10 : Memalukan

155 19 0
                                    

Sebulan berlalu sejak kasus pembullyan yang Cika alami kala itu. Sejak saat itu juga, hidup Cika berubah seperti di dalam neraka.

Tak ada hari tanpa bully yang ia dapatkan. Tak ada teman yang mau dekat dengannya. Tak ada lagi kasih sayang yang Mama tunjukkan padanya.

Hidup Cika... benar-benar sudah berubah.

Ditambah, kini, untuk pertama kalinya, tangan Cika gemetar kala menerima kertas ulangan hariannya.

Merah.

Nilainya merah.

Mata Cika memandang nanar kertas ukuran A4 yang baru saja dibagikan Bu Nur, guru kimianya. Kertas yang berisikan jawaban serta tulisan tangannya itu mendapat nilai 60, nilai terendah yang pernah Cika dapatkan.

"Saya minta maaf Cika. Tapi, itulah nilai kamu," Bu Nur memandang Cika sendu. Dari tatapan matanya, semua orang jelas tau seberapa besar rasa sayang yang diberikan Bu Nur pada Cika.

Cika memandang Bu Nur lurus, tatapan matanya menatap Bu Nur tanpa gairah kehidupan. Kekosongan jelas tampak di sana.

"Gak papa Bu, salah Cika yang gak fokus ulangannya." Cika mengakui. Dari ucapannya, orang-orang pasti mengira Cika ikhlas mengucapkan hal itu. Namun, dari matanya, Bu Nur jelas tau gadis dihadapannya itu tengah luar biasa kecewa. Ada kecemasan juga yang hadir diantara pendar matanya.

Bu Nur maju, lantas memeluk Cika erat, membuat Cika menegang sesaat.

"Cika, maafkan Ibu yang gak bisa bantu kamu, Ibu gak punya satupun bukti yang bisa dukung kamu, ibu juga selalu telat setiap kamu dibully, nak. Maafin ibu," Bu Nur berujar dengan nada bergetar.

Membuat Cika akhirnya menangis keras dalam pelukan Bu Nur.

Cika... masih punya satu orang yang percaya padanya.

Setelah tangisnya mereda, Cika mengurai pelukannya dengan Bu Nur. Cika tersenyum lembut, "Gak apa-apa Bu," katanya, "Terimakasih udah mau percaya Cika. Itu sudah lebih dari cukup." Lanjut gadis itu, membuat Bu Nur menatapnya sendu.

"Cika... Kamu anak baik. Semoga Tuhan lekas memperbaiki masalahmu, semoga Tuhan meringankan masalahmu, nak." Ujarnya lembut membuat Cika mengamininya dalam hati.

Ya, semoga, semua doa Bu Nur dikabulkan.

- - # - -

Cika baru pulang sekolah.

Gadis itu mendorong pintu rumahnya perlahan, entah kenapa, untuk pertama kalinya, Cika merasa enggan untuk memasuki rumah besar nan megah yang selama ini jadi tempat bernaungnya ini.

Seolah... ada sesuatu yang mengganjal hatinya.

Ada perasaan tak nyaman yang Cika rasakan.

Dan perasaan itu membuat Cika merasa dia tak seharusnya memasuki rumah ini.

Dia tak seharusnya pulang.

Entah kenapa...

"Sudah pulang kamu anak tidak berguna?!"

Bentakan itu membuat Cika terhenyak. Dia mengedarkan pandang, kemudian menemukan sosok ibunya yang kini menatapnya dengan amarah.

Cika menyerit, bingung.

Ada apa lagi? Apa yang salah kali ini? Batinnya bertanya-tanya.

Belum genap 5 detik dia membatin, Cika langsung terbelalak. Dia sadar sesuatu.

Sial.

Nilainya...

Tidak mungkin Mama sudah mengetahuinya, kan?

"BAGAIMANA BISA KAMU SEBODOH ITU?!"

Bruk, prakk!

Cika memegang dahinya yang baru saja dilempar menggunakan kotak kacamata baca yang tadi Mamanya pegang. Dia menatap Mamanya dengan mata berkaca, seluruh tubuhnya gemetar.

Tadi itu... apa...?

Dia membatin bingung, terlalu syok dengan apa yang baru saja ia alami.

Dahinya yang pedih tidak sebanding dengan hatinya yang kini sangat sakit, mengalirkan sensasi sesak mencekik di ulu hatinya.

"Saya perintahkan kamu untuk mengalahkan si anak jalang! Bukan untuk menurunkan prestasimu, bodoh!"

Suara itu membuat Cika kembali memfokuskan perhatiannya pada Sang Mama, dia yang semula hanyut dalam keterkejutannya jadi menyorot Mamanya dengan sorot sendu dan tak percaya.

"Memalukan! Kamu benar-benar memalukan, anak tak berguna!"

Kalimat itu kalimat terakhir yang Mamanya ucap sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan rumah dan Cika sendirian.

Membuat Cika meluruhkan tubuhnya kala suara mobil Sang Ibu sudah menjauhi pekarangan rumah.

Dia... benar-benar terkejut.

Tadi itu... Apa benar dia Mamanya?

Mamanya yang selalu lembut dan mencintainya lebih dari apapun?

Bagaimana... Bisa... Berubah sejauh itu ?

Perlahan tapi pasti, Cika terisak makin kencang. Seluruh tubuhnya bergetar hebat, ketakutan.

Tuhan, bagaimana jika Mama berubah lebih jauh dari ini? Cika tak mau.

Dia tak mau melihat perubahan Mama yang lebih jauh.

Cika tak mau kenangannya dengan Mama rusak.

Dia tak mau.

Bagaimana, ini...

***

Ehe halo setelah sekian purnama aku muncul juga ya wkwkwk aduh.

Semoga kedepannya bisa makin sering update.

Love you

Salam
inggitariana

Lost [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang