1.0 | Ambang Batas

2.5K 450 227
                                    

TW : Pict of smoking, drinking/alcohol.

•—•

Where Are You?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Where Are You?


•—•


Bila mungkin ada saat-saat di mana gadis itu merasa sakit hati, maka hari ini, adalah satu pengalaman terburuknya. Beribu cara dan jalan ia lalui bahkan mengabaikan perih hati atas ketidakjelasan hubungan keduanya.

Ia sepenuhnya mengerti, jika memang mereka dalam kondisi di mana dunia tidak mampu mengenali. Tidak ada yang mengetahui hubungan keduanya selain orang-orang tertentu. Manusia-manusia lain hanya melihat mereka sebagai seorang kakak tingkat dan adik tingkat yang bahkan tidak seberapa dekat.

Namun, jika terus begini caranya, di mana jalan keluar itu?

Mengapa terlihat semakin jauh?

Saat di mana pemuda itu menyimpannya, Jennie tak apa.

Saat di mana pemuda itu mengecewakannya, Jennie tak apa.

Namun kali ini, di waktu yang sama, pemuda itu sungguhan tidak menghargai Jennie tepat di depan matanya. Memberi sejumlah fakta pahit seolah dirinya tak berarti apa-apa. Seolah tiap omongan manis yang pernah terujar hanya guyonan semata, Jennie tahu ia telah lelah.

"Gue jalan sama Jisoo nggak ada hubungannya sama lo, Jim. Kecuali kalo gue punya pacar, terus mau jalan sama orang, baru gue izin. Komunikasi sama dia dulu. Kan ini enggak. We're single."

Hatinya sakit, namun bertindak gegabah bukanlah cara tuk menyelesaikan segalanya. Bahkan saat di mana secara refleks Lalisa—sang sahabat yang tentu mendengar jelas ucapan kekasihnya, Jennie menahan lengan itu agar tetap duduk. Mencegah frasa Lalisa yang mungkin saja bisa pecah jika tak segera ia halangi.

Tentu saja tensi di sana kian naik bersamaan dengan raut Lalisa yang tak mampu dibohongi lagi.

Untuk sesaat, Jennie tahu Taehyung merekam raut wajahnya dengan saksama. Bahkan sikap Lalisa. Namun seperti angin yang berlalu cepat, Taehyung sungguhan memilih tuk menjauh dari sana. Meninggalkan Jennie dalam sepi hati di antara bisingnya kantin. Meninggalkan Jennie dalam pahit yang ia takutkan—mungkin, mungkin mampu membuatnya menangis dan menjadikan orang-orang di sana keheranan.

Mengambil gerakan cepat, sebelum duka itu menguasai dirinya, Jennie berdiri dan meraih lengan Lalisa.

"Kak Jung, Kak Jimin. Gue ... gue balik duluan, ya?" ujar Jennie dengan senyum paksaan.

Hari itu, Jennie tidak mendapatkan fokusnya.

Segala pembelajaran dari dosen seolah terlempar keluar dari kepalanya. Tangis membabi buta dadanya namun ia tak bisa melakukannya.

SEMBILUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang