"Nieh minumnya" Mentari memberikan tumbler ke Bumi dengan tersenyum
"Memang kamu gak malu, di sini cowok semua lho?" Bumi bertanya sambil meminum airnya.
Mentari memandang sekeliling lapangan footsal ini. Memang hanya dirinya satu-satunya perempuan di sini. Tetapi biasanya tidak. Ada beberapa gadis yang juga menemani pacarnya latihan footsal. Tetapi tidak dengan sore ini. Entah pergi kemana para gadis itu."Gak lah, kenapa malu. Gak maling ini" jawab Mentari sambil tersenyum salah tingkah.
"Suka-suka kamu aja Tari. Ayo kita pulang."Mereka beranjak pergi meninggalkan lapangan footsal itu. Mentari juga tidak tau kenapa dia harus selalu mengikuti Bumi. Baginya ini adalah sebuah rutinitas yang tidak bisa dilewatkan.
"Tumben kamu sendirian, Tari kemana?" Jono, teman sekelas Bumi memandang kaget melihat Bumi berada di kantin sendiri.
"Mi, toiletnya hari ini kehabisan tisu. Untung tadi sudah bawa tisu jadi ga bingung. Pesenanku mana? Es jeruknya sudah dipesen yang less sugar kan? Baksonya ga pakai daun seledri?" Mentari tiba-tiba muncul dihadapan Jono dan Bumi dengan serangkaian kalimat yang membuat kedua lelaki itu terpukau.
Jono yang lebih dulu sadar akan hal ini menepuk pundak Bumi."Selamat menikmati es jeruk dan baksonya Bumi", Jono berlalu sambil terbahak-bahak meledek Bumi.
"Sudah semua tuan putri" Bumi menjawab dengan lesu.
"Ini pesenannya mas, es Jeruk less sugar, bakso tanpa seledri, es teh manis dan mie ayam" Pelayan datang mengantarkan pesanan mereka.
Mentari tersenyum senang melihat makanan didepannya. Bumi mulai menyantap makanan dalam diam."Bumi, ini saus susah tuangnya. Tolong tuangkan?" Mentari memberikan botol saos kepada bumi dan mendekatkan mangkuk baksonya kepada Bumi. Lelaki itu dengan tenang mengambil botol saos dan mulai menuang saos ke mangkuk bakso. Mentari tersenyum melihat hal ini.
Malam ini Mentari makan sendiri di meja makan. Hanya ada mbok Wati asisten rumah tangga dan Pak Mamat sopir mobil di rumah ini. Seharusnya malam ini Mama dan Papa Mentari makan malam bersama Mentari seperti yang sudah dijanjikan. Tetapi ada pertemuan mendadak dengan perwakilan Dinas Pariwisata untuk membahas sewa hotel dan catering terkait kegiatan yang melibatkan banyak tamu dari luar negeri. Papa harus menemani Mama untuk menjamu tamu penting ini. Jadilah Mentari sendiri di meja makan memandang makanan yang banyak ini. Terbersit keinginan untuk membawa semua makanan ini ke rumah Bunda Bumi. Tetapi teringat Bunda dan Bumi pergi mengunjungi rumah Nenek sore tadi dan baru kembali besok. Rumah ini terasa sunyi dan dingin.
"Mb Tari, kenapa makanannya tidak dimakan? Apa tidak enak? Mbok Wati buatkan yang lain kalau Mb Tari ga mau", Mbok Wati memperhatikan nona mudanya ini murung dan tidak berselera makan.
"Makanannya tidak enak semua mbok. Tari gak mau makan"
"Mbok buatkan seblak aja ya, nanti dikasih bawang goreng yang banyak." Rayu mbok Wati agar Mentari mau makan.
"Ga mau mbok, ga mau makan. Tari mau tidur aja." Mentari berlalu dengan langkah gontai."Kalau Mb Tari ga mau makan, nanti perutnya lapar, ga bisa tidur lho?" Mbok Wati tidak putus asa untuk terus merayu Mentari agar makan.
"Ga nafsu makan mbok."
"Mb Mentari mau apa, nanti mbok buatkan"
"Mau makan sama Mama dan Papa, Mbak"
"Mama sama Papa kan lagi sibuk. Mb Mentari makan sama mbok Wati dan pak Mamat aja ya. Kita makan bareng. Sudah atuh jangan nangis, nanti cantiknya hilang." Mb Wati menghapus air mata yang mengalir di pipi Mentari, membelai rambut nona mudanya itu.
"Mbak panggil pak Mamat dulu ya." Mb Wati berlalu untuk memanggil Pak Mamat.
Malam ini adalah makan malam yang biasa dilalui Mentari dengan kekecewaan. Seharusnya dia sudah terbiasa karena sudah terlalu sering orang tuanya mengingkari janji untuk makan malam bareng.Biasanya dia akan pergi ke rumah Bumi untuk menghilangkan kesedihannya. Tetapi malam ini dia tidak bisa melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI DAN MENTARI
Romance"Kenapa sich, kamu ga pernah mau dengerin aku?" "Kenapa aku harus dengerin kamu? Emangnya kamu siapa aku? Penting gitu!" "Emangnya kamu siapa aku? Penting gitu" kalimat yang diucapkan Bumi terngiang ditelingaku. Betapa tidak ada artinya diriku dimat...