Semula, kebencian bukanlah teman bagi Cika.
Hidupnya penuh dengan rasa cinta yang melimpah. Dari Mama, Papanya, dari Omanya, dari para Tante dan Paman dari pihak ayahnya. Bahkan, dari seluruh penjuru sekolah.
Hidup Cika semula terasa seperti putri raja. Hidupnya mudah nan menyenangkan. Semua bisa ia dapatkan dengan mudah.
Mulai dari fasilitas, liburan tiap Minggu, barang mewah, kehormatan, bahkan, teman dan kasih sayang.
Namun, dalam semalam, semenjak kesalahpahaman yang terjadi antara Cika dan Syifa, semuanya berubah.
Tak ada lagi tatapan penuh kasih sayang yang Cika dapatkan.
Tak ada lagi fasilitas penuh dari Papanya.
Tak ada lagi kehormatan yang Cika peroleh.
Semuanya seolah berbalik. Semua yang Cika dapatkan jadi bertolak belakang. Semuanya berbeda 360°.
Mulai dari sikap dingin keluarga besar Papanya.
Tatapan mencemooh yang berasal dari teman-temannya.
Hinaan dan makian yang ia dapatkan di sekolah.
Tak hanya itu, kekerasan fisik juga Cika dapatkan di sekolah.
Seperti sekarang.
'Plak!'
"Rasain, Lo! Pembunuh!"
Tamparan dan seruan kasar itu Cika dapatkan sore ini.
Hari sudah mulai senja. Sekolah sudah dipulangkan sejak tadi, tapi, Cika belum bisa pulang.
Dirinya kini ada di gudang sekolah, tempat terpencil dan terpojok yang jarang didatangi.
Dia kini terikat diatas bangku. Di sekelilingnya, ada lima orang gadis seusianya yang kini mengelilinginya.
Gadis-gadis itu adalah orang-orang yang dikenal sebagai teman primadonanya sekolah. Ya, teman-teman Cika.
"Gue gak nyangka sih sama Lo. Muka Lo polos, tapi tingkah bejat!"
Suara itu membuat pikiran Cika yang semula melayang, kembali ke tempatnya. Cika menatap nanar seseorang yang baru berucap.
"Lo mau bunuh Syifa, sahabat Lo sendiri?! Parah!"
Cika terkekeh miris mendengar itu, "Lo mending diem kalau gak tau fakta sebenarnya, Naz." peringatnya kepada gadis itu, Nazwa namanya.
Nazwa tertawa keras mendengar nada bicara Cika itu. Dia maju, mencengkeram dagu Cika erat, "Ego Lo masih belum turun, ya, anjing? LO UDAH BUKAN SIAPA-SIAPA, ANJING! SADAR!" Nazwa berteriak tepat di hadapan Cika. "Lo dibuang keluarga Antaraja, Lo udah bukan primadona. Lo pembunuh!" Nazwa berujar marah, "Kalau aja bukan karena pertimbangan dan belas kasih kepala sekolah, Lo pasti udah di DO!" lanjut Nazwa penuh penekanan.
Cika yang semula sudah menyiapkan rentetan kalimat balasan terpekur karena semua kalimat yang Nazwa lontarkan. Fokusnya buyar, apalagi kala kalimat lanjutan Nazwa terdengar.
"Apalagi, Orangtua Lo baru pisah, kan? Itu semua karena Lo sih, Anak gak guna!" Maki Nazwa. Gadis itu sangat berapi-api. Sebenarnya, bukan karena ia bersimpati pada Syifa yang katanya nyaris dibunuh oleh Cika. Tetapi, karena dendam yang Nazwa punya.
Selama ini, Orangtua Nazwa sangat mengelu-elukan Cika, bahkan, tak jarang menekan Nazwa agar jadi seperti Cika.
Sedangkan Cika, tatapan mata gadis itu kosong. Bahkan, dia tak peduli pada mantan teman-temannya yang kini pergi menjauh setelah puas 'mengerjai' nya. Pikirannya berkelana pada serentetan peristiwa yang belakangan ia alami.
Kemarahan keluarganya, kebencian keluarganya, caci-maki yang ia dapatkan, pandangan penuh penghakiman. Semuanya.
Semuanya berkelibatan dalam pikiran Cika, membuat air mata gadis itu berjatuhan secara perlahan. Gadis itu menunduk, dia terisak hebat. Tak memperdulikan kondisinya yang masih terikat dengan rambut yang lengket dan bau yang 'semerbak'. Cika tak mempedulikan itu.
Dia terus terisak selama beberapa menit kedepan, sampai akhirnya, pintu gudang terbuka, menampilkan dua sosok yang sangat Cika kenali.
"Neng Cika!"
"Non!"
Ya, itu adalah supir pribadinya, dan Bik Sumi, pengasuhnya sejak bayi.
***
Gais, tabungan chapter saya abis...
Jadi, saya akan slow update hehe
I'm soyyiee
Love you 💕
Salam
inggitariana

KAMU SEDANG MEMBACA
Lost [Slow Update]
ContoCika itu punya segalanya. Keluarga yang harmonis, sahabat yang baik hati, kekasih yang manis dan setia, prestasi yang gemilang, bahkan, bakat segudang. Cika itu punya segalanya. Dan dia bahagia karena itu. Namun... bagaimana jika dalam waktu yang be...