Evero duduk dihadapan kedua orang tuanya. Mereka sekarang berada di ruang konseling bersama dengan beberapa orang yang terlibat kekacauan.
Kekacauan yang dirinya lakukan karena ketidakmampuan dirinya menampung beban yang sangat sesak itu. Selain kedua orangtuanya ada beberapa orang diantaranya Dio, Pak Leo guru mereka yang terkena pukulan oleh Evero, Pak Dimar selaku guru BK dan juga Kepala Sekolah.
Suasana diruang itu sungguh mencekam, tak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu. Semua orang menatap Evero dan larut dengan pemikirannya mereka sendiri hingga Ayah Evero menghembuskan nafas pelan dan mulai berbicara.
"Evero. Apa yang kamu pikirkan sampai menjadi seperti ini"? Evero tetap diam sementara Dio menatap Evero dengan kening berkerut. Entah ada masalah apa dirinya dengan Evero.
"Evero, ini tidak seperti dirimu. Apa yang membuatmu melakukan perkelahian? Bahkan tidak hanya dengan temanmu tetapi juga dengan gurumu. Beliau sosok yang harus kamu hormati".Pak Dimar memijat dahinya pelan. Kepalanya terasa pusing, sudah lama dia tak mendapat masalah sebesar ini.
"Maafkan saya Pak Leo. Saya tidak sengaja memukul anda". Evero mengatakannya dengan wajah bersalah.
"Trus apa masalahmu nak?". Pak Dimar mencoba kembali bertanya agar Evero mau mengatakannya kepada mereka semua yang berada diruangan ini.
Evero kembali diam.
"Lo kenapa dah Ro? Kenapa lo mukul gua?" Dio menatap wajah sahabatnya dengan menghembuskan nafasnya kasar.
"Bacottt!!".
"Evero!!".
"Apa??". Evero menatap tajam ayahnya dengan angkuh.
Plakkk!!! Satu tamparan keras dari Ayahnya mengenai wajah Evero.
Ibunya kaget dan menahan suaminya itu untuk tak melakukan itu lagi."Hukum saja saya sesuai peraturan yang tertera disekolah ini. Tidak perlu mencari alasan saya melakukan itu" Evero bangkit dari tempat duduknya dan mengambil tasnya ingin pulang ke rumah. Jujur Evero sudah lelah untuk menjelaskannya pada siapapun namun pergelangan tangannya dicekal oleh ayahnya dan..satu pukulan mengenai wajahnya.
"Mas cukup!!. Ingat dia anakmu". Ibunya mencoba menahan suaminya dengan air yang sudah mulai menetes dari wajahnya yang sudah tidak muda lagi. Evero melihat air mata itu. Dulu dia ingin menghapusnya namun sekarang dia tidak peduli lagi.
"Berisik anj**ng!!. Lo selingkuh sama artis itu". Evero menunjuk tepat didepan wajah ayahnya. Ayah Evero diam mematung. Semua orang yang berada diruangan itu kaget menatap ayah Evero. Seakan belum hilang keterkejutan semua orang Evero kembali berbicara dan kali ini menunjuk Ibunya.
"Dan lo!! Kerjaan lo cuma bersenang senang sama brondong bang**t yang sialnya brondong itu salah satunya lo Yo!!". Evero menatap Dio tajam.
Evero lalu beranjak pergi dari situ. Dia sudah muak melihat wajah orang-orang yang pernah dikasihinya itu. Semua orang yang ada diruangan itu tak menahan kepergian Evero. Mereka semua diam mematung dan berusaha mencerna omongan Evero.
*
Evero menatap gedung-gedung pencakar langit itu dengan tatapan kosong. Segelas alkohol memenuhi tenggorokannya hingga tandas. Sekarang Evero berada di salah satu hotel di Jakarta. Evero memesan satu kamar setelah kepergiannya dari sekolah. Dia kembali meminum alkohol yang semakin lama semakin terasa panas di tenggorokan. Evero tak peduli jika kepalanya sekarang mulai terasa pusing. Dia berjalan dengan sempoyongan menuju balkon dan meminum alkohol hingga tandas.
"Hahahahahaha".
"Arghttttttt".
Evero berpegangan pada sisi pembatas pagar yang tingginya hanya sebatas pinggangnya. Kepalanya menatap kebawah, seketika pandangannya mulai mengabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dankin & Evero
FantasíaDANKIN Dankin seorang anak muda yang harus melepaskan statusnya sebagai Bangsawan Steria karena keluarganya dicap melakukan pengkhianatan pada Kerajaan Tresadior. EVERO Evero seorang anak SMA yang lelah dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh oran...