0.1 | Menerka

4.1K 525 118
                                    

Overthinking

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Overthinking

•—•

Langit biru bertahta begitu megahnya. Hampar putih awan berlaku sebagaimana mestinya, diikuti terik matahari yang mengintip di baliknya.

Pemuda itu melirik arojinya, dengan mata menyipit ia kembali buat langkah yang pasti. Beberapa kali namanya dipanggil, pemuda itu lantas membalasnya dengan sapaan enteng. Sudah biasa; baginya yang menjabat sebagai ketua BEM.

Sosok Aldebra Taehyung Swarna; yang namanya awam sekali dalam telinga mahasiswa, yang presensinya dikenali hampir seluruh kalangan di gedung mereka. Tabiatnya yang ramah, murah senyum, pintar, pun tegas kala sampaikan apa yang diingininya—Taehyung adalah pemuda dengan sejuta kharisma. Darah Bali yang diwarisi keluarganya membuat banyak orang tak heran akan betapa apik figur pemuda itu.

Kulitnya yang sawo matang, maniknya yang hitam arang, hidung bangirnya, tatap tajam mata serta ideal tingginya, ia sering kali didefinisikan; sedikit lagi menuju sempurna. Dengan setelan kaus hitam dilapisi jaket army dan jeans biru lautnya, Taehyung melintasi jalan tapak gedung dengan aura dominan yang tanpa perlu ia usahakan terlalu banyak; sudah keluarkan cirinya.

Mereka yang bahkan tak dikenalinya pun, suka menyapa dirinya dengan untai kata yang khas, seperti;

"Pagi Kak Aldeb!"

"Selamat pagi, Kak ketua!"

"Pagi, Aldeb."

Atau, jika memang sudah akrab dengannya—seperti sosok Jimin Danier Raga yang kini merangkul hangat pundaknya, bertanya; "Tuh berkas banyak banget di tangan lo, Sob. Mau ke ruang dosen?"

Taehyung yang disuguhi tebakan seperti itu mengangguk. Untuk apalagi berkas penuh di tangannya ini jika bukan berkas-berkas permohonan acara yang tengah organisasinya usahakan. Bersamaan dengan senyumnya yang khas, ia melirik Jimin dengan mata sirat akan permohonan, "Gue 'kan ke kantor, nih. Nggak ketebak lamanya kapan. Nitip nasgor Bu Huda ya, Jim?" Merogoh satu saku miliknya, Taehyung berikan satu lembar uang berwarna biru pada Jimin, "Nih, duitnya—"

Memutar bola matanya malas, Jimin lepaskan rangkulannya, lalu menerima uang lembaran itu, "Bilang aja lo nggak mau ngantri, tai kucing."

"Hehehe."

Kala keduanya telah sampai di pertiga jalan yang memisahkan antara wilayah kantin, gedung mahasiswa, dan dosen, Taehyung hentikan langkah begitu pun dengan Jimin.

"Minumnya apa? Sekalian," tutur Jimin.

"Es teh aja. Dah, ya. Gue duluan takut Pak Bambang nunggu. Makasih, Jim!" Kala maniknya menangkap satu presensi lagi menuju mereka dari arah kantin, Taehyung memekik sederhana sebelum benar-benar pergi dari sana, "Oit. Duluan, Jung!" Pada Jungkook.

SEMBILUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang