Alur, tempat, dan instansi yang disebutkan dalam cerita hanya fiksi.
*
*
*"Ar..."
Orang yang dipanggil tidak menyahut. Kemana sih dia? Gerutu Didi.
Wajahnya tertutupi masker wajah berwarna biru. Dia membeli masker di toko bu Ida. Barang dagangan anak perempuan pemilik toko itu.
Didi menuang dua sachet karena dia pikir isinya sedikit. Setelah selesai memakai di wajahnya, akhirnya masker itu tersisa banyak. Sayang kalau dibuang.
"Ar, masuk dulu." Kata Didi saat menemukan Arya sedang mengurus kebun cabai kecilnya di belakang rumah. Itu kegiatannya di hari minggu.
Kening Arya mengerut melihat istrinya. Apa yang dipakai Didi hingga wajahnya hampir biru semua. "Wajah kamu kenapa?"
Sebelum menjawab Didi lebih dulu menyuruh Arya mencuci wajah. "Saya lagi maskeran. Masih ada sisanya banyak. Daripada dibuang, mending kamu pake ya."
Didi menarik Arya masuk ke dalam menuju ruang depan. Menekan bahu Arya agar duduk. "Supaya apa pakai begituan, Divya?"
"Biar muka kamu glowing. Putih dan terawat."
"Aku kerja di bawah matahari. Percuma pakai masker, nanti juga gosong lagi."
Tidak, kulit Arya tidak gelap, apalagi gosong. Arya memiliki warna kulit khas orang Indonesia, sawo matang. Berbeda dengan Didi yang berkulit putih.
"Kalau gosong, ya pake lagi." Kata Didi cuek, tidak mau perintahnya ditolak. "Nanti kulit kamu saya urusin. Kalau perlu kamu juga pake skincare saya."
"Skincare itu apa?" Tanya Arya polos. Ck! Pria memang tidak tahu apa-apa.
Didi mulai mengoleskan benda lembek berwarna biru itu ke wajah Arya dengan kuas. Kuas makeup yang seenaknya dia alih fungsikan jadi kuas masker.
Memangnya kenapa? Ini, 'kan, punyaku. Terserah aku mau dijadikan apa, pikir Didi.
"Produk perawatan wajah."
"Aku gak biasa pakai itu, Divya." Tidak pakai skincare saja wajah Arya mulus. Tidak ada jerawat dan bruntusan. Bagaimana kalau Arya pakai skincare? Pasti Christian Sugiono juga kalah. Kalau soal ketampanan boleh diadu antara Arya dan para bintang televisi itu.
"Nah, selesai." Didi tersenyum puas melihat hasil karyanya di wajah suaminya. "Nanti kalau saya bilang sudah, baru kamu boleh bersihin wajah kamu lagi ya."
Arya mengangguk begitu saja. Rasanya aneh karena baru pertama kali memakai masker. Ternyata ada ya benda seperti ini untuk ditempelkan di wajah. Bahkan Arya tidak pernah melihat ibunya memakai yang seperti ini.
Bersandar mengikuti istrinya, Arya melihati layar ponsel Didi. Wanita itu memainkan games menyatukan balok berwarna.
Seumur hidup Arya tidak pernah punya ponsel. Dia merasa tidak membutuhkannya juga karena tidak ada yang ingin dia hubungi. Jika ingin bicara pada warga desa yang lain, dia akan mendatangi orang itu.
Semakin lama, wajahnya terasa semakin aneh. Kaku dan keras. Arya tidak tahu apakah memang seperti ini atau tidak. Memegang wajah, benda lembek dan basah tadi mulai mengering di beberapa bagian.
Ingin sekali membersihkannya segera tapi, Didi mengatakan jangan dibersihkan sebelum dia memperbolehkan. Tapi Arya tidak tahan lagi. Wajahnya sangat kaku, dia bahkan sulit bicara.
"Divya..." panggil Arya. Didi hanya menggumam. Karena istrinya tidak mengambil atensi pada dirinya, Arya memengang lengan Didi, memanggil lagi.
"Divya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Hanya Dirimu
Художественная прозаNiatnya Didi datang ke kampung ini hanya ingin berlibur, setelah lelah bertahun-tahun menjadi budak korporat. Juga sebelum dia beralih menjadi babunya Arman. Tapi baru dua hari di sini Didi malah dinikahkan! Dengan prince charming idola para wanita...