Amarah Sang Selir dari Kasta Sudra

355 56 0
                                    


Aku yakin seribu persen bahwa motif Ken Umang, istri pertama Ken Arok, menculikku adalah didasari rasa cemburu tak tertahankan.

"A..a..aku tidak ada hubungan dengan raja negeri ini. Aku hanya memiliki perjanjian dengannya untuk menjadi penasihat sementaranya karena kerajaanku jauh lebih maju dan besar. Ia membutuhkan nasihat dari seseorang yang lebih ahli. Pada saatnya perjanjian kami berakhir, maka aku akan kembali ke negeriku di Jakarta," aku berbohong lagi.

Setiap kali aku berbohong aku selalu berdoa semoga tidak akan ada catatan sejarah mengenai kebohonganku ini. 

Ken Umang berdiri tepat di hadapanku yang tengah terduduk di lantai tanah. Matanya nanar dan bibirnya bergetar.

"Seorang pengawal melihatmu dengan baginda di kamarnya. Kau mengobati lukanya dan menyentuh baginda tanpa ragu! Pengawal tersebut juga melihat baginda melakukan sesuatu padamu!" suaramu parau menahan amarah sangat besar di dadanya.

Jantungku berdetak sangat cepat setiap kali Ken Umang memuntahkan amarahnya. AKu menyesali perbuatanku telah masuk ke kamar Ken Arok hari itu. Tujuan muliaku mengobati lukanya akibat terjatuh dari kuda rupanya akan berakhir seperti ini. Aku tidak berpikir panjang bahwa Ken Arok adalah raja yang memiliki lebih dari satu wanita dalam hidupnya. Bukankah hampir semua raja di nusantara dalam sejarah selalu memiliki lebih dari satu wanita dalam hidupnya? Namun yang terlewat dalam catatan sejarah adalah mereka tidak menuliskan betapa sengsaranya para wanita ini menanggung perasaan cemburu.

Ken Umang mengepalkan kedua tangannya.

"Tidak seorangpun diijinkan masuk ke kamar baginda. Bahkan aku dan Ratu Ken Dedes tidak pernah masuk ke tempat istirahatnya," suara Ken Umang parau menahan pedih.

Wanita ini dipenuhi amarah dan sakit hati. Ia hidup dalam siksaan kecemburuan. Sistem patriarki yang mengijinkan pria di jaman ini memiliki banyak selir sungguh menyakitkan bagi wanita.

"I..ii..itu hanya salah paham. Saya bersumpah tidak ada maksud apapun pada Ken Arok. Eehh maksud saya baginda," suaraku bergetar berusaha menutupi kenyataan.

'Aaah mulut sialanku,' pekikku dalam hati.

Aku kelepasan memanggil pemimpin negeri ini langsung dengan namanya tanpa menyebut gelar kebangsawanannya. Hal ini terlanjur menjadi kebiasaan setiap kali aku berdiskusi dengan teman-teman di jurusanku setiap kali membahas tokoh besar dalam sejarah kerajaan kuno. Bukan hanya Ken Arok yang langsung kita sebut dengan namanya tanpa ada embel-embel Paduka Ratu atau Sang Baginda. Bahkan Hayam Wuruk, Raden Wijaya, Jayanegara dan nama-nama raja lainnya yang akan menduduki kekuasaan jauh di masa depan setelah kerajaan Singasari yang dipimpin Ken Arok hancur juga kupanggil langsung dengan nama tanpa gelar kehormatan mereka. Kali ini kebiasaan in iakan membawaku pada petaka makin pelik.

Ken Umang wajahnya tampak terpias karena terkejut setelah aku menyebut nama Ken Arok tanpa gelar kehormatannya.

"Kurang ajar sekali kamu dengan raja negeri ini! Ini tidak bisa dibiarkan!" teriak Ken Umang tepat di hadapanku.

"Aku yakin kamu melakukan kebohongan besar mengenai fakta hubunganmu dengan baginda. Bagaimana mungkin wanita dari negeri asing langsung mendapatkan posisi istimewa di samping raja dalam sekejap," lanjut Ken Umang dengan suara bergetar menahan tangis disertai amarah.

Aku paham apa yang dirasakan Ken Umang. Ia adalah wanita yang berjuang bersama Ken Arok dari posisi Ken Arok sangat di bawah. Sekarang ketika pria pujaannya berhasil meraih ambisinya. Ia harus menerima kenyataan tersingkir jadi wanita yang utama. Ia hanya bisa jadi selir karena sebesar apapun pengorbanannya mendukung Sang Raja, ia hanyalah wanita dari kasta Sudra yang tidak pernah pantas bersanding dengan Raja sebagai Ratunya.

KEN AROK DAN KEKASIH RAHASIANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang