Membran Kasih
~ Lima Belas ~Takaran rezeki seseorang sudah ditentukan, tinggal dijemput dengan ikhtiar. Rezeki Allah itu terserak dan datang dari arah mana saja yang tidak tertuga.
Begitu pun dengan Salon Wifni yang semakin banyak dikenal, tidak hanya oleh warga Cluster Green House tapi orang-orang di luar itu. Pelayanan yang ramah dan hasil yang memuaskan menjadi magnet untuk datang. Kecantikan Wini pun menjadi buah bibir. Cerita positif dari mulut ke mulut menjadi promosi berharga. Wini sudah mulai berani merias pengantin walau belum disertai penyediaan baju dan segala tetek bengeknya. Tentu saja Wini sangat berharap kelak dia bisa memiliki pelengkap itu: baju pengantin lengkap dengan baju orang tua dan pendamping, kursi, pelaminan, meja prasmanan dan lain-lain. Semuanya tentu saja butuh proses dan biaya.
Adapun Wifri, kariernya juga semakin baik. Berkat pengalamannya yang lumayan lama, membuat Wifri makin menguasai pekerjaannya. Sekarang Wifri sudah menjadi manager. Dimas sudah terbang ke cluster lain yang dia bangun. Dia juga makin sukses. Walau begitu, Wifri sering diajak Dimas untuk menangani proyek yang lain. Istilahnya, Wifri jadi tangan kanan Dimas.
Kesuksesan Dimas dan Wini tentu saja berbanding lurus dengan rupiah yang mengalir
🏡🏡🏡🏡🏡
Wini sedang membereskan kasur Ibu ketika dia melihat banyak rambut Ibu yang rontok di bawah bantal. Diraihnya rambut itu lalu dimasukkan plastik. Ibu selalu memakai ciput sehingga Wini gak menyadari.
"Bu, sudah mandinya? Jangan terlalu lama takut masuk angin." Wini mengetuk pintu kamar mandi perlahan.
"Ya, sebentar lagi." Ibu selalu menolak tawaran Wini untuk memandikannya. Katanya, Ibu masih kuat.
Sesaat, Ibu keluar kamar mandi, sudah memakai gamis dan penutup kepala.
"Ibu pakai bajunya di luar saja, tuh gamisnya basah."
"Takut ada tamu kamu kan malu."
"Makanya Ibu tidur di kamar Wini di atas."
"Cape naik-turun tangga."
Kini, ruang tidur Ibu tidak hanya dihalangi sofa tapi disekat oleh lemari pajang tinggi. Wini dan Wifri bergantian tidur di bawah.
"Di bawah seadanya Bu."
"Ya gak apa-apa, Win."
"Gamisnya ganti lagi ya, ini basah," ujar Wini seraya mengambil gamis merah maroon dari lemari kecil di kaki kasur.
"Sudah, Ibu pake sendiri saja. Wini tunggu di depan, mungkin ada pelanggan yang datang.
"Wini gantiin baju Ibu. Dulu waktu Wini kecil, Ibu yang merawat." Wini membuka gamis Ibu yang basah tapi tersangkut di bagian kepala, terganjal ciput. Wini pun membukanya. Tersuguhlah pemandangan yang membuat dada Wini sesak. Badan Ibu hanya tinggal tulang berbalut kulit. Yang lebih menyesakkan, rambut Ibu hanya tinggal beberapa lembar saja, nyaris botak efek tiga kali kemoterapi.
"Ibu ...." Dipeluknya tubuh wanita enam puluh tujuh tahun itu dengan haru biru.
"Sudah gak usah nangis. Jangan tangisi Ibu. Ibu saja yang sakit gak nangis." Ibu menggenggam dua tangan Wini sambil menatapnya. Sesungging senyum menghiasi wajah Ibu yang pucat tapi memancarkan aura yang menentramkan. Wajah wanita yang sabar dan tegar diuji sakit yang demikian dahsyat, wanita saleha.
🏡🏡🏡🏡🏡
Sore itu, kesibukan di rumah mertua Wira semakin terasa. Kandungan Diah masuk bulan ke empat. Mertuanya bersikukuh mengadakan pengajian untuk jabang bayi. Wira awalnya menolak tapi Umi meyakinkanya bahwa Umi dan Abi akan menanggung semua biaya pengajian.
![](https://img.wattpad.com/cover/290113021-288-k632075.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Membran Kasih
RomantizmKisah perjuangan seorang lelaki bernama Wifri sejak dia ditinggal Ayahnya menghadap Ilahi. Wifri muda berperan sebagai Ayah untuk tiga adiknya: Wina, Wira dan Wini. Wifri mengantar adik-adiknya menuju kesuksesan sehingga dia seolah lupa pada diriny...