A

202 42 13
                                    


"Raena?!" Sentak Andra lagi, ini sudah hari keempat mereka bertemu, namun di keempat hari ini juga Andra sering melihat Raena yang selalu melamun, awalnya emang Raena masih menjawab pertanyaan nya, namun lama kelamaan ia akan kembali melamun, entah apa yang dipikirkan nya.

"H-ha?iya pak?" tanya Raena masih bingung apa yang terjadi.

"Sekarang kamu saya hukum, berdiri di sana," suruh Andra menunjuk ke arah kaca besar yang posisinya berada di paling belakang kelas.

Wali kelas mereka menyediakan kaca itu untuk siswa atau siswi yang membuat kesalahan, guna merenungi kesalahan nya, tapi kadang juga di pakai untuk merapikan penampilan siswa-siswi yang ada di kelas itu.

Raena mengangguk patuh, berdiri dari kursinya lalu berjalan ke arah yang ditunjuk Andra tadi, yaitu di depan kaca besar.

Semalaman, ia tidak tidur karena salah satu gangguan nya berulah, yaitu gangguan kecemasan yang juga sudah lama diidapnya.

Memang tidak sakit, tapi membuat Raena resah, pikirannya kembali bercabang, ia selalu berdoa merapalkan banyak doa, tapi tetap saja tidak berpengaruh, pikiran buruk kembali menyerang otaknya, semua itu datang secara tiba-tiba, ia berpikir keras, memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi.

Bahkan semalam ia sudah sempat memegang pisau lipat yang ia simpan di laci miliknya, yang ia butuhkan hanya orang yang bisa ia jadikan tempat melepaskan keluh kesahnya, tapi ia terlalu malu untuk bercerita, ke psikiater pun ia tak berani, semua nya serba salah, berakhir jadi dia yang disalahkan dirinya sendiri.

Andra menghembus kan nafasnya kasar, semakin hari, melihat Raena yang seperti ini mengingat kan nya kejadian mengerikan yang pernah ia lihat dulu.

Tak sengaja matanya menatap ke arah tangan Raena yang mulai mengeluarkan darah, ia terkejut apa yang dilakukan gadis itu?

"Ck! Ni anak kenapa sih?" gumam Andra berjalan ke belakang menghampiri Raena.

Langkah nya kian bertambah cepat melihat gerak gerik Raena yang mencurigakan, ia menjadi was-was.

Raena tersenyum melihat dirinya sendiri, ada sesuatu yang bergejolak dihati dan pikiran nya, ia sekarang lebih sensitif, setelah melihat orang tua yang sangat overprotektif ke kakak nya semalam, yang hanya jatuh di taman bersama pacarnya lalu kaki nya sedikit lecet.

Sedangkan saat ia memberitahu keluhan nya selama ini, orang tuanya hanya acuh tak acuh, hingga pikiran jahat masuk ke otak nya. Lalu berlanjut ia mengalami kecemasan yang berlebihn

Kamu sama kakak kamu kan beda

Kakak kamu lebih cantik dan pintar, punya bakat lagi

Sedangkan kamu?nggak ada yang bisa dibanggain lagipula kamu itu terlalu berlebihan dan terlalu baperan, gitu aja merasa diasingkan

Tapi aku juga juara kelas

Udah, mungkin kamu ngasih taunya nggak di waktu yang tepat

Atau memang selalu nggak pernah tepat hahaha

BUGH

"Stt.." Andra meringis, tangan nya jadi korban, untung ia bergerak cepat kalau tidak, kaca yang di depannya itu pasti sudah pecah.

"Kamu kenapa sih? ngapain coba mau ngebenturin kepala kamu ke kaca? kalau tadi saya nggak cepat ngehalangin nya, pasti kaca ini udah pecah, kepala kamu juga pasti luka!ini juga tangan kamu kenapa bisa berdarah kayak gini?!" emosi Andra, ia tak habis pikir dengan gadis yang sedang menunduk di depan nya itu.

"Ini bekas kuku? kamu ngepalin tangan kamu sekuat ini? buat apa coba? cuman ngerusakin telapak tangan kamu doang, nggak guna," Andra menatap tajam ke arah Raena, gelagat Raena membuat rasa menyesal yang dulunya sudah hampir hilang, kini kembali muncul lagi.

Raena benar-benar terkejut, ia masih mencerna apa yang baru dilakukannya tadi?

"M-maaf Pak," lirih Raena suara nya sangat pelan, hingga nyaris seperti suara bisikan, namun Andra masih bisa mendengar nya.

"Kalau buat salah, bilang nya selalu minta maaf, tapi besoknya di ulangin lagi, dan sekarang hampir ngebahaya-in diri kamu sendiri, gitu aja terus,"kesal Andra,amarah nya mulai mereda, ia mengacak rambut nya kasar.

"Yaudah kamu pulang aja sekarang, mungkin kamu butuh istirahat, buat nenangin diri kamu sendiri, ayo Bapak izin-in ke guru piket,"bajak Andra.

Raena mengangguk, mengambil tas milik nya, lalu mengikuti Andra dari belakang.

Sebelum pergi Andra sempat memberi tugas yang sudah ia siapkan tadi malam, tak mungkin ia pergi begitu saja.

Tapi tidak apa-apa juga, lagipula ia cucu pemilik sekolah ini, jadi tidak akan ada yang menegurnya, tapi Andra bukan lah tipe yang seperti itu, ia lebih suka kedisplinan.

—To Be Continue—

𝐏𝐚𝐢𝐧𝐟𝐮𝐥 𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐧𝐞𝐬𝐬 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang