Part 16

1.5K 37 3
                                    

Pikirannya penuh. Putri Aratana bahkan tidak yakin apa yang harus dilakukannya sekarang. Melarikan diri? Kembali ke ayahnya? Pulang?

Tepat ketika ia memantapkan diri untuk lebih dulu menemui Pangeran Andrea, Pangeran itu tiba-tiba masuk dengan lingkaran hitam di matanya. Rambutnya acak-acakan. Ia terbelalak kaget melihat Putri Aratana yang terduduk lesu di sudut tenda. Pelan-pelan terdengar hembusan napas lega. Pangeran Andrea kelihatan menahan diri untuk tidak memeluk Putri Aratana kuat-kuat.

Putri Aratana sebenarnya sama kagetnya. Tapi ia buru-buru menguasai diri dan segera menghapus bulir air di sudut matanya waktu tahu Pangeran Andrea tak sengaja melihatnya. Dengan satu perubahan yang tak terduga-duga, Putri Aratana menatap dingin Pangeran Andrea. Ia kembali duduk di sudut tenda dengan tenang. Matanya lekat menatap Sang Pangeran.

"Apa yang terjadi?" tanya Andrea, kebingungan.

Ia yakin sekali, walau cuma sekilas, ada kesan menyakitkan dari tatapan Putri Aratana sebelum akhirnya tatapan itu menjadi dingin dan tidak menunjukkan emosi apa-apa.

Putri Aratana melengos jijik. Sama sekali tidak berniat menjawab.

Pangeran Andrea mendekat. Duduk dengan mengatur jarak.

"Kau hilang selama dua hari. Apa yang terjadi?"

Sang Putri hanya mendengus. Ia melirik sekilas Pangeran di hadapannya, lalu memberi senyum mengejek.

"Kau bisa tenang sekarang. Jadi kenapa kita tidak langsung kembali ke kerajaanmu saja?"

Alis Sang Pangeran bertaut, tidak mengerti. Ia kembali mendekat. Kali ini tidak lagi mengatur jarak. Tangannya refleks memegang erat bahu Putri Aratana, mati-matian berusaha untuk tidak mengguncangnya keras-keras.

"Apa yang terjadi? Sebaiknya gunakan mulutmu itu untuk menjawab pertanyaan penting ini"

Lagi, Putri Aratana mendengus. Ia mengadu pandangannya dengan Pangeran Andrea. Dalam keadaan normal, harusnya Putri Aratana merasa wajahnya memanas, mengingat betapa dekat jarak antar wajah mereka sekarang. Tapi tentu saja, ia dan suaminya itu tidak sedang dalam 'keadaan normal'.

Mereka musuh, setidaknya itu yang ada dalam benak Putri Aratana.

"Kurasa itu sama sekali bukan pertanyaan penting. Apa yang terjadi, sebaiknya kau berhenti bersikap seolah-olah kau peduli. Sebelum aku berubah pikiran dan memutuskan untuk kembali ke kerajaanku sendiri, harusnya kau cepat-cepat menyeretku ke kerajaanmu yang sangat membutuhkanku itu!"

Pangeran Andrea lagi-lagi menautkan alis, bingung dengan sikap Putri Aratana yang tiba-tiba ini. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang membuat perubahan sikap drastis Sang Putri.

Memang terdengar angkuh, tapi Pangeran Andrea tahu itu bukan wujud sikap angkuh. Putri Aratana marah. Mungkin juga kecewa. Dan itu hampir tanpa alasan.

Atau, dia mendengar semuanya?

Pangeran Andrea menjauh pelan-pelan. Ia membuang pandang salah tingkah. Sedikit merasa bersalah.

"Dengar, aku minta maaf soal..."

"Lupakan"

"Aratana, kau mengerti kan kalau aku tidak benar-benar bermaksud..."

"Kubilang lupakan!"

Pangeran Andrea mendesah. Ia membalas letih tatapan marah Putri Aratana.

"Baiklah. Kau mau kita kembali sekarang?"

Anggukkan singkat Sang Putri cukup untuk jadi jawaban. Ia lalu membimbing Putri Aratana keluar tenda. Genggaman tangan Sang Pangeran tidak dibalas oleh Putri Aratana. Putri tu sebenarnya ingin sekali menghentakkan tangan dan melepaskan diri dari genggaman tangan Pangeran Andrea, tapi tiba-tiba ia jadi takut sekali menghilang.

Marry Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang