Hal yang Tak Terduga

21 5 0
                                    

Pagi ini Dankin dan Evero memulai pekerjaannya sebagai pelayan di kedai dimana semua orang berhak bahagia atau lebih tepatnya kedai bahagia yang penuh dengan dosa..

Hari ini mereka cukup disibukkan dengan pelanggan yang terus berdatangan hingga larut malam. Mereka sudah terbiasa dengan tugas tugas yang mereka lakukan sebagai pelayan. Menyiapkan minuman, mengantar, mencatat pesanan, bahkan terkadang mereka membuat makanan didapur ketika orang dapur cukup kewalahan dengan pesanan yang datang.

Setelah selesai bekerja, Paman Wallbert memberikan mereka masing masing 15 koin emas,  Mereka menerimanya dengan senang hati. Semakin uang terkumpul, mereka semakin yakin rencana mereka akan semakin berhasil untuk diraih. Setelah selesai membereskan dapur dan ruangan lainnya, Paman Wallbert memanggil mereka untuk masuk ke kamar pribadinya. Selama mereka bekerja disini, Dankin dan Evero belum pernah sekalipun memasuki ruangan pribadi dari bosnya itu dikarenakan bukan hal yang pantas untuk dilakukan.

Ketika mereka sudah memasuki ruangan, Paman Wallbert duduk dikursi kebesarannya, lalu tiba tiba pintu seseorang mengunci dari luar, Dankin tentu saja kaget dan curiga terhadap Paman Wallbert. Sementara Paman Wallbert masih duduk dengan santai dan menatap mereka berdua.

"Apa maksudnya ini Paman?" Dankin bersikap waspada.

"Duduklah!"Paman Wallbert memerintahkan mereka untuk duduk. Evero lalu berjalan mendekati Paman Wallbert namun dicegah oleh Dankin mengisyaratkan sahabatnya untuk waspada. Evero menghela napas bosan. 

"Duduklah Dankin, jika Paman Wallbert ingin membunuh kita, maka sudah daritadi mereka lakukan."

"Tunggu, apa maksudnya dengan mereka?" Dankin menatap kearah sahabatnya dengan bingung. Sementara itu Paman Wallbert tertawa dengan keras dan bertepuk tangan.

"Seperti yang diharapkan dariku, kau benar benar teliti, aku tidak menyangka kau bisa menganalisa dengan cepat."

Tiba tiba beberapa orang keluar dari balik tirai didekat kursi Paman Wallbert.

"Duduklah aku punya pembicaraan denganmu"

Mereka berdua lalu duduk. Paman Wallbert lalu menyilangkan kakinya. 

"Kau ingat waktu itu kau ingin mengajakku kerumahmu bukan?"

Dankin lalu mengingat hal itu dan sampai sekarang dia belum mengajak Paman Wallbert kerumahnya untuk melihat kondisi mereka.

"Soal itu......."

"Sejujurnya aku sudah kesana, dan aku sudah melihat keadaan kalian yang sungguh memprihatinkan...dan ya aku sedikit mendengar pembicaraan kalian waktu itu"

"Sedikit?" Evero bertanya sambil tersenyum miring. Dankin masih tetap diam sambil mengikuti situasi ini dan memperhatikan temannya berbicara kepada bosnya itu.

"Sejujurnya aku cukup kaget karena kau adalah anak dari Kepala Bangsawan Steria, ternyata tidak menghilang jauh dan juga mati kelaparan, namun sebaliknya ada didepan mataku dan terlihat cukup sehat.." Paman Wallbert menyesap minumannya sebentar.

"Sejujurnya aku juga kaget dengan rencana yang kalian buat, kalian harusnya bermain dengan anak seusia kalian, tetapi kalian benar benar mempunyai rencan dan pemikiran diluar dugaanku...Bagaimana mengatakannya ya.. ehmm.. berencana membuat rumah untuk pemberontak ditengah hutann.. ehmm.. sungguh suatu pemikiran licik dan jauh kedepan..Hahahaha..."

"Langsung ke intinya saja Paman, apa yang kau inginkan dari kami"

"Baiklah begini...."

*****

Tiga minggu kemudian, sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat sebelumnya dengan Paman Wallbert. Dankin dan Evero saat ini sedang berada di atas kediaman Duke Nikodemus dan berjalan diatas atap seperti maling. Keduanya mencari letak dimana Kamar Duke Nikodemus berada. 

Saat menemukannya, keduanya tak langsung kedalam dan memilih tetap berada diatas atap sambil mengamati keadaan sekitar. Paman Wallbert mengatakan Duke Nikodemus akan tidur pada tengah malam, menurut informan yang didapatkannya dari salah satu bawahannya yang berada dan bekerja dibawah kekuasaan Duke Nikodemus. 

Saat ini baik Dankin dan Evero memilih tidur diatap sambil menikmati indahnya bintang di malam yang tak sedang hujan. Keduanya memilih menunggu terlebih dahulu tanpa terburu-buru agar sesuai rencana.

Pada pukul tengah malam, Duke Nikodemus telah berada dikamar sendirian. Istrinya telah dia perintahkan untuk pergi dari kerajaan ini dari beberapa hari yang lalu. Saat Duke Nikodemus duduk di tepian kamar tidurnya, segera 2 orang turun dari atas atap rumah besarnya dan langsung mengacungkan sebuah pedang tepat dilehernya. Duke Nikodemus terkejut bukan main namun segera mengambil sikap biasa saja seakan dia telah sering menghadapi ini.

"Jika kau teriak, tidak ada gunanya kepalamu tetap disana. Jadi, diam dan dengarkan saja perkataan kami." Seorang bertopeng hitam yang tidak lain adalah Dankin sedang mengancam Duke Nikodemus. Sementara seseorang bertopeng lainnya yang tidak lalin adalah Evero juga mengeluarkan pedangnnya, namun lebih ke arah mengawasi situasi sekitar.

Duke Nikodemus menghela napas pelan.

"Kau tau, sebagai seorang penjahat, kau terlalu kasar dalam bermain kata dan dari suara kalian, aku tebak kalian lebih muda dariku. Sungguh anak muda sekarang tidak tahu sopan santun"

Dankin membuang nafasnya jengah.

"Pertama kami bukanlah penjahat, dan kedua, jika tidak dengan cara ini, kami tidak dapat berbicara bersamamu sekarang."

"Menarik, jadi apa yang kau ingin sampaikan?"

Evero menarik senjatanya, dan Dankin tetap siaga di dekat Duke itu.

"Kurang dari 1 hari lagi, ada pasukan dari kerajaan ini akan datang ke tempat ini. Kau tau tentang apa?"

Duke Nikodemus mengerutkan dahi dan sedikit terkejut mengenai hal itu. Dia menatap Dankin meminta penjelasan.

"Membunuh keluargamu dan memenggal kepalamu, memasangnya didepan tiang gerbang supaya semua orang dapat melihat pengkhianat kerajaan ini"

Duke Nikodemus terkejut bukan main, seingat dia, dia tidak pernah menyinggung siapapun dan tidak melakukan tindakan pengkhianatan apapun terhadap Kerajaan Tresadior ini, tetapi kenapa malah dia dituduh pengkhianat. Disatu sisi dia masih ada keraguan dengan apa yang orang bertopeng ini, namun melihat situasinya saat ini yang kurang baik di wilayahnya, rasanya dia ingin mempercayai orang ini sepenuhnya. 

"Bagaimana aku mempercayaimu sepenuhnya, aku masih ragu untuk mempercayaimu?"

Dankin menyarungkan pedangnya. 

"Terserah kau mau percaya atau tidak, jika kau ingin percaya kepada kami, besok sebelum pasukan itu tiba disini, bawalah orang orang kepercayaanmu siapapun itu baik prajurit ataupun dari bawahan pemerintahaan atau juga rakyat biasa atau siapalah itu. Pastikan mereka mereka orang orang yang dapat dipercaya. Bawalah mereka semua ke Hutan Sora dalam waktu matahari mulai tenggelam. "

Evero mengingatkan bahwa waktu mereka sudah mulai habis. Dankin segera mengangguk.

"Ingat bawalah orang-orang yang dapat kau percaya dan jika kau tak datang ke Hutan Sora, ku ucapkan, semoga kau beristirahat dalam damai nantinya". Lalu Dankin dan Evero beranjak pergi sebelum prajurit pengawal Duke Nikodemus menyadari keberadaan mereka. Itu hanya membuat situasi menjadi lebih rumit.

Saat Dankin dan Evero akan pergi, Duke Nikodemus mencegahnya.

"Tunggu"

Dankin berhenti sebentar dan menoleh menunggu Duke Nikodemus mengatakan sesuatu.

"Bagaimana aku dapat bertemu kalian di Hutan Sora tersebut."

Dankin tersenyum dibalik topengnya. Kemudian ia memberikan medali ditangan Duke Nikodemus lalu segara pergi dari sana bersama Dankin.

Duke Nikodemus cukup heran mereka tidak mengatakan apa-apa tentang medali yang dia pegang sekarang.

Namun. Duke Nikodemus terlihat mengerutkan dahi, setelah dipegang, ada yang aneh setelah melihat ukiran tersebut. Beberapa saat kemudian, dia begitu terkejut..

"Ini........."









Hallo guys aku kembali, sorry... lagi lagi aku terlalu sibuk atau terpaksa disibukkan oleh dunia nyata. Maaf.....

Silahkan kritik dan saran, koment dibawah yak..

Kuda Meja, 24 November 2021

Dankin & EveroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang