Pagi ini Putri Aratana bangun dengan wajah pucat. Pangeran Andrea enggan menanyakannya karena bahkan hanya dengan lirikan sekilas, aura Sang Putri langsung berubah. Ia jelas masih marah. Tapi berkali-kali Pangeran Andrea mendapati Putri Aratana meringis samar sambil memegangi dada kirinya. Itu hal sensitif, jadi Pangeran Andrea lebih enggan lagi untuk bertanya.
Mereka ada di kebun samping perpustakaan kerajaan sekarang. Jauh dari keramaian persiapan acara—atau tepatnya, pesta. Kervan tidak ada. Jadi mereka benar-benar berdua. Ini ide Safana yang paling buruk. Menurut pelayan itu, ia dan Putri Aratana akan menemukan ‘ikatan’ dengan manghabiskan waktu bersama sebelum pesta. Akting mereka akan terlihat sempurna.
Tapi kenyataannya apa?
Tidak ada yang mereka lakukan selain saling berdiam diri dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Pangeran Andrea memastikan Putri Aratana masih dalam kondisi yang cukup baik untuk tetap duduk di sana. Gadis itu berkeringat. Dan wajahnya pucat. Seolah hembusan angin sedikit saja bisa membuat tubuhnya goyah.
Putri Aratana meringis. Sikap tubuh Pangeran Andrea menegang, ia tidak bisa menahan diri lagi.
“Kau itu kenapa sih seharian ini?”
Putri Aratana sontak menatapnya, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi urung.
“Aku... baik-baik saja”
Pangeran Andrea mendengus, menatapnya tidak percaya. Untuk apa Putri itu berbohong tentang sesuatu yang benar-benar sudah jelas terlihat?
“Kaupikir aku buta? Kalau baik-baik saja, lalu ada apa dengan semua keringat itu?”
Putri Aratana cepat-cepat menyeka keringatnya.
“Cerewet! Aku baik-baik saja!”
“Aratana!”
Pangeran Andrea mengguncang keras bahu Putri Aratana. Menatapnya lekat-lekat. Tiba-tiba merasa sesuatu yang asing merasukinya.
Putri Aratana balas menatap. Mereka terdiam beberapa saat. Ia hampir tidak bisa menahan air mata waktu menjawab Pangeran Andrea.
“Aku... dada kiriku sakit. Tiba-tiba. Baru hari ini”
“Sesakit itu sampai membuatmu pucat seharian?”
“Mungkin. Entahlah. Tapi aku bisa menahannya. Jangan berpikir untuk membatalkan pesta. Aku ingin bertemu ayah”
“Jadi benar-benar sesakit itu ya? Sampai berpikir aku akan membatalkan pesta?”
“Apa?”
Pangeran Andrea mengangkat bahu, terlihat tidak peduli.
“Maksudku begini, aku kan tidak mungkin membatalkan pesta penting itu, seberapa parah pun rasa sakit di dadamu. Semuanya bisa berjalan dengan atau tanpa, dirimu”
Putri Aratana melengos. Ia melepaskan cengkraman tangan Pangeran Andrea dari bahunya, sambil diam-diam menahan air mata.
“Tentu saja. Rasa sakit paling parah sekalipun, kalau itu menyangkut aku, memang tidak pantas mengganggu apalagi membatalkan rencanamu. Iya kan? Begitu maksudmu?” ujar Putri Aratana, terdengar menusuk dan menyakitkan.
Pangeran Andrea menatap bingung ke arahnya.
“Bukan begitu. Makanya pakai sedikit otakmu kalau...”
“Haha! Tentu, tentu. Aku memang tidak pernah menggunakan otakku. Sedikitpun! Tapi kau tenang saja. Aku tidak akan mengacaukannya. Apapun yang kauinginkan maksudku, misal—tentang pesta dan kebohongan publik atau apapun itu, aku akan mendukungmu. Ini—“ Putri Aratana memukul keras-keras dada kirinya, “Bukan apa-apa”
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me!
Teen FictionPangeran Andrea harus segera menikah dengan Putri Aratana! Kerajaan gempar mendengar berita itu. Kabarnya, bila hal tersebut tidak dilakukan, kerajaan Bintang akan ditimpa musibah besar! Tapi pada akhirnya apa Pangeran Andrea tega membiarkan Putri A...