"Nura, kamu buat masalah apa sampai Direktur Wira group mencarimu?"
Kini perhatian seluruh ruangan ini kembali tertuju padaku setelah beberapa detik yang lalu mereka kembali sibuk pada pekerjaan masing-masing.
Wira Group bukanlah perusahaan yang asing untuk kami, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang Baja dan Stainless, hanya dengan melihat nama perusahaan tersebut, kalian sudah tahu pasti milik siapa perusahaan tersebut dan siapa yang memimpinnya sekarang.
Tenggorokanku terasa kering saat melihat Managerku ini memandangku dengan tatapan menuduh seolah aku baru saja melakukan kesalahan, bukan hanya karena ngeri atas tatapan Managerku yang ingin melahapku, tapi juga banyak hal yang menjadi tanya kenapa seorang Aditya mau merepotkan diri mencariku hingga ke kantor.
Sebenarnya kenapa sih dengan keluarga Wiraatmaja ini? Tidak bisakah mereka membiarkanku tenang? Aku pikir dengan tidak bertemu Aditya di rumah, membuatku tidak bisa bertemu dengannya sementara waktu ini, hal yang melegakan mengingat aku cukup patah hati mengetahui jika dia ternyata punya pacar dan akan menikahinya.
"Katakan jika ada masalah, Nura! Jangan sampai ada masalah berat yang melibatkan perusahaan." Pria paruh baya bertubuh tambun tersebut menunjukku penuh peringatan. Khas seorang atasan yang enggan mendengar masalah terjadi pada bawahannya, "pokoknya apapun masalah yang kamu perbuat ke Direktur itu, jangan pernah libatkan perusahaan dan juga saya. Saya tidak mau mengurusi sesuatu yang akan membuat karier saya terancam."
Aku membeku di tempat untuk beberapa saat, sedikit syok dengan peringatan arogan dari Manager gemuk ini, sungguh sial sekali hidupku di kelilingi orang yang gila kuasa, tidak keluarga Wiraatmaja, tidak atasanku, semuanya begitu lantang menggunakan kuasanya tanpa memberikan aku kesempatan untuk mengatakan apapun.
Aku hanya ingin berkata jika aku adalah anak pembantu di rumah megah Direktur yang sedang mencariku, dan dia terus berbicara mengkhawatirkan dirinya sendiri seolah hanya dia yang manusia.
Di tengah kebekuanku, di belakang manager gemuk yang kini bahkan enggan aku sebut namanya muncul seorang yang membuatku damprat pagi-pagi. Dan sekarang saat melihatnya dalam setelan kemeja mahal dan jam tangan branded seharga mobil, aku menyadari keputusanku menyimpan rapat-rapat perasaanku terhadapnya adalah hal yang paling benar.
"Apa kamu sibuk, Ra? Sampai membuatku harus menunggu selama ini untuk menemuimu?"
Suara rendah khas seorang pemimpin perusahaan membuat Manager gemuk yang tadi begitu lantang berbicara denganku gemetar, hiiiih, di depan orang yang lebih berkuasa saja tubuh dan juga nyalinya menjadi menciut. Lihatlah sekarang, dengan senyum menjilat dia mendekat pada Mas Aditya.
"Maaf, Pak Aditya. Membuat Anda menunggu." Basi, dasar carmuk! Umpatku kesal. "Silahkan jika ingin berbicara dengan Nura, Pak. Gunakan seluruh waktu yang Anda butuhkan."
Sekarang terlihat betapa berbedanya aku dan Mas Aditya, dia ada di puncak gunung tertinggi, sementara aku di bawah lembah suram yang bahkan bisa memandangnya saja sudah satu keajaiban. Tidak ingin membuang waktu dan membuat semakin banyak tanya aku melangkah menghampiri Mas Aditya, menariknya tanpa berbicara menuju pintu keluar.
❤❤❤❤❤
Lama kami berdua terdiam di kantin kantor ini, tidak ada pembicaraan sama sekali, suasana sunyi karena semua staff pasti sibuk dengan pekerjaan mereka membuat antara aku dan Mas Aditya terasa canggung. Rasanya sungguh tidak nyaman di tatap dengan pandangan menghakimi seperti yang di lakukan Mas Bagas sekarang.
Aku seperti seorang yang melakukan kesalahan sekarang, dan Mas Bagas adalah pendakwa yang akan memberikan hukuman untukku. Dan akhirnya aku tidak tahan dengan kediaman ini, hati dan dadaku sudah penuh sesak dengan perasaan yang hanya bisa aku pendam sendiri.
"Ada apa Mas nyari Nura ke kantor? Manager Nura sampai ngira kalau Nura buat masalah ke Mas."
Katakan aku sedikit keterlaluan karena ketus pada anak majikan Ibuku ini, tapi percayalah, aku sudah lelah dengan semua perlakuan tidak adil yang aku terima imbas berurusan dengan keluarga Wiraatmaja ini.
Mas Aditya tidak langsung menjawab, dia mengusap wajahnya tampak begitu frustasi dan penuh tekanan. Andaikan saja aku seorang yang naif dan mementingkan perasaan, mungkin aku akan GR karena Mas Aditya terlihat mengkhawatirkanku.
"Kenapa kamu mau menikah dengan Masku? Menjadi yang kedua dari seorang Aparat selamanya akan membuatmu menjadi simpanan, Nura. Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri."
Aku tidak tahu harus tertawa atau menangis mendengar pertanyaan dari Mas Adit ini? Dia pikir aku tidak memikirkan semua hal itu? Apa dia pikir aku mau melakukan semua hal ini dengan senang hati? Dan menghancurkan masa depan? Mas Adit pikir aku akan menyia-nyiakan usaha Ibu mengupayakan agar aku bisa kuliah?
Semalam dia berkelahi dengan Mas Bagas soal hal ini, apa dia tidak tahu jika semuanya jauh lebih buruk dari yang dia ketahui. Aku pikir selama ini menjadi istri kedua sudah cukup buruk, tapi yang terjadi padaku jauh lebih buruk, aku bahkan hanya akan terikat pernikahan selama aku mengandung sampai melahirkan. Bahkan keluarga Wiraatmaja tidak memberikan opsi hamil tanpa berhubungan, dimana hanya rahimku yang di pinjam, dan aku akan melahirkan secara caesar. Setidaknya dengan hal itu aku bisa menjaga mahkotaku sebagai wanita, tapi permintaanku di tolak mentah-mentah Bu Widya.
Keluarga Wiraatmaja memintaku benar-benar mengandung anak Bagaskara dan melahirkannya kemudian mengusirku begitu saja seperti tidak terjadi apapun.
Lama aku berpikir dan akhirnya aku sadar hal itu harus aku ubah dan sekarang sedang aku usahakan. Omong kosong dengan cintaku pada pria yang ada di depanku sekarang, toh aku pun tidak bisa menggapainya dan tidak akan pernah punya kesempatan.
Aku tersenyum kecil, topeng baik-baik saja yang aku kenakan untuk mengelabui dunia kini kembali aku kenakan di depan Mas Aditya. "Kamu repot-repot datang ke kantor mencariku karena khawatir terhadap masa depanku, Mas? Harus berapa kali aku bilang Mas, perhatianmu bisa bikin aku salah kira, loh. Kalau Mbak Shitta dengar Mas Adit bilang kayak gini ke aku, dia pasti cemburu di kiranya Mas Adit perhatian karena ada perasaan."
Mas Aditya nampak tersentak mendengar godaanku barusan, seolah dia baru tersadar jika pertanyaannya memang bisa di salah artikan. Aku sungguh tidak serius mengucapkan hal ini, aku berbicara demikian agar Mas Adit berhenti mendesakku tentang keputusan yang terpaksa aku ambil ini.
Tapi senyumku perlahan memudar, saat godaan ngawur yang aku lontarkan pada Mas Aditya mendapatkan jawaban serius.
"Bagaimana bisa aku diam melihatmu hancur, Nura? Di antara jutaan pria yang ada di dunia ini kenapa kamu harus menjadi yang kedua untuk Abangku? Kenapa kamu melakukan ini? Aku begitu mengenalmu, seorang Nura tidak akan mau mengambil langkah seperti ini, jika cinta yang menjadi alasan, aku sama sekali tidak melihat tatapan cinta itu di matamu untuk Bang Bagas, Nura. "
Ya, karena aku tidak punya pilihan Mas Adit. Dan yang aku cintai memang bukan Mas Bagas, tapi kamu. Ingin sekali aku berteriak mengucapkan semua hal itu, tapi sekali lagi, aku tidak ingin menjual rasa kasihan, walau Mas Aditya tahu kebenarannya, dia tidak akan bisa membantu apapun. Dan aku tidak mau mencetak hutang budi yang baru.
Mas Aditya meraih tanganku, menggenggamnya erat dan penuh kehangatan, satu hal yang membuatku terkesiap untuk sesaat, menyulut rasa yang susah payah aku padamkan.
"Terserah kalau kamu nggak mau cerita apa yang sudah bikin kamu mau nikah sama Abangku itu, tapi aku bisa membantumu pergi jika kamu mau, Nura. Ayo pergi ke tempat di mana keluargaku tidak bisa memaksamu melakukan hal yang tidak kamu inginkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nura, Baby For You
RomantikAttention. Cerita ini hanya fiksi belaka yang terinspirasi dari beberapa kejadian di sekeliling kita. Kesamaan nama tokoh, latar belakang cerita, dan kejadian, hanyalah kebetulan semata. "Untuk pertama kalinya Ibu ingin meminta sesuatu darimu, Nu...