Kedatangan Mentari di sambut oleh Iqbal sang kakak. Iqbal sudah menyelesaikan kuliah sarjananya dan membuka bisnis café sembari melanjutkan pasca sarjana. Iqbal senang sekali Mentari akan kuliah di sini bersamanya. Bisa menjaga adiknya, hal yang selama dia di Jerman tidak bisa dilakukan. Iqbal sadar sang adik kurang kasih sayang orang tua juga dirinya sebagai kakak. Membiarkan Bumi mengambil alih perannya selama ini. Saat ini Iqbal bertekat ingin menjadi kakak yang baik untuk sang adik.
"Mentari sayang, kakak kangen... " Iqbal berlari menyongsong Mentari dan kedua orang tuanya. Dia memeluk Mentari dan membawanya berputar
"Kakak, nanti jatuh. Mentari takut", Mentari memukul punggung sang kakak karena hawatir jatuh. Sementara Iqbal tidak menghentikan kegiatannya memutar-mutar tubuh sang adik dalam pelukannya, memuaskan rasa rindunya.
"Kakak, nanti Tari pusing kepalanya kalau kamu putar-putar gitu" Bapak menegur Iqbal untuk berhenti.
"Iqbal kangen banget sama tuan putri kita ini pak", Iqbal mengantikan kegiatannya tetapi pelukannya terhadap Mentari tidak diurai begitu saja. Dia lalu mengacak-acak rambut gadis itu.
"Kakak, kusut rambutnya", Mentari cemberut sambil merapihkan rambutnya."Ga apa-apa kusut tetep cantik kok, ayo kita pulang. Kakak sudah siapkan makan malam special"
Malam itu keluarga Wilaga lengkap berkumpul di apartemen Iqbal. Menikmati makan malam langka dengan formasi lengkap.
Apartemen itu tidak bisa dibilang sederhana tetapi masih kurang untuk masuk kategori mewah. Apartemen dengan dua kamar tidur, ruang tamu, makan dan dapur. Lantai bawah apartemen itu juga Iqbal menyewa tempat untuk membuka café. Café khas minuman Indonesia untuk melepas rasa rindu mahasiswa dan para perantau kepada kampung halaman. Café itu menjual teh, kopi, bandrek, berbagai panganan khas Indonesia.
"Bu, ini kering kentangnya enak banget. Beli dimana, Iqbal mau buat Kerjasama untuk kirim ke café. Laris ini pasti. Enak bener," Iqbal tidak berhenti makan kering kentang buatan Bunda Bumi.
"Itu buatan Bunda Bumi. Dia bawain Mentari banyak, katanya untuk stok kalau kangen masakan Indonesia. Itu kesukaannya Mentari." Ibu Sari menjawab pertanyaan anak sulungnya."Bapak mau nambah ayamnya ndak?" Mentari menawarkan ayam kecap kepada Bapak.
"Boleh, tapi pilihkan bagian paha." Bapak menyodorkan piring dengan Mentari untuk diisi ayam kecap bagian paha.
"Bapak masih aja doyan paha, ga mau coba bagian dada?" tanya Iqbal.
"Bagian paha ini gurih, enak. Kalau bagian dada kurang gurih." Bapak menjelaskan, kenapa dirinya menyukai bagian paha.
"Kalau Mentari suka kulitnya aja, enak" Mentari tidak mau ketinggalan dalam pembicaraan.
"Idih, kulit itu kolesterolnya banyak, bikin gendut," Ibu bergidik melihat kulit yang dipamerkan Mentari.
"Tapi Tari makan kulit ga gendut, seksi kok" Mentari membela diri sambil memakan kulit yag sedari awal makan dikumpulkan dipinggir piring makannya.
"Bagi dong..." Iqbal mengambil tumpukan kulit dipiring Mentari
"Kakak, punya Mentari, dikumpulin dari tadi juga," gerutu Mentari
"Kirain ga doyan" dengan cuek Iqbal memakan kulit
"Makannya terakhir, kan disayang-sayang", sahut Mentari sambil cemberut
"kakak, senang sekali gangguin adiknya", tegur Ibu Sari
"abisnya kalau Tari cemberut lucu bu",
Malam ini Mentari tidur dengan senang, kehangatan suasana makan malam di meja makan adalah hal yang sudah sejak lama Mentari impikan. Bercanda, ngobrol ringan, mencurahkan perhatian. Malam ini Mentari berharap setiap hari bisa seperti ini, berkumpul Bersama berbagi rasa.
Pagi ini Mentari akan ke kampus di antar oleh Iqbal. Setelah selesai mengurus administrasi mahasiswa baru. Mentari diajak berkeliling kampus oleh sang kakak. Sambil berkeliling Iqbal menunjukkan bagian-bagian dari kampus.
Institut Teknologi Konfederasi Zürich, yang dalam bahasa Jerman disebut Eidgenössische Technische Hochschule Zürich (ETH Zürich). Kampus ini terletak di Swiss tepatnya kota Zurich. ETH Zurich merupakan salah satu universitas terkemuka di Swiss dan termasuk dalam 10 universitas terbaik dunia menurut QS World University Rankings. ETH sendiri dinaungi langsung oleh Departemen Perekonomian, Pendidikan dan Penelitian Federal Swiss. ETH Zurich menawarkan dua program utama di departemen arsitektur mereka: gelar sarjana dan magister.
"Tari, kamu tau ga? Kalau gelar sarjana disini Cuma butuh waktu hingga tiga tahun untuk selesai. Nanti juga ada magang enam bulan untuk memenuhi persyaratan gelar. Walaupun penerimaan murid baru setiap musim gugur, tapia da pengecualian untuk kandidat dengan kualifikasi sebelumnya. Nah kalau kamu selesai ambil sarjana, langsung aja ambil master. Kalau ambil master, waktunya selama dua setengah tahun. Juga ada magang enam bulan, sudah termasuk bagian dari program ini. Kalau Master penerimaan untuk program ini juga terjadi pada musim gugur, tetapi lulusan sarjana ETH Zurich dapat dibebaskan dari aturan ini." Jelas Iqbal kepada Mentari.
"Kalau bahasanya gimana kak?" tanya Mentari.
"Bahasa pengantar utama adalah bahasa Jerman, tetapi beberapa kelas dan ujian dilakukan dalam bahasa Inggris", Iqbal menjawab dengan sabar.
"Oh, ada Bahasa Inggrisnya juga? Enak dong kalau gitu. Kampus ini banyak alumni yang keren-keren kak." Mentari antusias dengan Bahasa Inggris yang dipakai untuk Bahasa pengantar.
"Albert Enstein dan anaknya yang bernama Hans Albert Einstein adalah alumni dari universitas ini lho" Iqbal mempertegas alumni luar biasa dari ETH.
"Mentari juga mau seperti mereka Kak", Mentari bersemangat sekali
"Ia, kamu pasti bisa. Makanya nanti kuliahnya yang rajin"
Setelah puas mengajak Mentari berkeliling, Iqbal membawa gadis itu ke café. Iqbal ingin memperkenalkan Mentari kepada para mahasiswa yang biasa berkunjung ke café agar Mentari mendapatkan teman baru. Ternyata di café sedang ramai, banyak mahasiswa Indonesia yang berkumpul. Waktu yang tepat untuk memperkenalkan Mentari.
"Sini dek, kakak kenalkan dengan beberapa mahasiswa Indonesia yang kuliah disini. Biar kamu cepat dapat teman," Iqbal menarik tangan adiknya dan dibawa mendekat dengan sekelompok mahasiswa yang sedang ngobrol.
"Selamat siang, permisi. Apa kabar semua", Iqbal menyapa
"selamat siang kak"
"siang"
"kak, soto hari ini nikmat bener, apalagi tambahan perkedelnya maknyuus. Makasih ya kak, sering-sering kasih bonus makanan,""itu mah harapan semua mahasiswa, makanan gratis"
"Tenang, setiap Jumat free makan siang, dan akhir bulan bonus perkedel kentang dan nasi untuk pembelian soto", jelas Iqbal."Kenalin dong kak cewek cantiknya?"
"Ia, kenalin dong""Ini Mentari, adikku. Dia kuliah ambil Fisika di EHT" Iqbal memperkenalkan Mentari
"hai Mentari, selamat datang di Zurich"
Perkenalan itu berlangsung hangat dan akrab. Tetapi Mentari hanya menimpali celetukan dan candaan mereka dengan senyuman, tanpa banyak kata.
"Selamat siang, apa saya kehabisan soto", tiba-tiba datang seorang pemuda tampan."Reza, baru datang. Tenang soto masih banyak, hari ini bonus perkedel"
"Rezeki anak sholeh itu Namanya, dapat bonus"
Mentari mesti masih tampak kikuk tetapi menikmati suasana perkenalan siang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI DAN MENTARI
Roman d'amour"Kenapa sich, kamu ga pernah mau dengerin aku?" "Kenapa aku harus dengerin kamu? Emangnya kamu siapa aku? Penting gitu!" "Emangnya kamu siapa aku? Penting gitu" kalimat yang diucapkan Bumi terngiang ditelingaku. Betapa tidak ada artinya diriku dimat...