Part 8: Pulau Dewi
Pulau Dewi bukan hanya indah. Tapi juga belum terjamah. Hanya orang-orang tertentu (macam keluarga Kerajaan Bintang) yang bisa datang ke sana. Penduduk aslinya pun hangat dan ramah. Pantas saja banyak orang menyebutnya pulau impian. Pamornya mendunia, tapi pengunjungnya tak sampai seperempat penduduk asli di sana.
Putri Aratana segera melupakan tekadnya untuk menemui nahkoda kapal dan mengucapkan terima kasih. Ia hanyut dalam semilir angin tropis yang seolah menuntunnya keluar dari kapal. Tidak ada sambutan. Tidak ada perlakuan istimewa. Betapa sangat... biasa. Suatu kondisi menyenangkan yang baru saja ia sadari selama ini.
Pangeran Andrea keluar dari kapal hanya dengan celana pendek selutut dan baju kaus hitam tipis yang menempel 'pas' di badannya. Memperlihatkan bentuk tubuh bagian atasnya yang ternyata lumayan juga. Topi hijau lumut yang serasi dengan celana 'militer'-nya itu, ia kenakan.
Untung ia punya bentuk tubuh yang bagus! Pikir Putri Aratana.
Tapi kemudian Putri itu melirik pakaiannya sendiri dan langsung merasa malu setengah mati. Siapa yang akan memakai dress panjang-tebal di sebuah pantai tropis? Memalukan.
Pangeran Andrea yang rupanya pengertian, memberi cemoohan kasar berupa tawa, lalu melempar sepasang baju miliknya yang sengaja ia persiapkan kusus untuk mengolok Sang Putri Malang.
"Ambillah. Aku belum sempat memakainya! Mungkin kau memang akan terlihat sedkit konyol karena baju itu. Tapi... Kurasa masih lebih baik daripada harus menggunakan gaun tebal di hari terik" kata Pangeran Andrea. Setengah mengejek, setengah tertawa.
Putri Aratana mengambil baju putih polos + celana militer panjang yang pasti di kakinya akan sangat kepanjangan, lalu berlari masuk ke dalam kapal. Segera mengganti 'kostum'-nya dengan pakaian 'normal-khas-pantai' dari Pangeran Andrea.
Tercenung, karena ternyata Putri Aratana tidak segan menerima -dan memakai, jangan lupa- (yang sebenarnya adalah) pakaian bekasnya, Pangeran Andrea menjadi sedikit merasa bersalah, tapi kemudian berusaha untuk tidak mengacuhkannya.
Tak berapa lama, Putri Aratana kembali dengan Safana di belakangnya, dan Kervan di samping kanannya. Baju putih itu tampak kebesaran meski masih bisa ditolerir oleh tulang badannya yang 'agak' besar. Tapi celana itu...
Karena bahkan tinggi Putri Aratana tidak mencapai bahu Pangeran, celana militer itu benar-benar terlihat sangat kepanjangan. Untung masih tertolong karena digulung hingga lutut.
Kikuk, Putri Aratana bertanya pada Kervan, "Memang penampilanku seaneh itu?"
Kervan, yang berusaha mati-matian menetralisir ekspresi wajahnya, menggeleng takzim.
"Tapi kenapa Si Sialan itu menatapku sampai segitunya?"
"Jangan begitu Putri. Yang kaukenakan itu kan juga bajunya. Kau terlihat sangat... cocok kok!" kata Kervan, netral.
Pangeran Andrea (tiba-tiba saja) membantunya turun dari kapal dengan menjulurkan tangan, dan disambut dengan kecurigaan penuh oleh Putri Aratana. Sampai ketika mereka cukup dekat untuk bisa saling mencium aroma tubuh satu sama lain, Pangeran Andrea berbisik menahan geli,
"Kau terlihat seperti tentara gagal, Putri!"
* * *
Pulau Dewi adalah refleksi sempurna sebuah tempat idaman. Air terjun, danau tengah hutan, pantai dengan pasir putih, taman alam..
Hampir tidak alasan untuk mereka menolak pergi kesana selain kenyataan bahwa tidak ada penginapan yang berdiri di pulau tengah laut itu. Sebagai tempat berteduh, rakyat setempat menawarkan bantuan pembuatan tenda 'darurat' yang (bisa dikatakan) sangat rapuh, dengan atap jerami dan alas daun-daun kering.
Kervan, Safana, dan Arfan, entah bagaimana berkomplot untuk hanya meminta dibuatkan dua buah tenda saja bagi mereka kepada penduduk setempat. Tenda itu berada tepat di pinggir danau hijau yang tak jauh dari air terjun, tempat dimana mereka nantinya akan rutin pergi ke sana untuk membersihkan badan.
"Safana, kau yakin kita hanya membutuhkan dua buah tenda saja? Kita berdua mungkin akan kesempitan tidur di dalamnya" kata Putri Aratana, sambil dengan berseri-seri memandangi danau di hadapannya.
"Apa maksudmu dengan kita berdua, Putri? Kau kan akan berada di tenda itu bersama Pangeran Andrea?"
Tidak ada jawaban. Dengan enggan, Putri Aratana menolehkan kepalanya pada Safana, berharap setengah mati untuk tidak mendapati mimik serius di wajah dayang itu.
"Kau bercanda! Masa kau mau tidur di tempat sesempit itu bersama Kervan dan Arfan?!"
"Sebenarnya Kervan dan Arfan tidak akan tidur di tenda bersamaku. Mereka bergantian berjaga sepanjang malam. Dan pos penjagaannya adalah di depan tendamu, Putri. Sementara salah satu dari mereka mengawasi, yang lainnya bisa tidur di depan tendamu"
"Apa?! Maksudmu, kau akan tidur sendiri, sementara aku tidur bersama... dia?!"
Putri Aratana tak percaya, pandangannya sontak terpaku pada Pangeran Andrea yang mulai berpeluh karena membangun tenda. Tiga orang pribumi berusaha mengajaknya bicara, tapi dia, Si Angkuh itu, hanya menanggapi dengan senyum terpaksa.
"Tidak bisa! Aku akan tidur bersamamu. Sekarang, ayo cari air terjun yang katanya luar biasa itu. Tidak bisa dipercaya di pulau sekecil ini ada air terjun dan danau"
Safana memberi senyum bijak. "Pulau ini tidak sekecil anggapanmu, Putri. Jadi tetaplah berhati-hati"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me!
Teen FictionPangeran Andrea harus segera menikah dengan Putri Aratana! Kerajaan gempar mendengar berita itu. Kabarnya, bila hal tersebut tidak dilakukan, kerajaan Bintang akan ditimpa musibah besar! Tapi pada akhirnya apa Pangeran Andrea tega membiarkan Putri A...