hari keempat belas pt.2

238 60 14
                                    

Sudah pukul empat. Arasha sudah tunggu di tempat. Berharap Januar datang pada waktu yang tepat.

Tadi mereka sudah saling kabari. Katanya Januar bersedia untuk datang di taman ini.

Arasha tangkap siluet yang dikenalnya. Kemudian tersenyum lebar pamerkan giginya. Jangan lupakan lambaian tangan tanda dimana raganya berada.

.
.
.
.


"Mau ngaku?" Asha tatap Januar lembut.

"Iya" Januar anggukkan kepala, balas tatapan Asha dengan maniknya.

"Janardana kan?"

"Iya Arasha Anjasmara" Januar balas tatap lembut. Sedikit takut, tapi enggan jadi pengecut.

"Kenapa gak bilang dari awal aja?"

Januar kerutkan dahi, tampak berfikir seribu kali.

"Bilang apa? kalau aku Janardana?"

Arasha gelengkan kepala. "Bukan, kenapa  gak bilang kalo kamu suka aku Januar?"

Januar diam, seolah lidahnya kelu untuk sekedar beri jawaban. Kumpulkan keberanian, Januar hela nafas tanda sedang kepayahan.

"Aku gak seberani itu buat ambil resiko kamu tolak Anjasmara."

Januar coba tatap mana saja, hindari manik Asha yang menatap nya tajam seolah menuntut jawaban dari tanyanya.

"Aku juga gak seberani itu ngambil resiko dengan nembak kamu yang notabennya juga pria. Jawabanmu itu, udah bisa diduga. Percuma juga kalau aku coba."

Arasha tersenyum, tapi senyumnya itu.. terlihat sedikit meremehkan ya?

"Memang menurutmu aku mau jawab apa?" Bersedekap dada, Arasha ajukan badannya lebih dekat kepada pria yang lebih tinggi darinya.

"Apalagi? kamu pria, kamu suka wanita. Kamu gak punya rasa yang sama kaya aku. Jadi apa lagi kalo bukan penolakan yang bakal aku terima?"

Arasha gelengkan kepala, lalu tatap Januar lagi dengan angkuhnya.

"Kalau kamu gak berani ambil resiko, yaudah aku aja yang ambil resikonya."

Kata kata Arasha buat Januar makin kerutkan keningnya.

"Januar mau jadi pacar Arasha?" Lagi, Arasha berkata dengan entengnya.

Januar terdiam sesaat, lalu tertawa remeh diakhir.

"Gak usah ngada ngada."

"Tapi aku serius? bukannya kamu mau pacaran sama aku? suka aku kan?"

Januar hela nafas, tersenyum kecut, amarahnya sedikit tersulut.

"Arasha, gak usah dipaksa. Ya, aku suka kamu, tapi gak untuk kita jadi pasangan. Gak usah merasa terbebani sama rasa sukaku, setelah ini anggap Janardana gak pernah ada, lupain hal yang aku lakuin 2 minggu belakangan ini dalam nama Janardana."

"Tapi gimana kalo aku bilang aku suka kamu?"

"Tiba-tiba? karna hal ini???" Asha anggukan kepala ragu, sedang Januar tatap dengan mata sendu.

"Kalo gitu, kamu gak suka aku Asha. Kamu suka Janardana yang selalu nulis puisi cinta. Bukan aku, bukan Januar yang selama ini jadi temanmu."

"Lagipula dari awal aku tau ini salah, aku udah mau move on lho. Puisi puisi itu anggep aja tanda perpisahan dari rasaku buatmu." lanjut Januar dengan tenang.

"Kenapa gak kita coba dari awal? Maksudku, izinin aku juga balik suka kamu! persetan sama perasaan yang kamu bilang salah, aku cuma mau jemput bahagiaku." Asha jawab dengan lirih, tampak ragu tapi tetap ngeyel ingin bersatu.

Januar menggeleng pelan, tanggannya remat bahu Arasha pelan, "Kenapa kamu percaya banget kalo aku itu bahagiamu? Denger Asha, gimana pun juga kita gak punya masa depan untuk bersama. Aku udah terlanjur jatuh tapi kamu belum, dan jangan sampe. Aku udah mau keluar dari perasaan yang salah ini, tolong jangan seret aku buat balik jatuh lagi."

Arasha mendadak gagu, tatapan matanya terlampau sendu. "Aku... beneran gak bisa ya..?"

Januar diam sesaat, kemudian usap mukanya dengan kasar.  "Begini, kalau kamu sekarang emang ngeyel buat usahain kita, itu terserah kamu. Aku gak mau pacaran sampai kamu bener bener yakin sama perasaan kamu. Sekarang terserah kamu mau usahain kita atau ikut kataku awal tadi untuk berhenti."

"Aku bener bener udah hopeless, jujur aja. Mungkin sekarang kamu bisa ngeyel gini, tapi bisa aja bulan depan udah ada wanita yang kamu kencani. Tapi kalaupun itu akhirnya terjadi, aku gak bakal larang kamu, aku dukung kamu, sekarang semua keputusan ada di kamu." Lanjut Januar dengan suara yang terkesan dalam.


Asha tatap sang teman dengan binar kebahagiaan, dengan senyum yang tak bisa terhentikan.

"Aku bakal usahain kamu, aku bakal usahain kita. Ayo bahagia."












end.




maaf kalo endingnya agak bajingan. aku mau nyesuain sama kenyataan soalnya wkwkw.

tapi tenang, ada bonchapt kok. jadi jangan di hapus dari perpustakaan dulu yaaa!!

sama terimakasih buat semua yang udah mau baca cerita ini. love you<3

⚘◂ jαnαrdαnα៹↲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang