N

151 40 13
                                    

Raena sudah sampai di rooftop, salah satu rumah sakit yang ia datangi sekarang.

Ia mendekat ke pinggir rooftop, ia menyeringai, mulai naik ke atas pembatas rooftop.

Seharusnya dari dulu Lo lakuin

Nggak boleh gitu

Demi kebaikan orang-orang yang ada di sekitar Lo hahhaha

Percaya sama Tuhan kan? nggak boleh gitu

Turun

Loncat

Loncat

Yaudah

Namun iblis lebih mendominasi di dalam pikirannya, seakan buta, tak memiliki Tuhan, dan putus asa, tapi tidak tau apa yang di putus asa-kan nya.

Dari tadi Raena belum melunturkan senyum aneh nya itu.

Seperti nya seru juga kalau loncat ke bawah

Suara mobil Andra menghilang ketika mobil nya sudah sampai di parkiran 'Hospital Celli'.

Sedangkan Loren sudah keluar dari tadi.

"OH MY GOD!" pekik Loren panik.

"Itu Raena pak!" ujar Loren menunjuk ke atas, terlihat disana Raena terdiam menutup matanya, sembari merentangkan kedua tangannya.

Andra mendongak, jantung nya berpacu, berdetak dua kali lipat.

Keduanya berlari masuk kedalam mencari lift yang bisa membawa mereka ke atas sana, setelah masuk kedalam, untungnya saja hanya mereka berdua yang ada di dalam lift itu.

Dengan cepat Andra memencet tombol dengan angka 7, tak perlu memakan waktu yang lama,mereka sudaha sampai di lantai 7, pintu lift terbuka sayang nya lift hanya sampai di lantai 7 tidak sampai kelantai 8, mereka berlari menaiki tangga menuju lantai 8 lanjut ke rooftop.

Pintu menuju rooftop sudah terlihat Dimata mereka berdua, saat ingin dibuka, pintu tak bisa di dorong seperti ada yang mengganjal di balik sana.

"Awas biar bapak yang dobrak!" suruh Andra mengambil langkah kebelakang.

Brak..

Pintu terbuka, ternyata Raena menahannya hanya menggunakan satu buah meja besar.

Melompat, ya Andra langsung melompati meja besar itu, berlari ke arah Raena yang sudah memajukan salah satu kaki nya.

Sreet..
Duk..

Berhasil, Andra berhasil menarik tangan Raena.

Raena terjatuh di badan Andra..

Tak berapa lama.

Buru-buru Raena berdiri lalu membungkuk meminta maaf.

"M-maaf Pak maaf," lagi-lagi hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Raena.

Andra berdiri, mengacak rambut nya kasar.

"Lo Apa-apa an sih?! Lo mau lompat?!putus asa? mau bunuh diri?! emang seberat apa sih masalah Lo? nggak punya Tuhan?!" Bentak Andra tak lagi menggunakan bahasa formal.

Raena terpaku, ia baru sadar, air mata mulai mengalir di pipinya.

"Maaf Pak, i-iya saya tau saya salah, bodoh, iman nya lemah, iya saya salah, saya salah" ujar Raena terisak kuat, setelah ini ia akan kembali menjadi bahan bully-an dirinya sendiri.

Andra memejamkan matanya menahan amarah, lagi-lagi ia kelepasan, serius ia tak bermaksud membentak Raena.

Dalam keadaan seharusnya ia tak membentak Raena lagi, seharusnya ia memperingati secara hati-hati dan perlahan, karena cenderung orang yang mental nya sedang terganggu lebih sensitif dari biasanya.

Andra menatap Loren yang hanya mematung,dengan mata yang sudah berkaca-kaca tak tega melihat keadaan temannya itu.

"Ren, tolong beli-in air minum ke bawah," pinta Andra.

Loren mengangguk, mengambil langkah untuk turun ke bawah.

Andra perlahan mendekati Raena yang sudah terduduk, belum berhenti menangis.
Ikut berjongkok menyamakan tingginya dengan Reyna, mendekap hangat tubuh Reyna yang bergetar hebat.

"Maaf, saya nggak bermaksud buat bentak kamu, tadi saya cuman kebawa emosi, maaf-in saya," kini giliran Andra yang meminta maaf.

Hanya isakan Reyna yang terdengar, bahkan Raena tak berniat membalas pelukan laki-laki yang berstatus Pak Guru nya itu.

-To Be Continue-

𝐏𝐚𝐢𝐧𝐟𝐮𝐥 𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐧𝐞𝐬𝐬 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang