Sorry, Vin!

18 4 0
                                    

Kalau dipikir-pikir, ini semua memang bukan seratus persen salah Vina. Aku dan kelompok ku juga salah, kenapa tidak bertanya. Tapi, aku sudah terlanjur marah padanya. Jadi aku harus bagaimana? Aku terlalu gengsi untuk meminta maaf.

*****
"Kalian ini bagaimana, toh? Moso mahasiswa ndak kreatif? Moso harus dibilang satu-satu seperti anak SMA? Yowes, kalian sadarlah! Kalian ini sudah dadi mahasiswa. Monggo ya mikir! "

Aku terdiam. Aku menundukkan kepala, rasanya sangat memalukan dapat teguran seperti itu. Yah, kami salah tak mempersiapkan presentasi penelitian hari ini dengan baik.

Mulanya aku dan kelompok ku berpikir kalau presentasi hari ini akan dilakukan di ruang laboratorium seperti biasa, tapi ternyata tidak! Ruangan itu dipakai kelas lain yang sedang UTS secara mendadak.
Jadinya, presentasi dilakukan di kelas dengan menggunakan in fokus.

Kelompok ku mulai panik, ah kami tidak membuat PPT! Karena presentasi biasa hanya menggunakan retorika dengan langsung memperlihatkan racikan bahan-bahan kimia yang digunakan. Video dokumentasi pembuatan racikan sabun yang akan kami tunjukkan juga ternyata tidak bisa diputar.

Astagaaaa, kacau!

Huh, menyebalkan sekali! Kenapa laboratorium kimia hanya ada satu di Universitas ini? Ah, kesal!

"Karena penampilan presentasi kalian hari ini ndak bagus dan tidak sesuai protokol belajar saya, maka nilai kalian terpaksa saya kasih rendah. Lain kali, persiapkan dengan matang. Mata kuliah saya bukan mata kuliah yang bisa kalian sepelekan. "

Aku mendongak menatap dosen itu tak percaya, selama ini aku selalu berusaha menjaga nilaiku untuk tetap aman. Rasanya menyakitkan jika kehilangan poin hanya karena mata kuliah ini. Aku kecewa sekaligus marah!

Dosen itu menggeleng, kecewa juga sepertinya.

"Silahkan, kepada kelompok satu untuk duduk kembali. Lanjut kelompok berikutnya! "

Kelompok ku duduk dengan lesuh. Aku memutar kepala menghadap Vina. Iyah, betul ini semua adalah salah Vina!

Vina sebagai ketua kelas tidak becus mengabarkan kepada kami kalau presentasi di ruang laboratorium di batalkan dan digantikan dengan presentasi di kelas menggunakan PPT.

Aku sangat marah padanya. Jika ip ku sampe turun, itu adalah karena Vina! Aaah, gadis itu menyebalkan!

"Hei, Vina! Ini semua salah kamu. Kami dapat nilai rendah karena kamu, tau! " Aku akhirnya melampiaskan amarahku setelah dosen tadi keluar dari kelas.

"Kenapa jadi salahku? Memangnya aku melakukan apa? " Vina memasang raut wajah kebingungan.

Ih, dasar memang menyebalkan! Dia bahkan gak tau kesalahannya.

"Astaga, kamu masih bisa bertanya begitu? Memang kamu ngeselin yah? Kenapa kamu gak bilang presentasi hari ini di kelas dan pake PPT? Kamu sengaja kan? "

"Ya ampun, aku juga baru tahu kalau laboratorium gak bisa di pake. Dosen bilang, jadinya presentasi dikelas. Yah berarti kan pake PPT. Aku pikir kalian juga bakalan tahu, kalo presentasi di kelas sama dosen itu harus menggunakan PPT. "

"Halah! Dasar gak becus kamu jadi ketua kelas! Mending kemarin Ali, dia gercep ngasih informasi. "

"Ya udah, kenapa bukan Ali aja lagi yang jadi ketua kelas? Kenapa kalian milih aku? Kalian pikir gampang jadi ketua kelas di kampus ini? " Ujar Vina kesal, ia kemudian berlalu tanpa menunggu balasan dariku.

Lihat, dia memang menyebalkan kan?

"Eh dasar si Vina, orang belum selesai ngomong. Uh! "

****
Sorry, Vin!

Aku menulis dua kata itu di kertas memo berwarna ungu. Ungu adalah warna kesukaan ku, makanya aku menulis dua kata itu di atas kertas ungu kesukaanku sebagai wujud permintaan maaf yang paling dalam.

Aku berharap Vina memaafkan ucapan kasarku tempo hari. Aku betul-betul sangat menyesal. Aku merasa kalimat-kalimat yang aku ucapkan tempo hari itu yang membuat Vina tidak masuk kelas belakang ini. Iyah, sudah seminggu ini Vina tiba-tiba tidak pernah terlihat lagi di kelas. Padahal dia ketua kelas dan merupakan mahasiswi rajin.

Ah, aku merasa bersalah! Pasti sangat menyakitkan baginya!

Sambil bersenandung riang, aku menarik pedal gas motorku menuju kost Vina. Aku ingin segera menemui gadis berkaca mata itu. Oh iya, aku juga membawakan nasi goreng ayam kesukaannya. Aku harap dia senang!

***

Tok tok tok....

Tidak ada sahutan. Ini sudah ketukan yang kelima kali, tapi tak ada sahutan dari dalam.

Aku mengintip lewat jendela kaca, kost Vina terlihat gelap. Seperti tak ada orang. Apa dia pulang kampung?

"Eh, siapa yah? " Seseorang dari kamar sebelah menyapaku.

"Eh maaf Mbak, saya Ratri. Teman sekelas Vina. Vina nya pulang kampung yah, Mbak? Soalnya saya ketok ketok gak ada jawaban. "

Mbak itu memasang wajah bingung, ia melihatku dari bawah sampai ke atas. Tatapan penuh selidik!

"Mbaknya, bener temen sekelas Vina?"

"Iya mbak, kok mbak gak percayaan gitu hehehehh".

"Bukan gak percaya, cuman heran aja. Kalau mbaknya temen sekelas Vina, pasti mbak tau kalau Vina sudah meninggal tiga hari yang lalu. Perwakilan dari kelasnya juga datang melayat ke kampung Vina. "

Duar! Aku kaget. Sontak aku membesarkan bola mata saking terkejut nya. Apa-apaan ini? Bagaimana bisa?

"Aaapa Mbak? Meninggal? Kkkenapaa? " Aku tergagap. Kenapa tidak ada yang memberitahu ku? Dan bodohnya kenapa aku tidak tahu? Padahal kami sekelas? Ah iya, tiga hari lalu aku ada tour ke luar kota bersama organisasi literasi ku.

"Vina waktu itu pulang kampung, katanya Ibunya sakit keras. Jadi, sepulang dari kampus senin sore kemarin, dia langsung pulang. Karena sudah takdir mungkin yah, di kampung Vina mengalami kecelakaan. Kepalanya terbentur dan pecah, dia meninggal di tempat. "

Aku mual! Lebih tepatnya tiba-tiba mual. Aku tidak bisa membayangkan gadis pintar itu bersimbah darah dengan kepala yang sudah tak utuh lagi.

*****

Rumah Yang DitinggalkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang