10. JANE!!!

6.8K 409 32
                                        


Kuberanikan diriku melewati pohon beringin berjejer rapi membentuk satu barisan yang membuat bulu roma ku merinding. Setengah berlari aku memasuki gedung tua yang tak terawat. Takut? Sangat! Tapi aku harus mengecek keberadaan Jane. Samar-samar aku mendengar suara meminta tolong. Kutajamkan pendengaranku untuk memastikan suara yang sangat mengusikku.

"Tolong... tolong......"

Kembali aku mendengar suara lemah yang berusaha menahan tangisnya. Kupercepat langkahku menaiki satu per satu anak tangga menuju lantai 2. Gelap! Kuruntuki diriku yang bodoh karena lupa untuk membawa senter. Gedung ini tak terpakai, pasti tak akan ada listrik.

Kunyalakan senter yang ada dalam App smartphone ku. Kuperiksa tiap ruangan yang ada tapi tak kutemukan apa-apa. Gedung ini tak begitu besar, mungkin hanya 3 kali besar ruko pada umunya. Aku menaiki tangga menuju lantai 3, tapi tak ada tanda-tanda Jane di sini.

Kupikir aku yang terlalu parno hingga berpikir terlalu jauh, aku hanya terlalu mengkhawatirkan keadaan Jane hingga berhalusinasi. Tapi kejadian tadi yang berputar di benakku terlihat terlalu nyata! Kuputuskan menaiki tangga menuju lantai 4.

Sebuah ruangan yang terletak pada pintu ketiga membuat diriku penasaran. Ada sesuatu yang menarik diriku untuk langsung membuka pintu ketiga tanpa memperdulikan pintu-pintu lain.

Kuarahkan sinar dari smartphoneku menelusuri ruangan ini dengan teliti, perlahan aku berjalan masuk memperhatikan sekeliling. Banyak sendok, garpu, piring, dan segala peralatan memasak di sini. Tempat ini terlihat seperti... dapur! Yah, mungkin dapur sekolah dulu.

Aneh, mereka mengabaikan gedung ini tanpa membawa peralatan dan segala isinya. Aku terlonjak kaget ketika kulihat seorang gadis meringkuk di pojok ruangan. Dia merangkul lututnya dengan kepala tertunduk seolah melindungi dirinya yang ketakutan.

"Jane."

Kupanggil nama gadis itu takut-takut, mungkin saja dia Jane karena dia memakai seragam sekolah yang sama sepertiku dan berpawakan persis dengan Jane, atau bisa jadi dia adalah hantu jadi-jadian yang menyamar menjadi manusia. Aku melangkah perlahan sambil mengarahkan sinar lampu dari smartphone ku ke arah 'sesuatu' itu.

"Jane.. kau Jane kan? Ini aku, Ella." Ucapku dengan suara hampir berbisik.

Aku yang sudah tegang, tak menyadari suara yang kukeluarkan hanya seperti bisikan yang mungkin saja tak terdengar olehnya. Beruntung dia menengadahkan kepalanya, walau sangat pelan dan takut-takut. Kulihat wajah sembab di sana.

"Ella!!" Seru Jane sambil berlari memeluk diriku.

Kubalas pelukannya dan kutenangkan dirinya yang kurasa sudah sangat ketakutan hingga gemetaran. Jane menangis sesenggukan, kurasakan air matanya yang mengalir deras membasahi bahuku.

Kutenangkan dia dengan cara mengusap punggungnya. Setelah kurasa Jane lebih tenang kuuraikan pelukannya, kuperhatikan wajah Jane dari atas sampai bawah. Benar saja, banyak sekali luka-luka di tubuhnya.

"Bagaimana bisa kau berada di sini Jane?" Tanyaku heran.

"A-aku tak tahu, dia membawaku ke sini! DIA!" Sahut Jane bingung.

"Kita keluar dari sini, oke?" Kataku sambil menarik tangan Jane.

Jane mengangguk, lalu mengikuti langkahku menuju pintu keluar. Tapi pintu itu tak dapat dibuka, seperti ada sesuatu yang menahannya. Aku dan Jane berusaha keras mendorong pintu itu hingga keringat deras membasahi tubuh kami. Kutolehkan kepalaku mencari alat apapun itu untuk membuka bahkan menghancurkan pintu itu jika perlu.

Kulihat kursi kayu yang sudah lapuk berada tak jauh diriku, terbesit ide untuk melemparkan kursi kayu lapuk pada pintu itu. Entah berhasil atau tidak, aku bukan seorang kriminal yang pernah menghancurkan sebuah pintu.

Jane tak bisa kuharapkan, kalau tadi dia membantu diriku mendobrak pintu, sekarang yang bisa dilakukan hanya diam membeku. Bahkan dia tidak menyingkir dari pintu yang hendak kulempari menggunakan kursi lapuk ini saking frustasinya.

"Jane, menyingkirlah!" Suruhku.

Jane masih saja diam mematung, matanya memandang lurus pada satu titik yang sama. Dia tak mendengar perintahku yang menyuruhnya menyingkir dari pintu jahanam itu. Penasaran, aku mengikuti manik matanya yang mengarah pada pojok depan ruangan.

Tak sadar aku menahan nafasku ketika aku melihat jelas dengan kedua mataku sendiri. Sosok dengan seringai seram itu. MERRY! Dia berada di ruang yang sama dengan kami. Buru-buru aku menarik nafas, menghirup oksigen sebanyak- banyaknya.

Kulemparkan kursi kayu yang berada di tanganku ke arah Merry, tapi sia-sia. Kursi itu menembus dirinya tanpa melukainya sama sekali. Seharusnya kuturuti Laura kemarin yang mengusulkan untuk membawa Rosario dan sejenisnya. Tatapan tajam Merry tertuju padaku, sepertinya dia tak suka dengan kelakuanku.

Dengan sekali hempasan tubuhku kini telah terlempar ke sebuah rak yang berisi piring dan gelas. Prryanngg! Piring dan gelas itu berubah menjadi pecahan kecil sekarang. Tubuhku jadi memiliki banyak luka karena goresan tajam dari pecahan beling. Aku mengaduh kesakitan tanpa suara, Jane? Jangan ditanya. Dia sudah gemetaran hebat. Aku yakin, dia bahkan tak bisa beranjak dari tempatnya.

Merry kembali fokus menatap Jane, hantu itu tak menggubrisku sama sekali yang kini berusaha bangkit berdiri dengan sisa-sisa tenagaku. Entah kapan hantu itu melakukan aksinya, tiba-tiba saja tubuh Jane terangkat dalam posisi tidur telungkup, punggungnya membentur langit-langit lalu jatuh begitu saja menatap lantai dengan posisi perut terlebih dahulu. Jane memekik kesakitan, dia berusaha bangkit berdiri tapi tubuhnya tak mau mengikuti perintahnya.

Tubuhku juga tak mau mengikuti otak warasku. Maksud hati ingin menghampiri tapi kenyataanya aku hanya bisa diam terpaku menatap tubuh Jane yang terbanting keras. Satu hal yang kutahu, hantu ini benar-benar berniat membunuh Jane! Dia tidak main-main dengan ucapannya! Tidak hanya sampai di situ, seakan kurang menyiksa, Merry melemparkan 5 pisau besar untuk memotong daging pada tubuh Jane. Membuat mata Jane mendelik maksimal.

"JANGAN!!!" Jeritku keras.

Air mata keluar menetes dari pelupuk mata, pisau itu memang tak menancap dalam pada tubuh Jane, tapi aku tahu rasa sakitnya amat sangat menyiksa. Aku tak berani membayangkan rasanya bila kelima pisau dapur itu menancap pada tubuhku, jariku yang pernah tak sengaja tergores saja membuatku kesakitan hingga mulutku mengeluarkan seluruh isi kebun binatang.

Darah segar keluar dari bibir Jane, kukeluarkan seluruh keberanianku untuk menghampirinya. Baru beberapa langkah berjalan tubuh Jane yang tersungkur bergerak menjauh dariku seperti ditarik oleh sesuatu. Kaki Jane dicengkram erat oleh Merry, lalu ditariknya keluar dari ruangan menuju tangga lantai 5.

Jane menatapku dengan putus asa, rasa takut yang tengah menggerogoti hatinya membuatku panik sendiri. Aku berlari mengikuti Jane, hampir saja tanganku dapat menggapainya tapi kakiku terpeleset karena tak memperhatikan langkah kakiku. Aku lupa kalau aku harus menapaki tangga satu persatu bukan menerjang apalagi melompatinya.

Seseorang menepuk bahuku pelan, membuatku terlonjak kaget. Hampir saja aku berteriak kalau tangan kokoh itu tidak membekap mulutku. KEN! Aku langsung memeluknya erat dan menumpahkan tangisku. Ken menenangkanku dan bertanya dengan sabar apa yang sedang terjadi padaku.

Papan Ouija (Full)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang