RUMAH TANGGA YANG MULAI GOYANG

81 7 0
                                    

Pagi yang cerah bersama semburat arunika menjilat bumi semesta, terdengar suara nyanyian burung-burung berkicau di atas balkon lantai dua. Semilir angin pesisir Pantai Sejarah menghadirkan keindahan luar biasa, panorama seakan membuat sekeluarga di rumah mewah itu seakan tak ingin meninggalkan ranjang.

Ketika malam hari dengan suasana temaram, rumah terasa sangat penuh hiruk pikuk memasuki indra pendengaran. Namun, ketika subuh mulai menyingsing dan memboyong matahari, suasana berubah menjadi sangat damai dan tentram.

Dalam sekelebat penglihatan, Jefri baru tersadar kalau Siska—istrinya tak ada di posisi samping kanan. Padahal wanita itu selalu menemani sang suami sejak malam. Karena sangat penasaran, akhirnya lelaki berkumis tipis itu melompat dari atas dipan, dia celingukan ke ambang pintu kamar mandi.

Kecipak air keran terdengar sesaat, sebelum akhirnya berhenti dengan sendirinya. Ketika langkah berada di depan pintu, sebuah benda mengenai telapak kaki Jefri. Dengan spontan dia menghentikan aksinya, secara saksama kerlingan netra sejurus pada benda tersebut.

Posisinya saat itu telah bersimpuh, ternyata tusuk konde berwarna kekuningan telah berada di sana. Menggunakan tangan kanan, dia mencoba untuk mengambil benda itu dan membuangnya tepat pada tong sampah di samping kiri.

"Benda apa, sih, ini. Perasaan setiap hari aku menemukan benda-benda seperti itu," omel Jefri seraya membangkitkan posisi badan.

Bersama dengan senandung riang, lelaki bertubuh maskulin itu melangkah keluar kamar, ruang dapur adalah tujuan utamanya kali ini. Setelah menapak ke lantai satu, Aurel dan Radit telah bermain dengan sangat ceria.

"Selamat pagi kesayangan ayah ...." Jefri pun bersimpuh sembari mengecup kening kedua anaknya.

"Pagi, Yah ...," respons Aurel dan Radit sesaat, kemudian mereka melanjutkan aksinya masing-masing.

"Sayang, kalian lihat mama enggak?" tanya Jefri.

Aurel dan Radit pun mendongak, mereka menggeleng karena tidak tahu perihal keberadaan ibu mereka. Dalam posisi diruntuk kekhawatiran, lelaki berusia 29 tahun itu melangkah menelusuri dapur, di sana telah ada Darmi—asisten rumah tangganya.

"Bi," panggil Jefri singkat.

"I-iya, Tuan," jawab wanita berbaju kuning itu.

"Lihat Siska enggak, Bi? Soalnya dia enggak ada di kamar," titah Jefri menjelaskan.

Tanpa menoleh sama sekali, wanita beranak dua itu menjawab, "saya enggak lihat, Tuan. Barangkali pergi ke pasar sama ibunya Tuan."

"Oh, gitu, ya." Selesai berkata singkat, Jefri pun mencekal firasat buruk tentang kepergian istrinya itu. Karena sang ibu juga tak ada di rumah, kemungkinan sang istri pergi bersama Mirna—mertuanya.

Sesampainya di ruang tamu, Jefri mendudukkan tubuhnya di atas sofa sembari membaca tiap lembar koran. Tak berapa lama, sang ibu memasuki rumah dengan membawa bakul berisikan sayuran. Kehadiranya yang hanya seorang diri membuat lelaki berkumis tipis itu tercengang, dia meniti kerlingan ketika mendapati sang ibu melintas.

"Bu," panggil Jefri.

"Iya, Jef, ada apa, ya?" tanya wanita bertubuh semampai itu.

"Pulang dari pasar, Bu?"

"Enggak, ibu dari warung depan aja. Emang kenapa, Jef?" timpalnya sembari membuang pertanyaan bertubi-tubi.

"Siska mana, Bu?"

"Siska? Perasaan dari tadi ibu pergi sendiri, istri kamu enggak ada ikut," titah sang ibu seraya celingukan.

Pengantin KutukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang