Memutuskan untuk pergi

3.3K 304 60
                                    

"Candy game ya? Sebenarnya tidak ada." Shella diam sambil memandang tak mengerti Prima yang duduk di kiri ranjangnya.

Shella berada dirumah sakit sekarang, Prima menyunggingkan senyuman hangat dan bertopang dagu dengan tangan kanan.

"Itu rencana Karina dan Acha, mereka tau kalau kalian bolos."

"Tidak mungkin."

"Mungkin, karena Reri menelpon dan mengadu kepadaku." Matanya berkedip tidak mempercayai ini, mulutnya terbuka meraup udara yang mulai hilang dari paru-paru.

"Ke-kepadamu?"

"Dia sepupuku."

"Terus?"

"Soal obat perangsang juga tidak ada."

Bertambah lagi kagetnya Shella sehingga membuat anak itu merasakan sesak serta matanya memanas.

"A-aku tidak mengerti." Prima menghela nafas dan merubah duduknya menjadi tegap, ia memandang lekat Shella.

"Sebenarnya Karina menyadari kalau kamu lesbi."

Mata Shella melotot seketika mendengar itu.

"Sejak kejadian dimana kalian membuat kesepakatan, mengajarinya ciuman disana Karina menyadari kalau kamu lesbi, bolosnya kalian disanalah dia mulai menyusun permainan ini, dia sedang mengujimu Shella."

"Hiks." Shella benar-benar tidak menyangka dengan kebenarannya, ia hanya mampu menangis sambil menunduk dalam dan meremat kuat selimut yang menutupi kakinya.

"Lalu Rezka?" Tanyanya disela-sela tangisan dan sedikit mendongak memandang Prima.

"Apa juga se-"

"Tidak.. Acha mencintai adeknya."

"Melamun sambil berjalan itu tidak baik, kawan." Langkah kakinya terhenti, kepalanya mendongak dan memandang sosok gadis tinggi yang tengah bersandar di tiang halte bus.

Di tangan kanannya lebih tepatnya jari tengah dan telunjuk terdapat rokok yang sudah habis setengah.

"Mau?" Tawarnya setelah menyadari mata temannya itu mengarah ke tangan, ia berdiri tegap dan merogoh saku dengan tangan kiri lalu mengeluarkan sekotak rokok.

Melihat itu amarahnya muncul dan menepis kuat tangan kiri tersebut sehingga kotak rokok tersebut terbang dan hancur disaat mobil melintas.

Gadis tinggi itu hanya memandangnya datar dan mengidikkan bahu acuh, setelah itu menyenderkan punggung lagi di tiang halte bus dan menghisap rokoknya.

"Dari mana kau mendapatkannya?" Dia tidak menjawab dulu, melainkan menghembuskan asap keatas dan menoleh ke Shella.

"Minimarket." Pertanyaan yang bodoh karena Shella seharusnya sudah tau jawabannya, ia menghela nafas dan memutuskan duduk sambil memandang kosong jalanan.

Lalu tak lama ia mengendus lekat bau nikotin disebelahnya, dengan begitu dia menoleh memandang Rezka yang tengah mendongak memandang langit malam, kakinya yang panjang diluruskan lalu kedua tangannya bertumpu di belakang tubuh.

"Apa yang tengah kau pikirkan?" Tanya sambil menoleh, Shella menghela nafas lagi dan menoleh kedepan.

"Tidak ada." Jawabnya dan Rezka mengangguk lalu kembali mendongak memandang langit yang tidak dihiasi bintang serta bulan sekalipun.

"Gimana perasaanmu?" Rezka menyunggingkan senyuman tipis mendengar pertanyaan tersebut.

"Buruk, aku tidak menyangka dengan alasan Kak Acha."

"Dia mencintaimu."

"Dia.. apa!?" Rasa terkejut telat menghampiri Rezka, dirinya menoleh dan merubah posisi duduknya menjadi tegap.

"Dia mencintaimu." Ulangnya lagi dan Rezka terdiam sambil mengerjapkan mata.

"Pfftt, berhenti bercanda." Rezka tidak percaya dengan ucapan Shella.

"Aku tidak bercanda." Tawaan tersebut pudar, Rezka terdiam lagi sambil menghela nafas panjang dan menyenderkan punggung.

"Ooo." Hanya itu responnya setelah lama diam.

"Aku memutuskan untuk pergi, kau ikut?" Tau kalau Rezka tidak akan pulang ke rumah, ia menawarkan ajakan tersebut, Rezka menoleh memandang lama mata Shella, setelah itu tersenyum dan mengangguk kecil.

Shella turut tersenyum dan merangkul bahu kiri Rezka.

"Kemana memangnya?"

"Korea."

"Baiklah."

"Tapi sebelum itu aku mau ke gereja." Rezka tertawa kecil mendengarnya, ia balas rangkulan Shella di bahu kanan.

"Minta ampunan dosa ya?"

"Njing."

"Hahahahahaha."




















Komen = Chap selanjutnya.

Tendae - WinRina 🔞 ✅ (On Going Season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang