"Selain anak yang akan menjadi milikku dan Helena, kita tidak terikat apapun."
"............"
"Selama kamu mengandung anakku, aku akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginanmu, tapi jangan salahgunakan hal itu untuk menarikku padamu."
"............ "
"Dan jika di saat bersamaan kamu meminta sesuatu dariku tepat di saat Helena meminta sesuatu dariku, maka kamu harus tahu jika aku akan selalu mengutamakan Helena."
".............. "
"Di duniaku tidak ada yang lebih penting daripada Helena, bahkan di bandingkan dengan anak yang di mintanya ini."
"............... "
"Helena mungkin sanggup merawat anak dariku karena dia mencintaiku, tapi aku, aku bahkan tidak membutuhkan apapun untuk menjadikan dia poros duniaku."
Tanpa sadar aku berdecak kesal, ingatan malam di mana Bagaskara melontarkan banyak kalimat menyakitkan untukku sebagai peringatan terus menerus berputar di kepalaku, tidak mau menghilang dan terus bergelayut di benakku mengingatkanku betapa hina dan tidak berhak bahagianya diriku ini.
Kejadian di hari itu memang merubah seorang Nura, aku sendiri merasakan betapa berubahnya diriku, seorang Nura yang ramah terhadap sekitar kini menjadi dingin, acuh, dan pemurung, bahkan di lingkungan kerjaku, tempat di mana aku menaruh harapan kehidupanku untuk merubah hidupku kini terlihat sama saja. Sekelilingku mungkin tidak menyakitiku, tapi perjanjian dengan Bu Widya seakan membunuh masa depanku.
Perawan yang mempunyai anak?
Seorang gadis yang bahkan tidak perawan. Mungkin bukan hal yang tabu untuk jaman sekarang, tapi itu satu-satunya hal paling berharga yang aku miliki sebagai wanita dan ingin aku persembahkan pada suamiku sebagai hadiah. Tapi keluarga Wiraatmaja merenggutnya dengan cara yang begitu menyakitkan."Kenapa, Mbak? Nggak baik pengantin cemberut dan menggerutu." Aku hanya menatap sekilas pada MUA yang usianya tidak jauh berbeda denganku, mustahil jika dia tidak tahu bahwa yang sedang di riasnya adalah mempelai pernikahan siri untuk menjadi istri kedua. Aku sama sekali tidak bereaksi, hanya mengangkat alisku sebelah menanggapi ucapannya. "Sudah berhasil jadi yang kedua sampai di nikahin kok masih cemberut. Nggak bersyukur itu namanya."
Untuk kedua kalinya aku berdecih, kurang buruk apa coba nasibku, di cap sebagai pelakor pula. Agar anak yang aku miliki sepenuhnya menjadi milik Mbak Helena dan Mas Bagas tanpa pernah tahu jika itu adalah anak kandungku, orang-orang di rumah Wiraatmaja ini menyembunyikan fakta dan dasar kenapa aku mau menjadi yang kedua.
Ya, hari ini adalah hari dimana hukuman buruk seumur hidupku tiba. Hari dimana aku akan menikah dengan Bagaskara secara agama, jangankan menjadi yang kedua dan senang seperti yang di katakan MUA ini, membayangkan saja tidak pernah. Paket komplit penghancuran, bagi yang mengetahui pernikahan ini akan mengira aku menjadi seorang pelakor, dan Mbak Helena yang salah satu biang kerok pernikahan ini semakin mendapatkan simpati.
Dan kalian tahu bagian terburuk menikah siri dengan seorang aparat Negara? Kalian akan selamanya di sembunyikan.
Aku berbalik, menatap wajah dari MUA yang di pilih oleh Mbak Helena ini, hatiku hancur, perasaanku tidak karuan menyambut hari ini, tapi aku tidak akan membiarkan orang lain mengetahui betapa hancurnya diriku. Jika Nura yang dulu hanya akan diam menjaga dirinya sendiri dan pergi, maka sekarang sudah tidak ada lagi yang boleh menyakitiku.
"Jika sudah tahu kalau aku mampu masuk di antara Helena dan Bagas, menurutmu aku tidak mampu merusak hubungan orang lain? Termasuk dirimu?" Suara dinginku membuat MUA dan hair do yang menyiapkan diriku di kamar ini terdiam tidak berkutik, tampak mereka menelan ludah tidak menyangka ucapan mereka akan aku sambut sedingin ini. "Diam dan lanjutkan pekerjaanmu, Mbak. Belajarlah menutup mulut dan menyimpan rahasia rapat-rapat."
Nura yang pendiam sudah mati.
Dan sekarang Nura yang sudah tidak memiliki apa-apa adalah seorang yang akan menggigit saat sesuatu melukainya. Cukup keluarga Wiraatmaja yang menyakitiku dan aku diamkan. Jangan orang lain lagi.Suasana di ruangan ini menjadi tidak nyaman. Rumah keluarga Wiraatmaja yang dulunya tempat yang sudah aku anggap rumah kini seperti Neraka untukku, dan buruknya selama perjanjian ini berlangsung aku akan tinggal kembali di rumah ini, bersama dengan Mbak Helena dan Mas Bagas juga yang lainnya walaupun mereka hanya sesekali pulang karena tuntutan pekerjaan.
Ya, aku akan menikah hari ini, tapi tidak ada sedikit saja kebahagiaan aku rasakan, tidak ada kemeriahan untuk perayaaan hari bahagia bagi sebagian orang ini. Mimpiku untuk menikah dengan orang yang aku cintai dan tersenyum sepanjang hari karena hari paling membahagiakan pupus menjadi hari yang sama suramnya seperti hari pemakaman Ibu.
Pernikahanku tidak dengan orang yang aku cintai, tidak dengan perayaaan yang layak, hanya di hadiri segelintir orang yang akan menjadi saksi dari pernikahan rahasia yang akan di sembunyikan serapat mungkin dari dunia.
Kata buruk dan menyedihkan saja tidak akan cukup menggambarkan apa yang aku rasakan sekarang. Air mataku bahkan sudah tidak bisa menetes lagi, aku sudah lelah menangis dan mengadu pada takdir yang kejam padaku.
Seluruh harapanku untuk hidup bahagia dengan orang yang mencintaiku benar-benar musnah.
Kebahagiaan sederhana yang sering kali luput dari rasa syukur seseorang justru seperti mimpi untukku, terasa mahal dan tidak tergapai sekeras apapun aku berusaha meraihnya.Hingga akhirnya keheningan yang terasa mencekam ini pecah saat suara grasa-grusu terdengar dari luar sana. Saat aku menoleh ke sumber suara, aku mendapati Mas Aditya berdiri di depan pintu, lengkap dengan wajah memerah dan tangan mengepal yang menunjukkan jika putra kedua dari keluarga Wiraatmaja ini sedang berada di puncak amarah.
"Bisa kalian keluar semua?"
Jika saja Mas Aditya datang sebelum aku tahu dia juga akan menikah dengan pacarnya mungkin aku akan sedikit harapan untuk meminta bantuan dari cinta pertamaku ini, tapi seiring dengan rasa patah hatiku melihatnya bersanding dengan wanita lain, sadar diri jika cintaku hanya ada di satu pihak saja dan kepeduliannya padaku hanya sekedar rasa simpati juga karena kasihan belaka, kedatangannya seperti tidak berpengaruh apapun terhadapku.
"KENAPA PERNIKAHAN KONYOL INI BISA BERLANGSUNG? BAGAIMANA BISA KAMU MAU MENJADI ISTRI KEDUA BANG BAGAS, NURA? KENAPA KAMU TIDAK MENOLAKNYA! DAN BODOHNYA AKU SEPERTI ORANG TOLOL YANG TIDAK TAHU APA-APA SEMUA YANG TERJADI DI RUMAH INI."
Suara keras Mas Aditya bergema didalam ruangan ini, sebelum dia menanyakan hal ini padaku, Pak Toni sudah menanyakan hal yang sama. Beliau berkata jika aku berhak menyatakan tidak saat aku tidak ingin menerima permintaan Bu Widya, tapi kenyataannya aku tidak di berikan pilihan kata tidak.
"KAMU MENGHANCURKAN MASA DEPANMU SENDIRI DENGAN MENJADI ISTRI KEDUA BANG BAGAS, NURA. KAMU HANYA AKAN DI SEMBUNYIKAN. PIKIRKAN BAIK-BAIK SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT."
Aku tersenyum kecil, melepaskan tangan Mas Aditya yang mencengkeram erat lenganku yang hanya terlapisi kimono satin tipis.
"Nggak apa masa depanku hancur, Mas Aditya. Tapi setidaknya aku tidak berhutang budi lagi terhadap keluarga kalian."
"............. "
"Jangan mengkhawatirkan aku, khawatirmu bisa bikin aku salah terima."
![](https://img.wattpad.com/cover/288196405-288-k607372.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nura, Baby For You
RomanceAttention. Cerita ini hanya fiksi belaka yang terinspirasi dari beberapa kejadian di sekeliling kita. Kesamaan nama tokoh, latar belakang cerita, dan kejadian, hanyalah kebetulan semata. "Untuk pertama kalinya Ibu ingin meminta sesuatu darimu, Nu...