Cukup sudah! Padahal aku sudah janji! Aku sudah berjanji akan menyelamatkan nyawa Stella! Tapi dia malah mati mengenaskan tanpa aku bisa berbuat apa-apa! Yang kulakukan hanyalah menyaksikan kematian! Kematian Jane! Kematian Stella! Siapa lagi kemudian?!Saat masih terperangah dan sibuk dengan pikiranku sendiri, tubuhku telah dihempaskan oleh angin hingga tertabrak pohon lain yang tak jauh dari sana. Merry! Tentu saja dia! Mata seramnya telah menguliti dan membuat tubuhku memanas. Rasanya sendi-sendi tubuhku terasa nyeri dan susah digerakan. Dia keterlaluan! Benar-benar membuatku merasa muak!
Entah aku mendapat keberanian dari mana! Kucoba untuk menegakkan tubuhku dan memberi kode pada Ken untuk tidak menghampiriku. Merry hanya berjarak selangkah kaki dariku, tapi sama sekali tak membuat diriku gentar.
"Kamu memang tak pantas dicintai! Kamu pantas dicampakan! Aku benar-benar membencimu!" Bentaku sambil mengacungkan jari telunjukku kepada Merry.
Sepertinya Merry tambah emosi denganku, buktinya sekarang tangannya sudah menjulur dan mencekik leherku. Tubuhku meronta hebat. Kurasakan kakiku melayang di atas tanah beberapa inchi. Sekilas aku memeperhatikan jajaran pohon yang berjajar rapi. Merry menghempaskan kembali tubuhku, untung Ken dengan sigap menangkapku hingga tubuhku dapat terhindar dari benturan.
"Ma-makasih..." Ucapku terbata.
Kubenarkan posisi dudukku, kualihkan pandanganku pada sederet pohon yang mengganggu pikiranku tadi. Kuhitung jumlah pohon itu. Satu... dua... tiga... dalam hati. aku terus menghitung hingga angka ke... TIGA BELAS! Baru kusadari pohon ini berjumlah 13!
Mataku tertuju pada pohon yang ke sepuluh. Pohon yang mana? Kesepuluh dari kanan atau dari kiri? Belum selesai aku menyelesaikan analisiku, Merry menarik tubuhku hingga aku terseret menjauh dari Ken.
"Pohon tempat Stella digantung! Gali!" Teriakku keras tanpa pikir panjang.
Martin dan Jose yang tadi hanya diam terperanjat langsung mencari-cari benda apapun yang bisa digunakan untuk menggali. Merry yang bertambah berang mendengar perkataanku barusan, makin menyakinkanku akan analisisku.
Dia kembali membenturkan tubuhku. Ken berusaha keras untuk melindungiku, tapi kekuatan Merry tak sebanding dengannya. Hingga tubuh kami berdua dijadikan bulan- bulanan oleh Merry.
Ruri dan Laura menemukan 2 buah sekop dari sebuah gudang kecil usang yang tak jauh dari tempat kami. Martin dan Jose segera mengambil alih dan menggali tanah keras persis di depan pohon yang kumaksud.
Merry mengarahkan pandangan matanya pada mereka seakan ingin menerkam. Kukeruk tanah yang ada di dekatku dan kusiratkan pada Merry. Di luar dugaanku langkahnya mundur ke belakang menghindari tanah itu.
"KETEMU!" Teriak Ruri dan Laura bebarengan.
Martin dan Jose segera mengangkat mayat tanpa kain kafan ataupun peti. Ada yang aneh dengan mayat Merry. Tubuh itu bukan berupa kerangka seperti yang seharusnya, tubuh itu masih berupa seonggok daging yang sudah membusuk.
Bagaimana bisa? Bau busuk yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata membuat perutku bergejolak, rasa mual menyelimuti diriku. Kami semua menutup hidung kami berharap agar dapat terhindarkan dari bau yang menyerang. Laura sudah mengeluarkan isi perutnya di balik pohon sebelah sana.
Martin menyiram mayat Merry dengan bensin yang tadi dibawanya, kemudian Jose menyulut api dan membiarkan mayat Merry terbalut dalam kobar api yang berwarna orange. Mereka semua mundur menjauhi api yang berkobar dalam kebisuan.
"No! No! Nooo!!!" teriak Merry keras.
Merry memandang kami satu persatu penuh dendam. Dia menggeliat kepanasan dengan amarah yang mengendalikan dirinya.
"I'LL BE BACK!" suara Merry yang berupa lengkingan masih dapat kudengar dengan jelas di telingaku.
"I'll be back for my ring!"
♚
Kami sama-sama menarik nafas lega ketika melihat merry menghilang. Mataku beralih melihat tubuh Stella yang terbaring mengenaskan. Kalau saja kami cepat menyadari keberadaan mayat Merry di tempat ini, Stella pasti masih hidup. Air mataku kembali mengalir, Ken menghampiri dan memeluk diriku erat.
"Semuanya telah berakhir, tak ada yang perlu kamu takutkan lagi." Kata Ken menenangkanku.
Aku mengangguk kecil dalam pelukannya. Kulihat, Martin menenangkan Laura yang menangis keras sedangkan Jose menggandeng tangan Ruri dengan senyum menenangkan khas miliknya.
"Kalian berdua terluka parah. Ayo ke rumah sakit." Ucap Jose padaku dan Ken.
Kami berdua mengangguk tanda setuju, jam sudah menunjukan pukul 04.00 tapi langit masih terlihat begitu kelam. Seperti hatiku.... Martin menelpon polisi, entah bagaimana dia akan menjelaskan kejadian ini.
Tak mungkin mereka akan percaya begitu saja pada cerita kami. Jose menelpon ambulans untuk membawa kami ke Rumah Sakit.
Aku tak ingin berpikir lagi bahkan mengingat apapun tentang kejadian hari ini. Sungguh, aku sudah terlalu lelah. Hantu itu, pada saat terakhirnya saja dia masih sempat-sempatnya mengancam.
Kuharap cerita ini berakhir sampai di sini... kuharap tak ada hantu lagi yang muncul menghantuiku. Kuharap, Merry sudah tenang di alamnya. Apakah harapanku akan menjadi nyata atau....
♚♚♚

KAMU SEDANG MEMBACA
Papan Ouija (Full)
Horor*BEBERAPA CHAPTER DI-PRIVATE KARENA CERITA SUDAH TAMAT. FOLLOW UNTUK MEMBACA* Jangan jadi Tante Nyinyir. Kalau mau baca lengkap ya follow dulu. kalau nggak mau ya udah. saya nggak ngelarang untuk unfollow setelah baca kok ^^ Permainan Papan Pemanggi...