lagi.

Badump!

Sial, jantung sialan berhenti berdetak kencang!

"Kenapa lama sekali?" Suara ibu terdengar, dengan begitu kutarik cepat tangan ini dari tangannya, memasukkan kedalam saku celana dan melangkah cepat keluar gudang, melewati ibu tentunya.

"Astaga nak." Aku cengir kuda mendengar keterkejutan ibu.

"Kenapa adekmu?" Aku mendengar pertanyaan ibu kepada Kak Karina, namun aku terus melangkah menuju dapur sehingga tidak mendengar jawaban apa yang diberikan Karina.

Badump!

Sial, bayangan Karina menjilat punggung serta jariku malah membuat jantung ini berulah.

Bugh!

Kupukul pelan dengan tangan kiri.

"Hentikan bodoh, dia kakakmu okay."

Badump!

"Shit!"











Jangan cuman bagian enak-enaknya kalian berkomentar semangat.

Tendae - WinRina 🔞 ✅ (On Going Season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang