W

138 32 0
                                    

Semua anggota keluarga Raena sedang berada di ruang makan sekarang, tapi sepertinya ada hal yang mengganjal.

Ayah dan Bunda Raena menatap bingung ke arah Raena, Raena hanya terdiam memandang kosong makanan nya, dan mengacak-acak makanannya seperti tak berminat sedikit pun.

Riana kakak Raena ikut mengarah kan pandangan nya ke arah Raena.

"Raena?sayang?" Panggil Bunda nya.

Diam tak ada balasan, tangan Raena masih sibuk mengacak-acak makanannya.

"Heh, Raena!" panggil Riana menyentuh pelan pundak Raena, posisi nya dengan Raena cukup berdekatan.

"Hah i-iya kak?" tanya Raena bingung, karena terlalu kaget tanpa sadar Raena membanting sendok nya untung tak terjatuh ke bawah meja.

"Lo kenapa sih? ngelamunin apa coba? cuman disentuh pelan aja Sampai sekaget itu?" tanya Riana beruntun.

"Huh? a-aku nggak ngelamunin apa-apa kok, mungkin karena kelelahan aja,"bual Raena.

"Ooo...kamu masih gak enak badan ya? Yaudah istirahat aja dulu, nanti kamu kalau lapar ke dapur aja, Bunda tinggalin buat kamu, lagipula mungkin kamu capek habis nangis waktu dikira mau disuntik itu ya?" goda Bunda nya.

Raena bingung, namun tetap memaksakan diri untuk terkekeh, walaupun dalam hatinya meringis, ingin segera mengeluarkan air matanya.

Jujur menutupi kesedihan itu cukup sulit.

Mereka menjadi tertawa.

"Yaudah aku istirahat dulu ya?" ucap Raena bangkit dari kursi makan nya.

"Iya, istirahat sana kalau sampai besok kamu nggak enak badan, Ayah bantu izinin ke sekolah kamu besok," ujar Ayah Raena.

"Hm'm"

Sesampainya di kamar nya, senyuman Raena menghilang ia bersandar di sisi ranjang nya.

Tiba-tiba berbagai hal masuk ke pikiran nya.
Ia ingin ke psikiater tapi ia takut, malu, akan kah ia nantinya akan diejek? akan kah dokter itu akan tertawa ketika mendengar cerita konyol nya?

Ia lelah, bahkan hal kecil saja membuat nya gelisah, khawatir semua nya campur aduk, kepalnya jadi panas, sakit, rasanya kepalanya ingin pecah, ia tak tahan lagi.

Ngiiiiiiiinnngg

Tiba-tiba telinga nya mendengar suara denging-an dan itu cukup mengganggu.

Raena menutup kuping nya kasar, semakin di tutup suara itu semakin kuat.

Bodoh!Bodoh!Bodoh!

Kok Lo bisa selamat sih?!

Apa susah nya langsung loncat aja tadi?

Lo nggak capek overthinking kayak gini terus?

Lo nggak capek sama gangguan Lo?

Lo nggak capek gelisah terus?

Lo itu nggak guna, lo itu cuman orang yang nggak waras!

Waktu 3 tahun itu nggak lama?selama itu Lo nggak capek?

Alay!

Lebay!!

Hahaha pasti semua teman mu sudah tau, siap-siap dipermalukan!

Bisa-bisanya mau bunuh diri, lawak Lo!

Mana di liatin orang lagi, kalau Lo jadi mati masih mending, lah ini?gagal? nggak malu?

"AAAAAAAAA!!!!!BERISIK!!!!!" teriak Raena frustasi mulai menarik kuat rambutnya. Ia meraih gelas yang ada di nakas lalu dibanting nya ke dinding yang ada di depan nya.

"PERGIIIII!!!!!" Sekarang Raena tak kuat lagi menahan nya, selama 3 tahun ingin sekali ia berteriak mengeluarkan semua emosi nya, hari ini puncak nya semua hal bodoh sudah di lakukan nya.

Tak ada yang mendukung nya, bahkan diri nya sendiri.

Walaupun itu hanya ilusi nya saja.

Riana yang hendak masuk ke kamar langsung putar balik menuju kamar adiknya itu.

Ia panik, kalut, khawatir semuanya bercampur menjadi satu.

"Raena!!Lo kenapa?!!" pekik Riana memeluk tubuh adiknya itu, ia mengangkat wajah Raena yang sudah di banjiri air mata.

Tak berselang lama, kedua orang tua mereka juga masuk dengan wajah panik.

"Raena?Hey?!" Riana terus memanggil Nama Raena namun sang pemilik nama masih menangis keras.

Kini giliran bunda nya yang memeluk nya.

"Pergi... berisik...Bun..coba hilangin mereka...mereka nyuruh aku bunuh diri...padahal Raena nggak mau

Raena capek Bun,"lirih Raena suaranya kian melemah.

Tiba-tiba bunda nya menangis,
"Kamu kenapa sayang?"

"Hey, jawab bunda,"

Tak ada jawaban Raena hanya mengeratkan pelukannya, hingga perlahan ia mulai terlelap.

Ayah mengangkat tubuh Raena yang sudah tertidur, ia membaringkan nya ke atas tempat tidur.

Bunda nya senantiasa mengelus lembut rambut Raena.

"Tunggu di sini ya Bun? Raina searching ke google, ini tanda-tanda apa," ujar Raina membuka suara setelah lama hening, sedangkan ayah nya sudah pergi pergi ke kantor dari tadi, ada urusan yang tidak bisa di tunda, walaupun sudah malam.

Sedikit gila kerja.

Riana tak tau tentang kesehatan, mental, atau apalah itu, ia tidak mengambil jurusan kedokteran, Psikologi dan yang lainnya.
Jurusan yang ia ambil adalah jurusan akuntansi agar ia bisa melanjutkan bisnis Ayah nya nanti dan itu tak cocok dengan keadaan Raena sekarang.









"Jika lelah maka beristirahatlah bukan menyerah"
—PJM

—To Be Continue—

𝐏𝐚𝐢𝐧𝐟𝐮𝐥 𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐧𝐞𝐬𝐬 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang