Part 12: De Bouy

1.7K 27 1
                                    

Part 12: De Bouy

Putri Aratana gagal memejamkan mata malam itu. Pangeran Andrea yang telah terlelap di sampingnya, mengeluarkan dengkuran yang, meski pelan, namun amat menganggu. Jadi selama dua jam berikutnya ia hanya memandangi lentera di dalam tendanya, sambil sesekali bersungut kesal ke arah Pangeran Andrea yang memunggunginya.

Kemudian putri itu mulai berpikir, bahwa sebenarnya apa yang begitu hebat dari kisah yang baru didengarnya tentang air terjun permata. Apa yang begitu luar biasa dari kematian seorang pria malang yang diterkam buaya?

Lagipula, peraturan itu…

Ya ampun. Benar-benar omong kosong.

Anak dibawah 16 tahun dilarang mendengar? Tapi sepertinya semua anak lain selain dirinya sudah mengetahui kisah lengkapnya. Dan juga, seolah ada sedikit potongan kisah yang disembunyikan Pangeran Andrea. Atau, banyak potongan kisah? Entahlah.

Sebenarnya, agak aneh. Putri Aratana bahkan merasa apa yang dikatakan Pangeran Andrea bukan kisah sebenarnya.

Tapi sebelum Sang Putri bisa berpikir lebih jauh, ia terlelap.

* * *

Seperti ada bisikan.

Angin dingin berhembus pelan dari pintu tenda yang sedikit terbuka. Cahaya kekuningan matahari memaksa masuk dari berbagai celah. Pangeran Andrea masih terlelap memunggungi Putri Aratana, dengkurannya terus terdengar.

Putri Aratana membuka mata perlahan. Panggilan yang ia dengar sekarang tidak lagi seperti sebuah bisikan. Semakin keras dan jelas. Terdengar merdu dan memaksa.

Putri Aratana bangkit dan berjalan keluar tenda, masih dengan gaun tidurnya. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Kervan terduduk dengan kepala terantuk kedepan. Terlihat sangat mengantuk dan lelah.

Meski merasa sedikit menyesal pada Kervan, Putri Aratana tetap mengikuti suara yang memanggilnya. Seperti hanya ada dalam kepalanya, tapi panggilan itu benar-benar menuntunnya. Mustahil ditolak.

Gadis itu lalu berjalan, matanya perlahan terpejam. Angin dingin pagi hari Pulau Dewi berhembus kencang. Panggilan itu sangat menenggelamkan. Bahkan derik ranting patah yang ia injak tidak terdengar.

Agak lama sampai akhirnya suara itu memudar, hingga akhirnya menghilang. Saat kemudian Putri Aratana membuka mata, ia telah berada di batu besar air terjun Permata. Seseorang bersiul nyaring ke arahnya.

Laki-laki. Tinggi. Dan berdiri di puncak batu besar dengan membelakangi matahari. Putri Aratana mendongak sambil memicingkan mata, berusaha menangkap wajah yang terlihat sebagai siluet gelap saja di matanya.

“Kau hanya akan berdiri saja di situ, atau datang ke sini dan duduk bersamaku?” 

Suara yang persis sama!

“Maaf? Apa aku mengenalmu?” Tanya Putri Aratana, angkuh.

Marry Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang