Bab 6 | Sayur Asem

10 0 0
                                    

Alur, tempat, dan instansi yang disebutkan dalam cerita hanya fiksi.

*
*
*

Berjalan jauh hanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari, sungguh Didi malas melakukannya. Apalagi dengan beban belanjaan di tangan. Berjalan pergi, lalu pulang lagi. Benar-benar menguras keringat.

Tapi kalau dipikir-pikir, saat pergi ke mall dan berkeliling dari toko satu ke toko yang lain, kenapa dia tidak merasa lelah? Durasi Didi berjalan di mall bahkan lebih lama dibanding ke toko bu Ida dan pak Fauzi itu.

Harusnya kemarin Didi menyuruh Arya membeli minyak goreng, sekalian pergi kerja. Tapi dia lupa. Jadilah hari ini dia yang pergi ke toko sendirian. Tidak apa, anggap saja olahraga kaki dan tangan.

Kaki berjalan dan tangan menenteng belanjaan. Untunglah yang dia beli hari ini hanya minyak goreng, jadi bebannya tidak terlalu berat.

"Mau kemana, neng Divya?" Tegur bu Fatma. Beberapa orang yang baik dan ramah di sini, diingat Didi nama dan wajahnya. Tapi maaf saja untuk orang yang manis di depan tapi mengatai di belakang.

Didi tersenyum dan berhenti sejenak. "Mau ke tokonya pak Fauzi, bu."

"Gak sama Arya? Biasanya selalu sama Arya kalau belanja."

"Enggak, bu. Hari minggu Arya libur jadi saya sendiri aja. Kalau gitu saya duluan ya, bu. Permisi." Kata Didi sopan.

Bicara tentang kewajiban Didi sebagai ibu rumah tangga, Didi semakin luwes mengerjakannya. Hal-hal yang bahkan tidak pernah dilakukan Didi di rumahnya sendiri.

Kalau urusan memasak, dia baru bisa membuat makanan yang digoreng dan sayur yang direbus saja. Untuk makanan yang agak rumit, Didi belum bisa. Mungkin pelan-pelan dia akan belajar nanti.

Ketika Didi hampir sampai pekarangan rumahnya, dari jauh dia melihat seorang wanita bicara dengan Arya di depan pintu rumah.

Semakin dekat Didi sudah bisa mengenali. Itu Lilis, tetangga yang rumahnya berjarak dua rumah dari mereka. Perempuan ini juga salah satu dari penggemar Arya.

"Eh ada tamu ya?" Didi datang dari belakang Lilis. Melirik sedikit pada tangan suaminya yang memegang sesuatu.

"Ini, Di. Teh Lilis datang ngasih sayur."

"Lilis masakin spesial loh sayur asemnya buat kang Arya. Spesial pake cinta. Dimakan ya, kang." Kata Lilis genit.

Didi melihatnya semakin tak suka. Apa si Lilis ini tidak sadar bahwa di sini ada istri Arya? Ingin rasanya Didi mencekik perempuan tak tahu malu ini.

"Iya, teh. Nanti saya makan."

"Dihabisin loh, kang. Jangan gak dihabisin, kan ini sayur kesukaannya akang. Pasti mbak Divya gak tahu, 'kan, kalau kang Arya suka sayur asem?"

Menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, Arya bingung harus bagaimana disituasi seperti ini.

"Saya tau atau enggak, apa urusannya sama kamu?" Dengan tangan bersedekap dan dagu terangkat, Didi menantang.

"Ya mending gak usah jadi istri kang Arya, biar saya aja yang jadi istrinya!"

Perempuan ini benar-benar ingin mulutnya dirobek ternyata!

Didi geram. Hampir saja tangannya terangkat mau mengambil mangkuk sayur di tangan Arya untuk disiramkan pada Lilis. Namun urung dia lakukan karena Arya menahan tangannya. Menatap Didi lalu menggeleng.

Arya tidak ingin membuat mereka menjadi tontonan. Lalu membuat citra mereka jadi buruk. Cukup ketika malam itu saja Arya dan Didi jadi pusat perhatian. Jangan lagi.

Cukup Hanya DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang