Suara ayam berkokok di pagi hari terdengar bersahutan. Aku membuka mataku perlahan. Mereka masih belum membuka penutup mata ini. Kepalaku pusing karena ikatannya yang terlalu kuat. Tiba-tiba terdengar seseorang membuka pintu.
"Byuuur!!!" seseorang mengguyur tubuhku dengan air yang terasa sangat dingin.
Aku terkesiap karena terkejut. Aku berusaha menata perasaanku dan menghalau jauh-jauh rasa takutku.
"Bangun!" teriak salah satu penjaga bersuara tinggi.
Aku menduga di dalam ruangan ini ada sekitar empat hingga lima orang penjaga. Di luar juga masih ada yang berjaga. Aku mendengar suara obrolan beberapa orang semalam dari luar pondokan kecil tempat mereka meyekapku.
"Aku sudah bangun dari tadi," ucapku tenang.
"Paling tidak buka penutup mataku, supaya aku bisa melihat wajah kalian satu persatu, ucapku makin tegas.
Aku berusaha mengumpulkan seluruh keberanianku. Bisa saja aku berakhir tragis setelah ini, namun aku jangan sampai terlihat gentar di hadapan para penculik ini.
"Buka penutup matanya," suara seorang perempuan memerintahkan salah satu penjaga untuk membuka penutup mataku.
'Ken Umang? Apakah ini orangnya?' tanyaku dalam hati.
Aku masih berusaha keras mengingat semua kisah sejarah kerajaan Singasari ini. Menyusuri setiap memori yang pernah menjelaskan tentang Ken Umang.
"Beri di makan!" perintah perempuan itu.
Penutup mata telah dibuka. AKu berusaha melihat sosok Ken Umang namun setelah ia memerintahkan seseorang memberiku makan ia langsung melangkah keluar dari pondokan ini. Seseorang melemparkan wadah yang berisi beberapa buah pisang dan ubi rebus di hadapanku. Ia juga meletakkan segelas besar air di sebelah makanan tersebut. Penjaga tersebut kemudian membuka pengikat tanganku dengan kasar. Terlihat bekas merah dan kulit pergelangan tanganku terkelupas karena ikatan yang sangat kuat, selain itu mereka juga menyeretku semalaman melalui tali panjang yang terhubung dengan ikatan di lenganku ini.
"Makan, cepat!" ucap penjaga tersebut kasar padaku.
Aku mengamati keadaan di sekitarku. Mereka menyekapku di sebuah pondokan kecil. Bangunan ini berbentuk persegi panjang dan kurang lebih berukuran sekitar 10 x 6 meter. Hanya ada satu ruangan mirip penjara tempatku disekap saat ini yang dikelilingi dengan pagar kayu yang rapat. Dan selebihnya ruangan luas yang berisi satu meja bundar dan dikelilingi lima kursi. Di ujung ruangan yag luas tersebut terdapat tumpukan jerami tempat para penjaga bergantian tidur. Bangunan ini keseluruhan terbuat dari kayu dan atapnya dari daun kering. Apakah daun kelapa atau daun aren? Kurang lebih seperti kedua daun itu bentuknya. Entahlah aku kurang paham dengan bangunan kuno.
"Aaahhh!!!" Aku memekik terkejut.
Seseorang tampak sangat sekarat berada dalam penjara yang sama denganku. Seorang wanita yang tampaknya sudah berhari-hari disiksa. Bibirnya kering dan tampah darah mengering memenuhi wajah dan tubuhnya. Tubuhku gemetaran.
Aku mengambil dua potong ubi rebus dan menyodorkan pada wanita malang itu. Ia membuka mata lemah padaku. Aku memberinya isyarat dengan tanganku agar ia memakan ubi tersebut. Wanita itu terlalu lemah untuk bisa mengambil ubi yang kusodorkan padanya. Aku beringsut lebih mendekat padanya. Kukupaskan ubi tersebut dan kusuapkan pada wanita itu. Penjaga melihatku dengan tatapan tajam melihatku memberikan makanan pada wanita malang tersebut. Aku bergeming dan tetap menyuapkan ubi ini pada wanita sekarat itu.
'Pakaiannya!' pekikku dalam hati.
Aku yakin pakaian yang dikenakan wanita yang tengah sekarat di hadapanku ini adalah pakaian yang sama yang dikenakan para dayang di istana Ratu Ken Dedes. Pakaian dayang yang khusus melayani Ken Dedes dan Ken Arok berbeda warna meski modelnya sama. Aku sangat mengingatnya karena pernah berada di pemandian yang sama dengan Ken Dedes.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEN AROK DAN KEKASIH RAHASIANYA
FantasiRatu Aluna, entah darimana kamu berasal. Kehadiranmu memenuhi seluruh ruang di hatiku dan ingatanku. (Ken Arok) 🌹🌹🌹 Ratu Aluna seorang mahasiswi jurusan sejarah sedang melakukan penelitian di sebuah candi peninggalan kerajaan Singosari. Ia sedang...