Membran Kasih
~ Satu ~Hiruk pikuk di tengah pembangunan Cluster Green House di pusat Kota Kembang terasa menggurita. Perumahan untuk kalangan menengah atas dengan konsep hunian di tengah hijaunya bukit itu sudah memasuki tahap ke tiga. Tahap pertama dan kedua sudah ludes terjual dengan sistem inden atau dibangun berdasarkan pesanan.
Rumah dua lantai menghadap danau buatan terlihat megah dan mewah. Kompleks ini dilengkapi berbagai fasilitas penunjang. Mesjid sudah dibangun di bukit landai. Dari sana, pemandangan bebas menghampar indah. Di gerbang dengan sistem one gate dibangun ruko yang bisa digunakan untuk berbagai usaha. Sudah ada beberapa super market yang beroprasi, juga berbagai toko dengan berbagai jenis dagangan. Semua itu dimaksudkan agar mempermudah penghuni kompleks untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tak lupa, agar penghuni sehat maka disediakan jogging track yang memanjang di depan hunian. Jalanan lebar yang bisa dilalui mobil dua arah menambah daya tarik untuk membeli. Bisa juga untuk bersepeda santai bersama keluarga tercinta.
🏘️🏘️🏘️🏘️🏘️
"Sudah sejauh mana pembangunan tahap tiga ini?" Dimas bertanya pada Wifri, sang mandor.
"Target pembangunan delapan puluh dua unit yang sudah dibooking akan selesai tiga bulan ke depan, Bos." Wifri menjelaskan dengan menunjuk denah yang terhampar di meja.
"Susan, pembayaran pemesan lancar?"
"Lancar, Bos. Hari ini in syaa Allah ada lima orang yang akan melakukan akad kredit."
"Oke, good job."
🏘️🏘️🏘️🏘️🏘️
Rembulan masih mengintip di keheningan malam. Udara Desember terasa menyisik dan membuat kelu. Angin sepoi menambah badan-badan lelap untuk merapatkan selimut. Mereka, para pekerja bangunan yang tidur di kasur tanpa ranjang di dalam barak yang disediakan pengembang. Barak seadanya tapi cukup memadai dengan dilengkapi dua kamar mandi.
Ada delapan belas orang yang tidur di barak. Mereka adalah tenaga kerja yang berasal dari luar kota. Biasanya mereka disebut tukang. Para tukang yang rumahnya di Bandung, pergi pulang di hari yang sama, termasuk Wifri. Walau terkadang lembur hingga malam dan menginap juga di barak. Totalnya ada dua puluh enam orang.
🏘️🏘️🏘️🏘️🏘️
Rumah tua yang sederhana itu terlihat muram tergerus zaman. Tadi malam hujan deras. Beberapa bagian langit-langit meneteskan air yang ditampung dalam deretan baskom, membentuk irama getir. Begitu juga dengan dinding papan, terdapat beberapa bagian yang bolong lantas ditutup dengan potongan lakban hitam.
Satire kehidupan di kota besar, orang papa yang bersisian dengan kemewahan yang seolah mencibir mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Wifriansyah Wahyudi, salah seorang dari mereka. Lelaki berperawakan kekar berkulit agak gelap berusia tiga puluh delapan tahun itu bersahabat erat dengan perjuangan hidup. Dia baru berusia delapan belas tahun saat Ayahnya mendadak meninggal gegara serangan jantung dalam posisi bersujud saat bermunajat pada Allah di dua pertiga malam.
Langit serasa runtuh seketika. Wajah syahdu mendiang ayahnya yang tersenyum dalam tidur abadi terus membayangi Wifri. Tak ada firasat apapun, tak ada pesan apapun. Yang diingat Wifri adalah saat sang Ayah berusaha membangunkannya dan mengajaknya mendirikan salat malam. Darah muda Wifri membangkang, dia lebih riang dipeluk syaithan dan meneruskan tidurnya dan baru terjaga saat ibunya menjerit menyobek fajar.
Penyesalan selalu datang terlambat. Wifri meraung-raung saat jenazah Ayahnya dimandikan lalu dikebumikan di pekuburan warga yang tak jauh dari rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Membran Kasih
RomanceKisah perjuangan seorang lelaki bernama Wifri sejak dia ditinggal Ayahnya menghadap Ilahi. Wifri muda berperan sebagai Ayah untuk tiga adiknya: Wina, Wira dan Wini. Wifri mengantar adik-adiknya menuju kesuksesan sehingga dia seolah lupa pada diriny...