Part 3: Misi 1 à Gagal
Dibantu oleh cahaya samar bulan yang terhalang pepohonan, Pangeran Andrea dan Putri Aratana menembus belukar hutan dengan masih saling menggenggam tangan. Suara-suara khas malam mulai bermunculan. Putri Aratana mengawasi sekelilingnya dengan gugup, sementara ia mulai berharap Pangeran Andrea berhasil menangkap kekhawatirannya.
"Mau istirahat? Kita sudah cukup lama berjalan" tawar Pangeran Andrea. Ia mulai menghentikan langkah.
Sinis, Putri Aratana menjawab, "Kau bercanda? Kita bahkan belum mulai mencari!"
Tapi sinar bulan yang terlihat makin samar dan nyaris hilang, sepertinya membuat Putri Aratana berubah pikiran.
"Heh, Pangeran. Sudah, lupakan saja. Aku akan memaafkanmu kali ini. Ayo segera kembali!" Katanya kaku.
"Kenapa? Kan kau tidak mungkin takut?"
"Bukan begitu. Kau kan tahu, kalau bulan tertutup awan, kita akan terjebak di tempat ini. Ayolah!"
"Tapi bagaimana dengan rusamu?" Tanya Pangeran sambil melepas jubahnya dan menghamparkan jubah itu ke tanah. Ia kemudian duduk di atasnya.
"Rusa? Aku bahkan tidak yakin apa kau benar-benar melihat rusa itu sebelumnya. Jadi bila kau berbohong, sebaiknya segera hentikan kebohonganmu itu!"
Bulan nyaris tertutup sepenuhnya oleh awan ketika Putri Aratana mengatakan itu. Dan ketika ia baru saja hendak menarik tangan Pangeran Andrea untuk memaksanya bangkit, bulan akhirnya terhalang sempurna. Dan seolah tenggelam dalam di baliknya, bulan itu seperti tidak akan menampakkan diri lagi.
Putri Aratana mendesah putus asa. Ia terlihat berusaha keras mengatur napas. Sementara itu tangannya berkeringat dan wajahnya mulai pucat. Menyerah, akhirnya ia mengambil tempat di sisi Pangeran Andrea.
"Kumohon hentikan saja. Katakan apa yang kauinginkan sampai harus membawaku sejauh ini" ujar Putri Aratana lelah. Ia menyandarkan kepalanya di batang berlumut sebuah pohon baobab besar sementara matanya mulai terpejam.
"Apa maksudmu dengan 'yang kauinginkan'? Aku ingin membantumu mencari rusa, itu saja."
Tidak ada jawaban. Pangeran Andrea kemudian meneliti wajah Putri Aratana yang kelihatan makin pucat.
"Hmm... Aratana? Kau baik-baik saja?"
"Bagaimana bisa aku baik-baik saja, Bodoh!" Jawabnya tersengal. Keringat membasahi nyaris seluruh wajah dan tubuhnya.
"Tapi kau... Heh! Aratana!" Panggil Pangeran Andrea panik. Ia mulai menepuk pipi Putri Aratana tanpa henti ketika menyadari putri itu akan kehilangan kesadarannya tak lama lagi.
"Ya ampun. Bisa-bisanya dia masih mengomel di keadaan segawat ini!" Gerutu Pangeran Andrea kesal. Ia bukannya mengkhawatirkan keadaan Putri Aratana pribadi. Pangeran itu hanya khawatir ia tidak akan berhasil menemukan gadis pengganti untuk menjadi 'penyelamat' kerajaannya nanti, seandainya kemungkinan terburuk benar terjadi.
"Aratana! Berhentilah bercanda! Kau mau kita kembali kan? Tunggulah sebentar lagi. Bulan akan muncul tak lama lagi" bujuk Pangeran, seolah itu adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan.
Tapi tetap tidak ada jawaban. Putri Aratana kemudian terlihat berusaha menggapai-gapai sesuatu, dan karenanya Pangeran Andrea memberikan lengannya, sepertinya untuk digenggam.
Setelah itu, tidak ada gerakan yang benar-benar berarti dari Putri. Napasnya mulai teratur, dan erangan tertahan yang beberapa kali terdengar (seolah menunjukkan bahwa ia ketakutan) mulai tak terdengar. Meski wajah Putri Aratana masih sepucat tadi, tapi setidaknya keadaan mulai terkendali.
Pangeran Andrea lalu merapatkan tubuhnya ke sisi Putri Aratana, dan dengan canggung menjadikan bahunya tempat bersandar bagi kepala Putri. Kemudian ia memejamkan mata, berharap pagi segera tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me!
Teen FictionPangeran Andrea harus segera menikah dengan Putri Aratana! Kerajaan gempar mendengar berita itu. Kabarnya, bila hal tersebut tidak dilakukan, kerajaan Bintang akan ditimpa musibah besar! Tapi pada akhirnya apa Pangeran Andrea tega membiarkan Putri A...