S

100 13 0
                                    

Raena keluar dari kelasnya bersama Loren, setelah bel pulang berbunyi.

Mereka berjalan berdampingan sambil bergandengan tangan, kearah gerbang sekolah.

"Na, Lo nggak di jemput?" tanya Loren setelah sampai di depan gerbang.

"Nggak, sekali-sekali naik taxi online aja," balas Raena, sedikit menepi saat kendaraan-kendaraan semua siswa, mulai melewati mereka.

"Iss, maafin gue ya, gue di jemput tapi gue sama bokap gue nggak langsung pulang, mau ke butik nyokap dulu," ujar Loren sedikit merasa bersalah meninggalkan sahabat nya itu sendirian, dan harus menggunakan taksi online yang biasanya jarang mereka naiki.

"Aelah Ren, kayak sama siapa aja, sans ae," balas Raena terkekeh pelan melihat komuk Loren.

"Yaudah, itu bokap gue udah datang, gue deluan ya, sekali lagi gue minta maaf nggak bisa numpangin Lo, gue doain aja semoga ada pangeran berkuda putih yang bakalan nganterin Lo pulang," Loren terkekeh geli saat selesai melontarkan kalimat absurd nya.

"Sa ae, Lo lelembut Konoha," ujar Raena menabok lengan Loren pelan.

***

Selepas perginya Loren kini Raena bersandar di tiang gerbang sekolah nya, sambil mengotak-atik ponsel milik nya, ia sedikit kesulitan untuk memesan satu taxi online, bahkan ia harus bolak-balik dari google ke YouTube lalu ke aplikasi-aplikasi  lainnya.

"Iihh, gimana sih cara mesannya? Ribet banget dah, perasaan kalau yang lainnya mesan, cuman sat set sat set aja udah nyampe taxi nya, kok gue kagak ya?" Ia bingung sendiri kan jadinya, mana pangeran berkuda putih juga nggak datang-datang buat nganterin dia pulang, eh? emang pangeran nya siapa?

Namun tiba-tiba tangan nya di tarik lagi, ia melirik kebelakang seseorang yang memakai almamater khas dari universitas nya, Hana.

Hana kembali menarik nya ke lorong tadi pagi, namun agak jauh dari posisi tadi pagi, di dekat sebuah pintu yang mereka juga nggak tau itu pintu apa, mau pintu Doraemon kek, sekarang fokus Raena hanya kepada Hana.

"Aduhh, Buk nggak usah narik-narik Napa? Suka banget kayaknya narik-narik orang, mending cinta yang bertepuk sebelah tangan ibu itu yang di tarik," sarkas Raena sambil mengelus tangan nya yang sedikit memerah.

"Heh, Lo jadi murid bisa sopan dikit nggak sih? Ingat disini gue guru Lo!" sewot Hana tak terima.

"Dih? Jam mata pelajaran udah habis ya Buk, jadi gue nggak perlu sopan ke elu, lagipula kita cuman beda beberapa tahun doang," balas Raena pura-pura cuek.

Padahal dalam hati dia berdoa
"Ya Tuhan maafin Raena ya, karena nggak sopan sama yang lebih tua, abis nya dia ngeselin sih, Raena jadi kelepasan kan, Maafin Raena ya"

Hana memandang Raena seakan Raena lebih rendah dari dia.

"Gue heran deh sama Andra, apa coba yang dilihat dari cewek kayak Lo? cantik juga nggak, pintar enggak, nggak punya sopan santun, and satu lagi mental nya juga le.mah," sarkas Hana dengan suara yang tenang, dengan menekan kata 'lemah' di ucapan nya.

"Mendingan gue juga, palingan Andra cuman manfaatin Lo buat jadi bahan praktek dia, itung-itung latihan jadi dokter psikologi, Lo nya aja yang nggak sadar," lanjut Hana terkekeh pelan seolah mengejek Raena.

Raena terdiam di tempat tempatnya, jantung berpacu lebih cepat dari biasanya, belum sempat ia membalas pintu yang di dekat mereka terbuka.

"Jaga ucapan Lo Han!" Sahut Andra dengan wajah merah padam.

Tadi waktu di dalam gudang untuk memulangkan bola-bola yang di suruh salah satu guru olahraga yang ada di sekolah itu, Andra mendengar pertengkaran antara dua gadis, dan Andra mengenali kedua suara itu juga, awalnya dia hanya diam sambil mendengar pertengkaran mereka dan mengurungkan niat nya untuk keluar dari gudang itu, namun setelah mendengar perkataan Hana terakhir kali berhasil menyulut emosinya, Hana itu sudah tidak tau apa-apa sok paling benar lagi.

𝐏𝐚𝐢𝐧𝐟𝐮𝐥 𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐧𝐞𝐬𝐬 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang