Baby For You (12)

5.7K 720 26
                                    

"Bapak menyesal kamu tidak menolak hal ini, Nura."

Tidak menolak karena memang aku tidak mempunyai pilihan? Bahkan beliau yang berbicara seperti ini pun sudah pasti tidak akan menang berdebat dengan istri beliau.

Aku menatap Pak Toni dengan pandangan yang aku sendiri tidak bisa menjelaskan saat aku meminta restu dari beliau usai Akad yang di ucapkan anak pertamanya terhadapku, pandangan mataku terhadap beliau lebih menjelaskan segalanya di bandingkan hanya ucapan semata.

Dari mataku beliau seolah tahu ketidakberdayaan yang aku rasakan, rasa putus asa, kecewa, dan marah yang tidak bisa aku temukan ujungnya. Pernikahan di mana hari bahagia semua orang adalah mimpi buruk untukku.

"Semoga seiring dengan berjalannya waktu, semuanya akan berubah, Nak. Diammu, pasrahmu pada jalan takdir semoga akan menemukan muaranya yang baik. Takdir akan selalu mempunyai cara untuk membuatmu bahagia, Nak."

Setiap kata motivasi yang berkata jika kebahagiaan akan datang di waktu yang tepat pada setiap hamba Tuhan  yang tidak pernah berputus asa kini terdengar seperti omong kosong untukku. Seharusnya bahagia itu datang setelah sekian lama kita terpuruk di titik terendah, bukan malah kesialan dan ketidakadilan yang terus menerus terjadi seperti sekarang ini terhadapku.

Pak Toni mungkin orang yang bijaksana, tapi Istri yang duduk di sebelahnya adalah perwujudan dari Iblis yang kejam, tidak ada keramahan di wajah Ibu mertuaku ini, di matanya aku ini bukan manusia apalagi menantu. Beliau melangsungkan pernikahan siri ini hanya agar terhindar dari dosa atas agama yang kita yakini, bukan karena menghargaiku sebagai wanita.

Bahkan dengan arogannya beliau dan Mbak Helena memintaku untuk secepatnya hamil agar semua hal ini cepat selesai. Ucapan penuh perintah yang hanya aku balas dengan tatapan diam.

Memangnya aku ini siapa? Mereka yang punya banyak uang saja tidak bisa menyogok Tuhan agar di berikan anak, dan mereka justru memaksaku karena hal yang jelas di luar kuasaku.

Hiiissss acara pernikahan seadanya yang rasanya hanya untuk menghalalkan hubungan agar tidak menjadi zina ini terasa seperti bertahun-tahun untukku.
Hingga saat semuanya selesai, kelegaan aku rasakan saat aku bisa melepas semua yang melekat di tubuhku dan terasa berat ini.

Tatapanku tertuju pada bayanganku sendiri di cermin, wajah yang sebagian orang di sebut cantik dalam balutan kimono satin yang mahal tersebut tampak muram dan penuh kemasaman, Nura yang ramah dan baik hati sudah hilang tidak tahu kemana, mungkin Nura yang ramah sudah mati, dan rasanya kematian itu terdengar lebih baik dari pada hidup seperti Boneka.

Suara keributan terjadi di luar sana, teriakan dari Mas Aditya yang memaki Ibu Widya dan Abangnya karena pernikahan ini justru membuatku muak, untuk apa pria baik hati itu marah? Apakah aku terlalu menyedihkan dan terlalu di kasihani hingga dia merelakan  dirinya bertengkar dengan keluarganya sendiri?

Seharusnya Mas Aditya tidak perlu berepot-repot membelaku, toh nasi sudah jadi bubur, perjanjian antara aku dan Bu Widya hanya akan gugur dengan dua cara, satu membayar hutang, dan dua menukarnya dengan pewaris Wiraatmaja. Lebih baik Mas Aditya fokus dengan pernikahannya sendiri, aku rasa itu lebih baik.

Sikap baiknya padaku membuatku teringat pada perasaanku yang aku simpan rapat-rapat atas dirinya.

Suara gebrakan keras dari pintu kamar membuatku menoleh, pria yang beberapa saat lalu mengucapkan ijab qabul atas diriku itu masuk dengan wajah masamnya, tampak beberapa lebam muncul di wajahnya yang terkenal tampan.

Yah, Bagaskara Wiraatmaja adalah Perwira Polisi idaman para wanita, dulu saat aku sekolah aku seringkali mendapatkan banyak hadiah untuk di berikan padanya, karena aku tidak bisa menolak permintaan tolong dari fansnya inilah yang membuat Mas Bagas tidak ramah terhadapku, dia merasa segala bentuk perhatian fansnya melalui diriku sangat mengganggunya.

Bagas Wiraatmaja bukan hanya menarik secara penampilan, wajah, latar belakang keluarganya, tapi juga karena kariernya di Polda yang cemerlang.
Menarik untuk wanita lain, tapi tidak denganku. Di mataku tetap saja dia si dingin dan si acuh Bagaskara yang tidak ramah.

Melihat wajahnya yang lebam membuatku segera mencari kotak P3K, tidak perlu bertanya, suara keras perdebatan Mas Aditya tadi di luar sudah menjelaskan dari mana Mas Bagas mendapatkan semua memar yang merusak wajah tampannya tersebut.

Tidak memedulikan Mas Bagas yang menunduk di samping ranjang dengan rambut kusut karena dia yang terus meremasnya, aku menarik kursi kecil dan duduk di depannya, dan sudah aku duga, pria ini langsung melemparkan tatapan tidak suka terhadapku.

"Nggak perlu cari muka, Nura. Simpan kotak obatmu itu jauh-jauh, semua luka yang aku dapatkan ini juga karenamu." Tepisan kasar dan wajahnya yang melengos sudah cukup untuk menunjukkan betapa muaknya Mas Bagas terhadapku. "Setiap aku dan Aditya berdebat hingga bertengkar, kenapa itu harus karenamu, memangnya Aditya kira aku menginginkan pernikahan ini? Jika dia mau denganmu seharusnya dia berucap dan aku akan dengan senang hati memberikan posisi ini padanya."

Aku menyentuh wajah majikanku ini dengan sedikit kasar, memaksanya agar menghadap ke arahku dan tanpa meminta persetujuan darinya aku mulai mengobati setiap sisi wajah lebam dadi pria bermulut tajam tersebut seolah tidak mendengar setiap ucapan darinya yang menyakitkan.

Suka tidak suka, dia telah mengucapkan ijab qabul atas namaku. Walau dia tidak menginginkannya, sama sepertiku yang terpaksa, kami berdua telah terikat di depan Tuhan dalam satu ikatan yang tidak bisa terputus begitu saja selain dengan kata talaq.

"Aku hanya ingin mengobati lukamu, bukan mencari perhatianmu, Mas Bagas. Aku cukup pintar untuk tahu bahwa hal itu hanya perbuatan yang sia-sia."
Mata tajam tersebut menyipit tidak suka saat tatapan kami bertemu, tapi kali ini dia tidak melarangku yang menyeka setiap lebam di wajahnya. "Jika tidak mau aku obati, seharusnya sampean pergi menemui Mbak Helena, Mas Bagas. Bukan malah datang ke kamarku."

"Helena pergi berlibur bersama dengan teman-teman arisannya."

Alisku terangkat bersamaan dengan gerakan tanganku yang terhenti, beberapa waktu yang lalu aku masih melihat Nyonya Wirawan muda tersebut di sini dan sekarang aku mendengar jika dia sudah pergi bersama dengan teman-temannya. Secepat itu dia menghilang?

Tanpa aku meminta, Mas Bagas menjelaskan tanya yang sudah bergelayut di dalam kepalaku tentang istri tuanya tersebut. "Bukan hanya Helena yang akan pergi, tapi Mama dan Papa, juga yang pasti Aditya. Orangtuaku dan Aditya pergi karena pekerjaan, dan Helena pergi karena ingin memberikan waktu untuk kita menikmati waktu berdua."

Seketika aku mundur mendengar ucapan dari pria masam di depanku ini, menutup outerku rapat-rapat dan berdeham, rasanya sangat aneh jika diingatkan tentang statusku sebagai istri muda pria ini.

"Konyol sekali jika di pikirkan, seorang wanita meninggalkan suaminya agar suaminya bisa bermesraan dengan wanita lain."

Nura, Baby For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang